L

Header Ads
Tiny Star

Hati perempuan laksana danau

kau tak akan tahu isinya kalau hanya sekadar mendayung perahu dipermukaan

Perjalanan...

Bersamamu ternyata jalan ini lebih indah, meski kadang tak mudah

Ketika kau bertanya apa warna yang kusuka

ketahuilah, bahwa aku suka sekali warna langit ketika matahari hendak bersembunyi

Indah?

...dan surga jauh lebih Indah

Menurutmu mana yang lebih kuat antara karang atau ombak?

Bagiku Ombak lebih kuat sebab meski tahu akan pecah tetapi dia tetap memenuhi janji pada pantai

EartH = HEart

Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar (Maryamah karpov)

Menarik? Pasti..! itu jawabanku jika ditanya mengenai geografi ketika pertama kalinya dibangku kuliah, dengan latar belakang pendidikan akuntansi dan sekolah kejuruan bisnis manajemen, kurasa bukan suatu yang mengherankan apabila jika merasa geografi ‘lebih hidup’ ketimbang ilmu yang kutekuni selam 7 tahun tersebut.

Sulit? Tentu saja..! tak ada bekal pengetahuan selain sedikit ilmu disekolah menengah pertama, sebab SMK Bisnis Manajemen tidak memiliki mata diklat geografi, fisika, kimia, biologi dan kerabat-kerabat serumpunnya.

Menyerah? Tidak akan..! tidak seorangpun pernah mengajarkan makna kata itu dalam kamus hidupku. Yang pernah kupelajari adalah mantra “always see from the bright side”, maka perlahan aku belajar menikmati sisi indah dari ilmu bumi yang kdang membuatku membisik “masyaAllah” pada-Nya, Engkau sangat sempurna duhai Tuhanku. Namun kadang juga membuatku bingung sekaligus kagum pada ahli –ahli disiplin ilmu ini..mengenai angin barat tetap dalam sirkulasi udara pada atmosfir, dalam akuntansi..yang namanya biaya tetap akan selalu ada tanpa dipengaruhi oleh jumlah produksi. Sedangkan disini, meski bernama ‘tetap’ tapi tidak akan dijumpai pada lintang 40­0 dan 600 dibelah bumi utara (jadi tetap yang tidak selalu ada) *nah lho..menarik bukan??

Ah.. terlepas dari semua asal kejadian bumi, struktur, komposisi, sejarah dan proses alamiah perkembangannya (geologi), demografi, geografi regional, hidrologi, klimatologi, meteorologi (aku sempat berfikir bahwa ilmu ini mempelajari tentang meteor >_< *memalukan) dan ‘grafi-logi’ lainnya, tetap saja harus bersyukur bahwa hari ini dengan jalan berliku milik-Nya, aku menjadi satu dari sekian makhluk-Nya yang merasa teramat kecil dialam semesta (setelah ‘menumpang’ pesawat dan ‘meminjam’ teropong NASA), bersukur bahwa teori-teori pembentukan bumi dan galaksi telah lebih dulu dijelaskan oleh Al-Qur’an (“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,.. “(QS. 41: 11), “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (QS. 21: 30),teori siklus hidrologi yang dibahas dalam surat Al-Baqarah : 22 “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”, “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. 24: 45). Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”dan masih banyak lagi yang lain, saya makin bangga dengan Islam ^^.

Nah.. sisi menarik lain dari ilmu ini adalah beberapa intermezzo yang kubuat selagi kuliah, niat awal membuat jembatan keledai (baca: jalan pintas_red) untuk memudahkan pemahaman namun jika malah ‘sedikit’ melenceng maka mohon dinikmati saja:

“ Hadir-Mu bagai ekuator hatiku, sebab ketika jarak kita merenggang maka matahariku beredar disebelah utara” (matahari yang beredar diutara ekuator akan menyebabkan kemarau didaerah katulistiwa)

“izinkan kulukis wajahmu dibidang datar hatiku, lalu kutandai informasi tentangmu dengan satu simbol merah jambu tepat dipermukaan sederhana hidupku” (hi..hi.. pengertian peta nie..! *maksa)

“kau dan aku adalah interdependensi, ketiadaan-Mu membuatku tiada” (mata kuliah geografi desa dan kota)

“aku padamu bukanlah determinasi alam, namun posibilisme” (geografi regional)

“banyak sudah meteor yang mendekat pada bumiku, namun hanya kamu satu-satunya meteorid” (membedakan meteor dan meteorid pada Geo Science *cihuy..)

“Adamu merupakan suatu ilmu yang membahas tentang keberadaan, proses, siklus kehidupan yang ada dihatiku, meliputi permukaan, lapisan dan atmosfir jiwaku. Mengurai sifat-sifat fisika dan kimia serta hubungan dengan sesama” (air= sumber ‘kehidupan’, earth=heart, sesama=makhluk hidup lain.. pengertian hidrologi)

He..itulah beberapa jalan pintas yang kubangun dalam setiap SKS mata kuliah, lumayan_untuk lucu-lucuan ^^v

Jodoh Tak Akan Pernah Tertukar, Percaya Itu.

“dia” kata temanku disela isak, “dia..tak ada alasan bagiku menolaknya” lanjutnya kemudian. “semua kriteria yang kususun ada padanya” aku mendengarkan, “tapi kenapa dia lahir dikeluarga dari daerah itu? Kenapa dia yang berhasil menyita perhatianku berasal dari bangsa terlarang itu?” dua tangannya menutup wajah.

Aku bergeming, tidak tahu harus berbuat apa. Namanya Vinda, semua orang tahu bahwa dia adalah seorang gadis ramah dan cepat akrab dengan orang lain, beri dia waktu lima menit.. maka kenalan barunya sudah seperti kawan lama baginya. Setahuku, tak pernah dia terlibat dalam masalah cinta remaja yang pelik sebab masa remajanya dihabiskan dengan aktivitas organisasi dan sekolah. “gimana dy? Nda bingung..” suaranya serak. “coba pelan-pelan nda jelaskan pada keluarga tentang kebaikannya, mana tahu bisa merubah citra beliau dimata keluarga nda” ujarku meyakinkan, “sudah.. sudah sering nda jelaskan bahwa menilai seseorang dari suku / keturunannya itu tidak adil, semua cerita yang mereka dengar tentang orang yang berasal dari daerah itu bisa jadi hanya oknum. Tapi tetap saja mereka menggeleng, mereka tidak menerima tambahan anggota keluarga dari daerah itu dy”, aku menghela nafas, berat.


