L

Header Ads
Tiny Star

lelaki berwarna gelap

“Aku suka cowok yang berwarna gelap..” tuturku membuka halaman buku 6 tahun yang lalu, dia mendelik dengan bibir membentuk huruf O tak sempurna, “seperti umar yang meminta diberi seorang bidadari hitam manis??? lalu mengapa dulu kau putuskan hubungan dengannya?” hm,,,aku menghela nafas berat “aku masih suka dia, tapi ikatan rapuh itu tak mungkin kulanjutkan” jawabku lemah.. “karena kau memilih ikut ekstra Rohis??”
1 september 2004,
“kalau aku jadi pacarmu..boleh?” sepenggal kalimat itu membuat waktu sore seolah berhenti. aku masih baru memakai seragam abu-abu tapi seorang lelaki juga baru saja memperkenalkanku pada kehidupan yang kabarnya tak lepas dari seragam ini. takut, malu-malu, cemas dan rasa lain yang tak kumengerti bercampur aduk diudara dan tanpa suara aku meninggalkannya.. terlihat bodoh tapi biar saja, aku masih ragu untuk mengeja keadaan baru yang seolah memberi kebebasan lebih dari yang kubutuh, aku berani menjamin bahwa teman-teman baruku disini akan tertawa jika aku berkata merindukan sekolah ku yang dulu, sekolah yang punya agenda wajib shalat dzuhur berjamaah, sekolah yang terletak jauh dari kebisingan kendaraan, sekolah yang punya 17 mata pelajaran dan sekolah yang mengajarkanku untuk berani berbicara didepan berpasang-pasang mata dalam kegiatan muhadharah pada jum’at pagi. Dan kini, sore ini, aku bergegas meninggalkannya didepan gerbang sekolah baruku yang penuh debu kendaraan, yang disesaki oleh bising angkutan kota meneriaki penumpang, ditambah lagi ‘bendi’ yang lalu lalang. Sungguh, ini adalah hari bersejarah dalam hidupku karena untuk pertama kalinya aku diserang sebentuk rasa yang tak kumengerti pada seorang lelaki, rasa yang membuatku tertunduk malu ketika ditanyai ‘ada apa’ oleh ibu.. rasa yang membuatku membuntuti ayah untuk sekedar bertanya lebih banyak tentang ‘laki-laki’.
Esoknya, kudapati lagi dia berdiri didepan gerbang sekolah dengan sebuah bungkusan besar ditangannya, sekali lagi aku merindukan sekolahku yang dulu..yang dikelilingi sawah-sawah penduduk sehingga bisa pulang lewat pematang mana saja. Berbeda dengan sekolah ini yang Cuma punya satu gerbang keluar yang diawasi satpam jadi aku tak punya pilihan lain selain melewati gerbang itu dan bertemu dengannya, “hai” sapanya kaku, “boleh kuantar pulang?” lidahku terasa kelu jadi kujawab dengan gelengan “boleh kuantar sampai petak?” (petak adalah tempat mobil angkutan kearah kampungku) dan aku mengangguk..
Hening.. sepanjang perjalanan aku tak bersuara dan diapun tak berbicara tapi ketika hampir sampai dipetak, dia berhenti “aku punya sesuatu untukmu..”ujarnya menyodorkan bungkusan besar ditangannya, “apa?” suaraku akhirnya keluar “aku tahu, mungkin aku belum boleh jadi pacarmu, tapi aku ingin kau menyimpan ini untukku”. Aku diam..tak beranjak namun juga tak menerima bungkusan itu, “aku hanya ingin jadi seseorang yang pernah ada dihatimu, jadi jika belum dijawab..sejak kemaren, hari ini dan nanti aku akan terus bertanya, kalau aku jadi pacarmu, boleh?”
Ibu tersenyum melihatku mengeluarkan ‘hati’ itu dari bungkusan, beludrunya lembut dengan perpaduan antara pink dan merah jambu, dan ini ukuran hati terbesar yang pernah kutemui “dari siapa?” pertanyaan retoris ibu membuat pipiku merona, dan sore itu juga mereka tahu bahwa aku menjawab ‘boleh’ sebelum berangkat pulang.
Hari ini tanggal 2 september 2004 dan akan selalu kukenang.
“hei…apa karena kau ikut Rohis?” kembali dia mengusikku yang tengah membaca lembaran dihalaman buku itu, “entahlah” jawabku singkat.