Hm..vinda, aku bingung harus memberinya saran seperti apa, aku mengenal lelaki itu.. salut pada tanggung jawab dan komitmen melaksanakan amanah yang dipercayakan organisasi padanya, tidak banyak bicara; berkomunikasi seperlunya, apalagi pada lawan jenis. Dan dengan otak yang cemerlang sudah beberapa kali membawa nama kampus kami ke tingkat nasional. Tapi aku mengenalnya hanya sampai disana sebab seperti yang kukatakan, dia ‘dingin’ dan terlihat tidak peduli pada perempuan. Awalnya aku sangat terkejut ketika vinda bercerita tentangnya, tentang bentuk perhatian samar yang diberikan pada vinda, tentang pesan-pesan singkat yang tidak biasa, tentang telponnya yang cuma berisi pertanyaan ‘apa kabar?’ selebihnya diam selama 30 menit. Tidak menyangka ‘gunung es’ itu lebur oleh cuap-cuap vinda yang kadang jutek. “Mungkin itulah cinta” ujar vinda suatu kali melirikku, “ketika dia telah memilih, maka saljupun dapat menghasilkan panas” dia terkekeh sendiri kala itu. Memang tidak ada ungkapan ‘cinta’ dalam hubungan mereka, pun tak ada kata-kata ‘sayang’ yang sempat terlontar namun senyum dan sinar wajah mereka ketika bertemu menjelaskan lebih detil dari bahasa paling rinci.

“memangnya daerah itu kenapa nda?” tangis vinda sudah agak reda, “nda gak tau pasti dy, semua orang dari sana yang dikenal keluargaku tidak pernah bisa menjaga amanah dengan baik, mereka ‘penggunting dalam lipatan’, mereka sering kali menelantarkan keluarga, mereka ..” vinda terdiam, terlihat berfikir “nda pernah mendengar,, untuk tahu bagaimana Haftsah maka lihat saja Umar Ibn Khatab, untuk tahu bagaimana Aisyah maka lihat saja Abu Bakar, untuk tahu bagaimana Fatimah maka lihat saja Rasulullah..” ia menatapku lama “apa benar bahwa tabiat itu berdasarkan keturunan?” sepertinya dia tidak butuh jawaban. “mengapa teori itu tak kunjung rampung..” ujurnya melanjutkan.

“nda.. mungkin sulit bagimu menerima, mungkin saat ini perasaan itu mendominasi semuanya. Tapi coba pikirkan nda,, ridha Allah tergantung ridha orang tua. Kita tidak bisa menyalahkan persepsi mereka sebab kita tahu bahwa mereka adalah dua malaikat yang selalu berharap yang terbaik untuk hidup kita. Jika dy berada diposisimu maka satu hal yang dy lakukan adalah menuruti nasehat orang tua meski dy harus membunuh bahkan mencincang perasaan itu. dy akan memilih jalan Uwais Al-Qarni yang segera pulang sesuai perintah ibunya meski rindu pada Rasulullah belum tertunaikan” vinda tercenung cukup lama “bagaimana kalo dia adalah jodoh nda?” aku tersenyum, “vinda.. jodoh tak akan pernah tertukar, percaya itu”, mata vinda masih sembab meski tidak ada lagi lelehan air disana, “tapi dia sesuai kriteria nda” ujarnya menatapku dengan harap. “apa nda tahu kriteria yang Allah buat untuk nda? Apa nda yakin kriteria yang nda pilih lebih baik dari pada apa yang dipilihkan-Nya. Ayolah vinda_ Allah tidak pernah salah menuliskan jodoh, hanya kita yang kadang salah membacanya.” ia mengangguk, “jadi..”, “jadi lapar..” sambungku cepat sebab aku tak ingin mendengar kesimpulan yang dibuatnya, biar saja semua itu menjadi rahasia vinda dengan-Nya, menjadi sebuah catatan dalam hidupnya bahwa kadang kita harus memilih berdasarkan kepentingan bersama selagi masih dalam izin-Nya.

*untuk sahabatku..

Malam Pertama

Kontrakan..

Senja mulai menghapus jingga dilangit barat, sejenak setelah adzan maghrib.. terdengar nyanyian dari gereja yang terletak dibelakang kontrakan kami, maklum.. mereka tengah bersiap untuk menyambut natal yang tinggal seminggu lagi. Hari ini aku lelah sekali, setelah memindahkan barang-barang, berbenah kontrakan yang baru ditempati dan terakhir membeli keperluan yang dibutuhkan. Setelah isya aku mengakhiri hari ini diatas kasur dalam kamar dan dua temanku juga melakukan hal serupa. Ini malam pertama bagi kami disini.

Jam satu lewat delapan belas menit aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi, “bangun va?” tanya Engla, temanku disini “ya..ada apa?” jawabku, “coba dengar, ada yang berenang dikamar mandi” aku fokus mendengarkan kearah kamar mandi,, ya..ada kecipak air disana. “periksa donk va..” lanjutnya lagi. Aku penasaran dan berdiri membawa senter (lampu kamar mandi tidak menyala) sedang mereka menungguku bereaksi. Pelan kubuka pintu dan melihat sekeliling, tidak ada apa-apa.. kemudian cahaya senterku mengarah keair dalam bak dan kutemukan seekor tikus disana, “ada apa va?” mereka tidak sabar menungguku bersuara. “Cuma tikus”, dan mereka bernafas lega. Sejenak kupandangi tikus yang kesulitan keluar dari dalam bak sebab lantai bak yang licin.

“waaaa…” suara gaduh dari dalam kamar dan aku bergegas kesana “ada apa?” tanyaku melihat mereka berlarian, “itu..” tak ada penjelasan mengenai itu selain telunjuk mereka yang mengarah ketempat tidur, “apa..??” tanyaku tidak mengerti “ada yang lari-lari” phufft..kenyataannya malah mereka yang lari-lari. “apa yang lari-lari?” aku mendekat kearah tempat tidur dan menjumpai ‘nya’ dibawah kasur (aku tidak tahu apa bahasa latinnya, pun tidak tahu dengan pasti apa bahasa indonesia dari hewan ini, tapi kata ibuku namanya ‘giriak-giriak’,, biasa hidup dalam tanah dengan kedua tangan sebagai alat penggali lobang. Aku sering menemukannya di mudiak –tempat aku menghabiskan masa kecil-), kutangkap dan kukeluarkan dari rumah,, “tempatmu disana” ujarku meletakannya ditanah lembab.

“tikus tadi? Sebesar apa va?” mereka bergidik sendiri, “lumayan besar untuk tikus rumahan..he..he.. jawabku kembali kekamar mandi, mereka tidak berniat melihat karena ngeri plus geli (ada-ada aja.. dasar perempuan..:) “biarin aja va,, biar mati..!" suara mereka dari dalam kamar “ah..coba kalian berada diposisinya” jawabku sekenanya “ha..ha,,kami tidak akan berapa diposisi tikus” tawa mereka menanggapi alasanku . kuarahkan cahaya senter kedalam bak, tikus itu sudah kelelahan menggapai gayung yang ternyata malah lebih menenggelamkannya.. Jujur aku kasihan.. maka kuambil tangkal sapu dan kujulurkan kedalam bak, entah bahasa apa yang kami pakai.. tikus itu segera meraih tangkai sapu dan berpegang erat. Kutarik tangkai sapu itu dan menurunkannya dibibir bak. Tikus tersebut segera turun dan dapat kulihat dia menggigil kedinginan. Tapi heran..mengapa dia tidak segera kabur? Mengapa berdiri dan melihatku cukup lama. “ma’af tikus.. saia tidak mengerti bahasamu” bisik batinku sendiri, “ayo pergi..” ujarku memutuskan tatapannya, dia berbalik menjauhi cahaya senter dan menoleh lagi, “hei.. cepat pergi.. hati-hati. Jangan balik lagi kesini apalagi membawa rombongan..!” tikus itu segera berlari dan kututup pintu kamar mandi “bicara sama siapa?” ujar Hany ketika aku kembali kekamar “tikus..he..he” jawabku menggaruk kepala yang tidak gatal “dasar aneh..!” Engla menyela sambil menarik selimutnya untuk meneruskan tidur.

Jam Dua lewat dua puluh menit, aku mencoba kembali tidur tapi tak bisa. Tikus tadi benar-benar menyita perhatianku,,

Cinta ini purna untukmu

Aku selalu rindu ruangan ini, dengan karpet abu-abu dan lemari kecoklatan. Sebuah tempat yang biasanya kugunakan untuk menghabiskan hari sebagai pengangguran, tempat yang selalu sejuk dengan aroma apel hijau. Baru dua minggu kamar berukuran 4x4 kutinggalkan namun rasanya sudah teramat lama. Disini setiap pagi, ibu membangunkanku shalat subuh sebelum beliau berangkat ke Mushala yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kadang aku sering pura-pura tidur ketika beliau mengetuk pintu, dan dengan cara paling manis,, sebuah kecupan mendarat diwajahku. Aku mengeliat, enggan membuka mata “bangun.. shalat subuh” bisik beliau, jika aku malah menarik selimut maka beliau akan menciumku bertubi-tubi hingga aku sesak dan bergegas beranjak kekamar mandi untuk berwudhu..

Ibu.. perempuan paling kusayang dengan kesabaran luar biasa, perempuan dengan garis usia yang selalu nampak cantik dimataku, perempuan tempatku belajar semua hal sebab beliau selalu punya sisi indah dalam melihat sesuatu. Pernah suatu ketika seseorang mengeluh pada beliau tentang betapa bising suara  anak-anak dirumah dan dengan tenang beliau menjawab “bersyukurlah..itu tandanya anak-anakmu sehat semua”, atau ketika aku berteriak melihat makhluk air kecil dengan bebasnya berenang dalam galon, cepat beliau datang dan menenangkan “tidak apa, berarti air galonnya tidak beracun”.
Ah..ibu, cinta ini purna untukmu.. untuk setiap cerita dalam langkahku yang bermuara padamu, untuk setiap sabarmu ketika aku beranjak dewasa yang mungkin kadang menentangmu), untuk setiap tatap lembutmu ketika aku melakukan kesalahan, untuk setiap senyummu ketika aku merengek manja. Ibu.. aku tak pernah mendengarmu marah dengan bahasa kasar, sebab bahasa marahmu adalah diam.. jadi ketika engkau diam..maka aku sudah sangat ketakutan dan segera mencari kesalahan yang kuperbuat. ketika aku menyadari dan memperbaikinya..maka kembali kutemukan rengkuhan hangat darimu.

Esok..jika ada yang bertanya tentang wanita yang dikaguminya maka dengan lantang akan kujawab.. “ibu”, esok jika ada yang bertanya tentang seseorang yang paling disayang maka tanpa malu akan kujawab “ibu”, esok jika ada yang bertanya tentang ibu maka akan kujawab dengan senyum paling manis yang kupunya.. sebab bahasa dan kata tidak akan mampu menjelaskan indahmu dalam kamus hidupku.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta*

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kita berjalan bersama.. melewati terowongan berujung cahaya, meliuk diantara bukit berbatu kemudian membelah danau dengan riak kecilnya, melintasi sawah, desa atau kadang jalan raya.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kita berjabat beriringan. Mengikhlaskan kereta takdir melindas tubuh kita bersamaan (tanpa jeda), kemudian saling tatap lewat balok-balok sejajar yang tersusun rapi. Tak lama kita tersenyum mendapati kerikil-kerikil kecil disekitar telah berpindah tempat sedang kita masih dalam posisi yang sama.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kadang mungkin kita merenda mimpi yang tak sama, ingin menjadi sehelai titian, menjadi seutas tali, menjadi apapun yang memungkinkan perbedaan antara kita itu nyata.. tapi tetap saja itu hanya mimpi sebab kita seperti halnya dua sisi rel kereta, yang tak perlu berharap untuk bertemu disatu titik selagi masih ada lokomotif-Nya.

*kuharap kau tidak membacanya

Biarlah Bulan Jadi Mentariku (Part III)

Kamar 2 C, Ruang Bedah.
“hai” sapanya ramah, aku bergeming. Tidak berniat menjawab bahkan memberi seulas senyumpun aku enggan. “selamat datang” tuturnya lagi, dan aku menoleh pada ibu. Ibu tersenyum kearahnya, “apa kabar?” ibu bersuara. “baik buk. Baru habis operasi ya buk?” jawabnya cepat dan ibu mengangguk.

Itulah awal perkenalan kami diruangan yang cuma ada dua pasien. Dia unik,, seolah dunianya tidak mengenal sakit apalagi derita, walaupun kenyataanya tidak seperti itu. Tubuhnya kurus dengan wajah tirus, sering kali memakai penutup kepala untuk menyembunyikan berkas jahitan operasi, ditangannya ada beberapa bekas luka suntikan.. (mungkin bekas infus).