22 september 2004,
Hari ini aku menemuinya lagi, sosok yang sungguh telah menjelma dengan sangat jelas disetiap hariku. “aku ingin semua berakhir hari ini” kalimat yang sudah kususun semenjak berangkat kesekolah dan berusaha kuucapkan dengan intonasi tegas itu berubah pilu dimatanya, baru kali kulihat sendu menggelayut diwajahnya “kenapa?” kalimat sederhana itu tak mampu kujawab meski sepanjang pelajaran dikelas tadi aku sudah menghafal alasan-alasan yang hendak kuberi, “apa aku ada salah?” tambahnya lagi, “aku minta maaf” tuturku menyodorkan bungkusan besar yang 20 hari lalu diberinya untukku. Dan tanpa suara aku meninggalkannya, aku tahu betapa kejamnya aku sore ini padanya, pada seorang lelaki yang sudah 20 hari menemaniku, yang begitu sabar menungguiku pulang sekolah hanya untuk berkata bahwa dia tak bisa mengantarku kepetak karena rapat pramuka juga tengah menunggunya, yang tulus menyayangi dengan segala tingkah anehku, yang menghormatiku sehingga tak pernah mau menyentuh tanganku, yang memintaku menunggunya membelikan payung agar aku tidak kehujanan.. dan aku juga tahu.. betapa egoisnya aku mengakhiri semua ini tanpa alasan yang bisa kujelaskan.
Hari ini tanggal 22 september2004, kulukai hati seseorang yang kusukai.
“Lalu karena apa?” tanyanya lagi

01 oktober2004
Delapan hari aku tak bertemu dengannya tapi sebelum jum’at tadi aku sempat bertemu dengan temannya yang bergegas kemesjid, kulihat pancaran benci dari matanya.. sehingga aku tak banyak bicara, dia menyuruhku menunggunya jam 2 didepan sekolah maka itu yang kulakukan saat ini, menunggu teman mantan pacarku didepan sekolah yang berjarak 200 meter dari mesjid. “kenapa kalian putus?” aku benar-benar terkejut dengan hadirnya tapi segera aku menguasai diri “apa itu sebabnya aku diminta menunggu?” tanyaku balik dan dia mengangguk “aku memang bukan siapa-siapa dalam hubungan kalian, tapi aku tahu semua yang terjadi dalam hubungan itu” aku menghela nafas berat “bagaimana keadaannya?” kulihat dia tersenyum “apa pedulimu?” aku diam karena rasanya tak perlu kujawab “dia tidak masuk sekolah semenjak hari kamis” lanjutnya lagi. Kamis? Berarti sehari setelah aku memutuskan hubungan itu “dan kurasa, kau bertanggung jawab atas keadaan ini” dia menatapku tajam, aku menunduk “kenapa kalian putus?” tanyanya lagi dengan intonasi penekanan “aku hanya tak ingin berbohong pada diri sendiri dan aku lebih tak ingin membohonginya” jawabku pelan “aku tahu kalian tidak sedang berbohong dengan perasaan masing-masing” potongnya “dengarkan.. mungkin sedikit aneh tapi itulah alasannya..” dia bergeming “aku tak ingin berbohong pada diri sendiri dengan mengatakan bahwa dia adalah jodohku, terlalu dini berbicara tentang pernikahan maka sebaiknya kujaga hatiku dan diriku untuk seseorang yang memang adalah orang yang ditakdirkan untukku, aku lebih tak ingin membohonginya dengan berkorban banyak untuk perempuan yang belum pasti akan menjadi miliknya” kalimat itu baru saja kudapat dari forum An-Nissa tadi, dia mengangguk dan kuharap menandakan bahwa dia paham “aku mengerti tapi dia mungkin tidak akan terima alasan ini” dia melunak.. tak sia-sia dia pernah sekolah pesantren (mantan pacarku pernah bercerita sedikit tentang sahabatnya ini) “aku juga tak ingin dia tahu alasan ini”gumamku “karena biarlah dia tahu bahwa aku memutuskan hubungan ini tanpa alasan dan biarlah dia berfikir bahwa aku tak benar-benar menyukainya” dia mengangguk “aku salah menilaimu, maaf..” ujarnya kemudian “dan kuharap hatimu memang benar-benar terjaga setelah ini karena kau akan sangat menyesal melepaskannya jika alasan itu tak bisa kau lakukan” tambahnya sambil beranjak pergi.
Hari ini tanggal 01 oktober 2004, mulai kujaga hatiku untuk seseorang yang ditakdirkan untukku.
“hei…kenapa dulu kau putuskan dia? Bukankah kau suka cowok berkulit gelap?” kali ini dia memutar duduk, pertanda bahwa dia benar-benar ingin tahu “karena aku menyukainya” jawabku sembari menutup diary SMK yang kutemukan siang ini. Sempat kulihat wajah tak puas sahabatku ketika dia kutinggal untuk berwudhu.

0 Comments:

Posting Komentar