“tidurmu nyenyak?” sapanya suatu pagi, “lumayan” jawabku sambil tersenyum tapi tidak balik bertanya sebab aku jarang melihatnya tidur, setiap kali aku terjaga.. dia pasti sedang khusu' dengan mushaf kecilnya berwarna coklat. “hujan” gumamku sendiri menatap jendela “ya..aku suka hujan”, aku tak bersuara..menunggu dia melanjutkan kalimat “kau tahu, kenapa aku suka hujan?” bergegas aku menggelang “sebab itulah salah satu waktu do'a terbaik untuk berdoa" dia memandang keluar jendela, "wa nahnu akrabu ilaihi min hablil warid" gumamnya pelan, "artinya...?" sambungku dengan intonasi anak" TPA ketika membaca do'a, ia menoleh kearahku sambil tersenyum "dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, surat Qaaf ayat 16" jawabnya, "kau tahu zee.. aku tak pernah menyangka akan hidup  hingga hari ini, sudah bermacam obat kuminum, beragam pengobatan kucoba dan hasilnya tetap sama. ketika dokter memvonis usiaku tak akan lama, aku sempat terpuruk dan bertanya tentang keberadaan-Nya" dia terkekeh "ternyata Dia menjawab tanyaku disurat Al-Baqarah ayat 186 zee, Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..."  aku menyimak "maka ketika aku merasa sendiri, ketika aku merasa bahwa tak seorangpun mengerti bagaimana rasa sakit dalam kepalaku, saat itu kusentuh leher sambil berkata Duhai Maha penyayang,,Engkau tahu apa yang kurasa bukan?“ dia memperhatikanku "jadi zee.. ada Dzat Maha Hidup yang selalu ada untukmu, yang selalu mendengar meski kau berbicara dengan bahasa hati, yang selalu menunggumu mendekat dan menyampaikan semua hal" aku meraba urat leher dan sekali lagi dia tersenyum "kurasa cukup tausiyah pagi ini..he..he. kau sudah lebih sehat sekarang..” senyumku mengembang “sebab ketika pertama disini.. kupikir aku tak akan sempat melihatmu tersenyum” aku tertawa.. “umurku masih panjang” jawabku sekenanya “ha..ha.. semoga saja” dia ikut tertawa.

“zee.. sudah bangun nak?” Ibu masuk keruangan, “sudah bu.. ibu dari rumah?” kulirik barang bawaan ibu. “pasti nyari rubbik’s?” ibu menebak dan aku mengangguk. Sebuah rubbik renta diulurkan ibu padaku, ah..aku sungguh rindu padanya sehingga dengan cepat kuacak warna-warna itu. “rubbik..” aku nyaris lupa bahwa masih ada yang terbaring tidak jauh dariku. “boleh kucoba?” suaranya bersemangat. Aku diam sambil terus mengacak “zee jelek.. boleh kucoba?”. Aku berbalik kearahnya “oya…tentu saja tuan keren, tapi hati-hati..kau hanya boleh menyusun, bukan merangkai” dan rubbik itu berpindah ketangannya. Tak lama rubbik rentaku berserakan dilantai dan selimut bergarisnya. “tak apa.. memang sudah longgar” ujarku ketika menemukan penyesalan dimatanya. “ma’af zee..”, “he..he.. sudah biasa, rubbik itu memang sudah renta, sini kurangkai” jawabku ringan.

***

“kau tahu dimana ICU?” tuturnya pelan siang itu sambil melirik ibuku dan ibunya yang berbincang tak jauh dari kami “aku pernah kesana tapi tidak tahu tempatnya dimana”, “ICU itu disayap kiri rumah sakit ini, didekat pos satpam” dia menghela nafas “tepat disamping ruang operasi dan fisioterapi”. “jadi jika kau tak sadar nanti setelah operasi, kau akan langsung dikirim keruang disebelahnya” ujarku dan dia tersenyum, “atau ruang dibelakangnya..” aku mengernyit “ruang apa dibelakang ICU?” dia menatapku agak lama “ruang jenazah..ha..ha..” tawa khasnya terdengar asing.

“hati-hati” mataku berkaca ketika mengucapkannya, “tenang, aku akan baik-baik saja” senyumnya tegar sehingga tak mampu kutahan bendungan air mata “hei..jangan menangis, setidaknya tolong jangan tangisi aku”, “nanti jangan pergi keruangan dibelakang ICU..!” suaraku putus-putus, “nanti jika aku pergi kesana..ambil sesuatu dalam laci mejaku” pandanganku makin kabur tertutup air mata “zee..”pelan suara ibu menenangkan.

“baiklah.. aku pergi dulu.. do’akan ya” perawat mulai mendorongnya “oya.. terima kasih untuk minggu yang indah, ma’af tentang rubbik itu” ujarnya sebelum hilang dibalik pintu ruangan.

Waktu berjalan pelan, aku pura-pura tidur agar ibu bisa istirahat. Sesekali kulirik jam dinding untuk memastikan berapa lama lagi aku harus menunggu. “Rabb.. jika kesembuhan adalah lebih baik baginya maka mohon engkau mudahkan dan segerakan” gumamku. Pintu kamarku terkuak dan seorang wanita muda masuk keruangan sambil tersenyum kearah ibu, matanya merah dan sedikit sembab. “mau ambil barang-barang bu” tuturnya setelah mengucap salam.  “barang-barang ardi?” ibu bertanya singkat, “iya..dia sudah bisa dibawa pulang”. Tanpa suara tangisku pecah, ibu mendekat dan menenangkanku, perempuan itu mendekat “zee ya? Tadi ardi titip barang dalam kotak untuk diberikan sama zee” beliau tersenyum “cepat sembuh ya, tante pergi dulu, banyak yang harus di urus. Assalamu’alaikum” ujarnya meninggalkanku dengan sebuah kotak bening berisi rubbik baru dan sebuah gulungan kertas.

“hari itu aku sangat senang ketika mengetahui akan mendapat teman baru, aku berharap teman baruku laki-laki tapi ternyata perempuan jutek nan manis. Tak apalah sapaan pertamaku diabaikan, tak apa juga senyum pertamaku diacuhkan.. namun semua ceritaku ditanggapi dengan baik,, sangat baik :D.Zee..aku benar-benar menyesal mengenai rubbik itu, aku baru tahu bahwa itu rubbik pertama yang kau punya sehingga pantas saja kau begitu menyayanginya. Hari ini kuberi kau satu rubbik, anggap saja sebagai rubbik pengganti pertama yang kau punya jadi kuharap kau juga menyayanginya (sama-sama yang pertama jadi harus sama-sama disayangi..ya kan zee?)
Baiklah..aku harus istirahat untuk operasi besok, terima kasih sudah menjadi teman yang baik seminggu ini.. kau tahu,, kau teman kamar terbaik yang kupunya,, tahu kenapa? Sebab kau tak punya seorangpun saingan..he..he.. cepat sembuh zee “.

ME n RAPUNZEL


Kau tahu gambar siapa apa itu? Yuph..jawabanmu benar jika berkata itu Rapunzel, versi apa yang pernah kau dengar tentang gadis tersebut? Ah..Memang ada banyak versi tentang sirambut ajaib itu.. tapi bagiku, semua versi yang dimulai dari kalimat “pada suatu hari..”, “once upon a time..”, dll itu selalu menarik. Tahu kenapa? Sebab akhir cerita selalu “ dan mereka bahagia selama-lamanya”, “n they are  happily never after”, dll (Husnulkhatimah ^^ he..he..) sebab alur cerita selalu memposisikan si jahat selalu kalah, dan si baik selalu menang (sesuatu yang jarang ditemukan didunia nyata).

Oopz.. maksud tulisan ini bukan hendak membahas tentang ‘dongeng’ Rapunzel tapi sebenarnya membahas tentang seorang adik yang selalu bersemangat jika menonton ‘Si Rambut Ajaib’..

“kenapa selalu minta diputarkan Rapunzel?” tanyaku siang itu

“suka” jawabnya pendek..

“ada banyak kaset ‘dongeng’ lain yang bahkan belum pernah diputar, kenapa Rapunzel berkali-kali?” usikku lagi..

“Rapunzel itu mirip kakak”..suaranya polos

*gdrak… bintang kecil muncul dilangitku yag biru,,

“Mirip???” protesku menatap layar

“shttt….udah mulai kak” bisiknya meletakkan jari didepan mulut

Waduh..nie anak kecil, filmnya kan bisa di-pause

“sini kak, duduk..” dia kembali bersuara, menepuk lantai kosong disebelahnya. Aku menurut..mencoba meneliti Rapunzel yang katanya ada kemiripan denganku.

“Hm..mirip apanya coba?” aku tidak sabar..

“sht,,,,” matanya tidak berpindah dari layar

Dan…

“kakaaaak…..” protesnya melihat si kuda (Maximus)  tidak bergerak.

Kuberi tatap’_memangnya_ada_apa’

“kakaaaak…..” kali ini intonasi permintaan,


aku bergeming.

“kakaaaak….” Intonasi permohonan dan sekejab kemudian Maximus langsung menjatuhkan sepatunya
,

Hingga dongeng berakhir sebagaimana biasa, aku belum menemukan kemiripan apapun dengan Rapunzel tapi tetap saja adikku yang keras kepala berkata bahwa kami sangat mirip, “tapi tolong diingat kak.. bukan wajah, postur apalagi rambut..!” ujarnya berkali-kali.

 LALU APA???

Phufft…
 

Selamat Tahun Baru ^^

Selamat tahun baru ^^..

Wah..gak terasa ya,, udah awal tahun 1433 H.

Terlepas dari pertikaian kapan satu muharram,,tetap saja kita perlu besyukur telah diberi hidup yang penuh warna hingga hari ini. Bersyukur masih bertemu bulan haram yang  puasanya merupakan puasa terbaik (setelah ramadhan tentunya)..

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ  بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa wajib adalah sholat lail”    \[ HR. Muslim(11630) ]

He..he..itu hadist pengantar..(eit..jangan kabur dulu_ insyaAllah pembahasan kita kali ini ada manfaatnya)

Wah..keren ga tuh? Tapi tahukah sahabat  keutamaan puasa asyura tersebut?
Hm..let see,,

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Dari Abu Qatadah radhiyallohu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Puasa hari ‘Asyuro aku berharap kepada Allah akan menghapuskan dosa tahun lalu” \[ HR. Tirmidzi (753), Ibnu Majah (1738) dan Ahmad(22024). Hadits semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih beliau (1162)]

Dosa tahun lalu..! mari berhitung_kalo ga bisa setahun, hitung persemester aja, atau perbulan juga boleh.. perhari juga ga apa-apa.. (ingat waktu bohong ma orang tua waktu minta tambahan subsidi bulanan? Ingat waktu nyontek jawaban ujian? Ato yang paling kecil n sering dilupakan..ingat waktu ada ada sedikit sombong ketika kita lebih hebat dari yang lain?) hufft..banyak ga?

Udah selesai menghitung jadi timbul pertanyaan.. puasanya kapan aja ya?

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ

Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma beliau berkata, “Berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram, berbedalah dengan orang Yahudi”\[ Diriwayatkan dengan sanad yang shohih oleh Baihaqi di As Sunan Al Kubro (8665) dan Ath Thobari di Tahdzib Al Aatsaar(1110)]

Nah..berarti mulai menghitung lagi.. hari apa kita ‘mewajibkan diri’ untuk puasa ^^


Mengenalnya seperti mengenal titik-titik,


Aku lupa kapan pertama mengenalnya, aku juga lupa bagaimana awal perkenalan kami..

Tapi yang pasti aku ingat..perlahan aku belajar banyak darinya, tentang senyum, tentang semangat, tentang kecerian, tentang pengorbanan, tentang caranya memandang hidup, tentang semua yang berhasil kutahu dari sedikit informasi yang kupunya.

Mengenalnya seperti mengenal titik-titik, selalu ada jeda dalam setiap kisah yang kupungut dan kusimpan, yang kadang bahkan tidak ada kelanjutan sama sekali. tapi biarlah..aku menikmati setiap semangat yang meletup ketika menyadari bahwa aku belum punya telaga seperti miliknya untuk segenggam garam kehidupan, aku belum bisa menyimpan semua keluh tentang  tulisan-Nya seperti rapinya dia bersembunyi dibalik jawaban yang sama (senyum), aku bahkan tidak sesiap dia menghadapi semua hal yang tidak lebih menyakitkan.

Aku tak ingin lebih dekat, sungguh..! aku hanya ingin mengenalnya dari semua keterbatasan yang telah ada, aku hanya ingin menikmati indahnya dari sisi yang kupunya, aku hanya ingin mempelajari setiap  puzzle-nya hingga waktu itu tiba, aku hanya ingin ada dalam ruang sederhana miliknya, sebuah ruang untuk siapapun yang jarang diingat bahkan rentan untuk dilupa.

dan jangan ada salah sangka,, kutulis semua ini sekedar untuk pengingat apabila memoriku dibajak oleh sesuatu yang asing, sekedar pemindai bahwa ada orang dalam hidupku yang pernah singgah dan kemudian berlalu.

Sketsa Bumi

Niat awal sih mau nyari bahan geografi untuk tes besok.. sebab sudah tujuh tahun tidak bersitatap dengan ‘sketsa bumi’ tersebut, yaph..sejak SMK mencatat nama saya sebagai salah satu siswanya, sejak itu pula geografi makin jarang berkunjung kedalam ingatan dan hari ini saya harus (berusaha tidak terpaksa) kembali silaturahim pada sisa-sisa ingatan yang tertimbun.

Nah..itu niat awal, tapi setelah waktu berjalan..


...



(ternyata waktu berjalan dengan anggun)
saya menemukan ‘bahan geografi’ yang sedikit berbeda:

Mengeluhlah pada langit, troposfer yang menyangga awan-awan dingin yang menangis setiap saat tapi tegar. Mengeluhlah pada putri-putri malu yang setiap harinya terinjak-injak percuma namun ia tetap berbunga. Mengeluhlah pada tanah-tanah retak yang rela menjadi patahan, maka akan kau temukan mereka lebih sengsara tapi lebih bahagia darimu.
Kita adalah korelasi sederhala dalam kehidupan, aku – kamu, dimana perbedaan wilayah tidak menjadi alasan untuk menyatukan dua hati. Kita tidak terikat oleh urut-urutan temporal. Tidak terhitung oleh regresi sebab-akibat dan koefisien-koefisien baku metode kuantitatif
Jangan kau tanyakan cinta pada orang yang tak kau kenal. Tanyakanlah pada dosen-dosen geografi. mungkin ia akan menerangkan kepadamu siklus hidrologi. Mungkin ia sebuah perkolasi yang rumit. yang takkan bisa dihitung dengan rumus horton atau rumus manapunhttp://budiografi.wordpress.com

Whaaa…. Geografi

Merasa seperti denudasional dalam bimbang antara agradasi atau degradasi

Perlahan bahasa bisnis terkondensi menjadi sketsa bumi..

Jadi semoga tidak terdapat masalah modifikasi gen dalam kurun waktu sewindu ini..

judulnya pa an ya???

Selamat malam, saya hanya ingin menulis..  (meski otak tak punya topik apapun), sekedar meninggalkan jejak bahwa pernah ada hari dalam hidup saya yang dilalui dengan biasa (he..he..emang hari lainnya luar biasa gituh?)

Hm..kenapa saya ingin menulis? (hayyo main tebakan). Sebab saya suka menjadi siapa saja dalam tulisan, ketika menjadi sosok ayah yang berusaha tabah dalam tulisan ‘aceh : mengapa Engkau ambil semua?’, ketika menjadi janin kecil belum bernyawa dalam ‘pergi sebelum hadir’,, sosok aku yang digugurkan oleh seorang ibu (andai ibu tahu bahwa betapa harapnya aku punya nyawa seperti teman-teman yang lain), ketika menjadi sosok jahat keisya yang ditemui oleh hantu Dimitri (ha..ha..ternyata saya pernah juga bicara hantu dalam tulisan), ketika menjadi seorang ODAPUS yang terus mencoba memaknai hidup dari sisi indah. Dan saya paling suka jadi willa dalam ‘antara aku, femme dan buci’ sebab disana saya bertemu kehidupan ‘lain’ yang selama ini hanya sebatas cerita. (lho..itukan cerita juga ya?).


Dan alasan yang paling saya suka (dan jarang saya kemukakan) adalah:

Dengan menulis..saya jadi makin salut pada-Nya, pada Maha sempurna yang telah merancang segala sesuatu dengan Maha Teliti. Sebab ketika saya menyelesaikan sebuah tulisan..saat itu saya puas namun selisih berapa lama,,saya merasa ada banyak hal yang ‘kurang’ ketika membaca tulisan itu lagi. Saya jadi makin salut pada-Nya, pada Maha Kaya yang punya semua perbendahara kata hingga setiap kalimat dalam wahyu-Nya punya semacam kekuatan yang menjadikan Dia Maha Kuat. Saya jadi makin salut pada-Nya, pada diksi dalam surat cinta-Nya yang membuatnya Maha Indah. Ah..saya jadi makin salut pada-Nya.


Mendekati menit-menit catatan pergantian jumlah usia,,besok hari lahir saya puluhan tahun lalu (waaaa.. ternyata saya tidak muda lagi).. tak ada yang lebih special sebenarnya (sebab semua hari itu special..he..) tapi kelebihan dari ‘sekarang’ adalah saya sedang menulis (meski sudah saya bilang bahwa otak tak punya topik apapun) dan tambahan kelebihan (jiah..banyak donk?) adalah saya  sedang merindukan Ibu dan Ayah.. dua  malaikat yang membimbing saya selalu.. dua malaikat yang kini sepi dalam jarak ratusan kilo dari sini.. dua malaikat yang selalu punya senyum dan peluk hangat.. dua malaikat akan saya jadikan syarat sebelum ijab qabul (oopz)

Dah ah.. tiga menit lagi pukul 00.00 menjelang tanggal dimana saya dilahirkan,, dan inginnya sih pukul 00.01 tulisan ini sudah berada dalam catatan PELANGI.. Ok_ ‘Always see from the bright side va..!!’

Biarlah Bulan jadi Mentariku (Part II)


Andai kau tahu berapa lama lagi boleh hidup..apa yang akan kau lakukan?? “mengisi waktu dengan hal-hal penting yang menyenangkan” jawab kawanku suatu kali.

Dan andai dokter berkata umurmu tak lebih dari 3 tahun lagi, dua tahun, satu tahun atau malah hanya hitungan bulan. Apa yang akan kau lakukan?? “yang kulakukan adalah tidak mempercainya” jawabku cepat.

Zee…” ibu mengetuk pintu seperti puluhan pagi yang lalu, “bangun nak” lanjut beliau lagi, kututup buku yang penuh coretan tanpa judul itu “iya bu.. udah bangun dari sebelum subuh” jawabku bergegas membuka pintu kamar. “mau jalan-jalan bu?” kali ini aku yang bertanya dan beliau jawab dengan senyuman.

Kabut subuh masih kental di udara ketika kami memulai langkah, menapaki jalan kecil antara kebun dan sawah.. aku suka kampungku, suka dengan aroma rumput ketika pengembala memotongnya untuk sapi dalam kandang-kandang kayu. Aku suka aroma lumpur ketika petani mulai menggarap sawahnya, aku juga suka aroma kering jerami ketika panen usai sebab itu adalah waktu terbaik untuk main layangan.

Ah..layangan_  aku pernah punya sebuah layangan berwarna biru dengan sedikit putih, lebarnya 1 meter dan panjang ekor kira-kira 3 meter (aku tak tahu pasti berapa panjangnya sebab semua sisa kertas kujadikan ekor dari layanganku), suatu kali hujan tiba-tiba turun ketika layanganku meliuk indah dilangit jingga, tentu saja bergegas kutarik benang hingga layangan berada ditangan kemudian kupacu langkah menuju ‘dangau’ terdekat. Setelah berteduh kutemukan benang layanganku kusut sebab tadi tak langsung kupintal. ada gerimis dihatiku dan malamnya gerimis itu berubah hujan ketika menceritakan pada ayah tentang kejadian sore. Dengan bijak ayah berkata “nak..semua hal pasti ada penyelesaiannya,  semuanya” kemudian mengambil benang layanganku yang sudah sangat kusut sebab niatku memperbaikinya malah berakhir berantakan. Ketika pagi aku terjaga, benang itu sudah ada disampingku dan aku langsung percaya kata-kata ayah ‘semua hal pasti ada penyelesaiannya..semuanya’.

**

Andai kau tahu berapa lama lagi boleh hidup..apa yang akan kau lakukan?? Kutulis lagi kalimat serupa dalam buku itu sebab hingga hari ini aku masih belum menemukan jawabannya. Mungkin aku memang harus sepakat dengan jawaban kawanku untuk mengisi waktu dengan hal-hal penting yang menyenangkan, namun kenyataannya aku hanya menghabiskan waktu dengan mencoret setiap angka dikalender ketika hari berlalu, menghitung mundur waktu yang diprediksi dokter (padahal sudah kubilang tidak akan mempercayainya), menziarahi setiap potong kenangan bersama orang-orang yang kusayang, aku belum siap untuk meninggalkan sketsa cinta itu, sketsa dengan ragam warna hingga kadang kusebut ‘pelangi’.


“zee” entah kapan ibu berdiri disampingku dan ikut melihat keluar jendela “ada apa?” beliau mungkin berhasil membaca gamang yang telah berusaha kusembunyikan “ada mentari bu” dan aku langsung menyesal telah mengucapkannya, “bulan yang indah”ujar ibu berusaha untuk tetap tenang.


*mendekati pergantian bilangan usia dan saat bertemu dengan-Nya sudah semakin dekat. Tetaplah bersyukur sebab Dia masih memberimu waktu untuk melakukan hal penting yang menyenangkan. dan ingat,,semua hal pasti ada penyelesaiannya..semuanya..!






Biarlah Bulan jadi Mentariku (Part I)



siang ini cukup terik untuk ukuran awal bulan hujan, sejenak berdiri mematung didepan sebuah bangunan bertingkat yang tidak asing bagiku, “ayo” pelan suara ibu ketika mengamit tanganku, beliau berjalan tergesa ke loket karcis dan tak lama sebuah suara membaca namaku diiringi anggukan kepala ibu. Mereka tidak (akan lagi) kesulitan menemukan namaku sebagai pengunjung tetap disini.


“ayo” kembali ibu bersuara mengajakku ke ruang yang semua tempelan dindingnya  nyaris hapal bagiku “assalamu’alaikum” sapa ibu pada seorang gadis berbaju putih yang duduk didekat pintu “wa’alaikumsalam.. masuk bu, apa kabar zee?” ramah gadis itu menyapa. “alhamdulillah..” ucapku singkat diiringi senyum. “langsung masuk saja zee”  ujarnya menyilakan. Ah..aku selalu benci jika harus masuk kesana, keruangan cat putih berukuran 3x4 dan bertemu dengan orang yang sama berkali-kali, sebenarnya aku tak ada masalah dengan beliau, tapi aku (selalu) bermasalah dengan berita yang beliau sampaikan. “hari ini cerah?” suara beliau ketika aku menyibak kerai pembatas, “lumayan” jawabku setengah hati. “baiklah, bagaimana kuliahnya?” beliau masih (tetap) ramah, “baik” terdengar sedikit ketus tapi beliau malah tersenyum “dengan siapa kesini?” aku tak menjawab dan beliau memberi tahu gadis tadi untuk menyuruh ibu ikut bersamaku disini.

Setelah beramah tamah dengan ibu, ‘sesuatu’ yang kutunggu akhirnya terdengar juga, dengan hati-hati dan bahasa yang amat bijak serta terkesan menabahkan.. beliau menyampaikan hasil lab dari Jakarta yang dikirim minggu lalu. Aku ingin teriak tapi malah terisak, meski aku belum  kenal ‘jenis’ yang beliau sampaikan tapi aku rasa ‘hal itu’ adalah sesuatu yang mengerikan. Terlebih saat mendengar bahwa aku harus berada disini sampai batas waktu yang belum ditentukan.

“Ibu..” kalimatku terputus ketika menjumpai bulir bening menggaris wajah beliau “ya”kudapati senyum yang menenangkan, “apa zee harus disini?” tanyaku hati-hati sebab tak ingin ada garis selanjutnya diwajah beliau, “kenapa nak? Bukankah ibu juga disini bersama zee?” aku tahu beliau mencoba menahan bendungan air mata, “ya.. ada ibu disini” senyumku berusaha tulus.

**

Aku tak tahu lagi bagaimana teriknya siang bulan ini, pun aku tak mengenali titik hujan dari awan kelabu september, yang kutahu hanya jendela dengan tirai tinggi untuk menghalangi cahaya matahari, yang kutahu hanya selang-selang monitor terhubung dengan tubuhku, yang kutahu hanya delapan pil pahit yang harus kutelan tiga kali sehari, yang kutahu hanya satu persatu dari temanku diruang ini ‘pergi’ bersama airmata tertahan dari orang-orang yang menyayangi. Dan yang terakhir kutahu adalah.. semua yang terbaring disini tak pernah keluar ruangan dengan bernafas.

“ibu..”kucari mata teduh itu “zee ingin tinggal dirumah”. “disini saja nak, agar zee lekas sembuh” senyum yang selalu menentramkan. “dirumah saja bu,, zee suka dirumah”, beliau menghela nafas berat “zee janji tetap makan obat, zee juga janji untuk menghindari sinar matahari” kupegang tangan ibu “zee lebih suka dirawat ibu” ujarku mengakhiri kata. Beliau tak bersuara, hanya tersenyum dan melangkah pelan kekamar mandi, aku tahu bahwa tangis beliau pecah disana.

**

Kukuak pintu kamar yang sudah 37 hari kutinggalkan, ada kerinduan tersemat di gorden jendela, tempat kubiasa memandangi hujan dibulan-bulan berakhiran ‘ber’, tempat kubiasa melihat anak-anak MDA keluar dari kelasnya sambil berlari, tempat kubiasa berlama-lama dengan buku yang penuh coretan tanpa judulku. Kuedarkan pandangan sekeliling, kutemukan mushaf hijau lumut diatas meja, sudah lama tak kusapa dia, semenjak Dia memberiku gelar ODAPUS karena Systemic Lupus Erythematos dengan senang hati menginfeksi sistem dan organ tubuhku seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, ginjal, hati, jantung dan  otak (serta nyawaku..!), semenjak sinar matahari merupakan ‘musuh’ besarku, semenjak Dia memberiku ‘sesuatu’ yang belum diketahui obatnya, semenjak sel darah merahku dihancurkan oleh ‘sesuatu’ yang asing dalam tubuhku sendiri, semenjak aku ingin untuk tak melihat fajar selamanya.

Ah..tapi bagaimanapun_aku rindu Dia.. aku rindu saat Dia mengajarkanku buah manis kesabaran, aku rindu saat Dia mengajarkanku indahnya kemudahan setelah memberiku pahit kesulitan. Kusentuh mushaf itu dan kutemukan debu disana, apa sekarang Engkau marah? (seperti marahnya aku pada-Mu?) apa sekarang Engkau kecewa? (seperti kecewanya aku pada-Mu?) apa sekarang Engkau juga meninggalkanku?(seperti aku yang telah meninggalkan-Mu?).

Sudahlah..aku tak ingin ada Engkau hari ini..!!!

**

Mendekati subuh, aku masih sempat melirik Doraemon yang berjingkat setiap detik mengelilingi rotasi yang tertutup oleh loncengnya, sunyi mendekap malam dalam hangat pekat dan tiba-tiba semua gelap, awalnya kupikir pemadaman listrik tapi suara radio dari kamar sebelah masih terdengar jelas, segera kupanggil ibu tapi suaraku tercekat, berusaha kuberanjak menggapai pintu kamar yang seingatku berada sebelah kanan dari tempat tidur tapi sia-sia, aku tak bisa menggerakkan satu jaripun, dingin mulai mengambil tempat diujung jari kakiku, perlahan naik ke lutut dan berdiam diri hingga gigil mulai memeluk sendiku, pelan beranjak menuju dada sembari meninggalkan beku ditulang dan itu sakit, sangat sakit. “Allah” bisikku “jika ini adalah saat dimana Engkau hendak memanggilku maka tolong kabulkan pinta terakhir, izinkan aku sejenak membahagiakan ibu”, degub jantungku terdengar lantang berpacu dengan isak tertahan milik ibu yang entah sejak kapan telah berada dikamarku “nak..” suara ibu lirih. “hingga saat ini aku masih percaya bahwa Engkau Maha Mendengar wahai Dzat yang lebih dekat dari urat leher..!” sambungku tanpa suara. Hangat kembali menjalari tubuh bersama darah dari jantung yang memompa dengan kecepatan penuh, secercah sinar mulai menyentuh pupil dan mengantarkan informasi itu kesyaraf otakku, disekelilingku ada ayah dengan Al-Qur’an ditangan beliau, ada Kakak yang berdiri mematung, dan ada ibu dengan wajah lega ketika kubuka mata.



**


“tok..tok” pasti ibu mengira aku masih dalam selimut pagi ini, “iya bu..” aku membuka pintu dengan senyum mengembang, “mau jalan-jalan?” tanya ibu dan aku segera mengangguk.. hal yang sering kami lakukan setelah subuh hingga mentari terbit (meski aku rindu melihat semburat dari ufuk timur tersebut). Bersyukur Dia mau mengabulkan pinta terakhirku, bersyukur juga kini Dia ada (dan akan selalu ada) dihariku, bersyukur sebab Dia mengajariku pelajaran yang amat berharga tentang husnudzan yang ternyata berkawan baik dengan  sabar dan ikhlas. Kini aku tak marah, kecewa apalagi hedak meninggalkan-Nya.. terlalu bodoh jika pertanyaan retoris dalam surat cinta-Nya kuabaikan begitu saja “fabiayyi’ala irabbikuma tukadibaan?”. Tidak Ya Rahman,, aku tak hendak (dan tak ingin lagi) mendustakan semua nikmat-Mu, meski aku harus menghindar dari terik siang-Mu..biarlah bulan jadi mentariku, meski bocor tetap milik ginjalku tapi aku lebih beruntung dari mereka yang ginjalnya dicuri, meski ujung jariku sering biru sebab jantung tak mampu memberi oksigen yang cukup sampai disana tapi bukankah aku lebih beruntung dari mereka yang bahkan tak punya tangan. Jadi Terima Kasih Engkau telah memberiku hidup dan orang-orang yang membuatku merasa hidup. Dan jika Engkau hendak memanggilku, maka panggillah aku setelah melihat senyum ibu.

catatan Hati

Sunyi, tak ada suara selain irama jariku yang menari lincah diatas keyboard. Malam ini memang tak biasa, sejak jam sembilan tadi teman-teman kos telah kembali kekamarnya masing-masing, sebelum berangkat mereka sempat berpesan agar aku segera tidur sebab acara besok akan menguras tenaga. Ya..besok adalah hari dimana ratusan mahasiswa resmi ‘melepaskan’ status
kemahasiswaannya, hari dimana ratusan orang sepertiku harus memulai langkah baru..meski siap atau tidak, hari dimana ratusan orang sepertiku layaknya kura-kura yang keluar dari cangkang telur dan bergegas kelaut. ah..bagaimana aku bisa memejamkan mata sementara langkahku lusa masih diselimuti kabut abadi. Bagaimana aku bisa terlelap tidur padahal mulai besok, aku tak tahu harus melangkah kemana tanpa status seperti biasa.
Mendekati tengah malam, sunyi makin betah berlama dikamarku, mungkin ia tahu bahwa ini malam terakhirku disini, dikamar yang dindingnya penuh tempelan coretan yang kubuat, dan tulisan paling mencolok adalah “aku tidak tahu ini rahmat atau musibah, aku hanya ingin berprasangka baik pada-Mu, Allah” yang kubuat ketika mengerjakan skripsi. Yuph.. segera saja tulisan itu kulapalkan lagi untuk diriku sendiri, berharap semua yang akan terjadi menjadi lebih baik berdasarkan persangkaanku pada-Nya.

jam 2.30 dini hari, dan ‘nyanyian tidur’ ku sudah berulang 7 kali.. padahal biasanya aku hanya mampu mendengar setengah dari seluruh bait. Ah,, harusnya aku sudah terlelap..!

**
Sunyi ternyata meninggalkanku jam 4.30, tepat ketika salah seorang temanku yang juga akan wisuda pagi ini keluar dari kamarnya untuk mandi. Mungkin ia bergegas kesalon agar sebelum jam 8 sudah berada diruangan dengan dandanan rapi. Hm.. “semoga hari berlalu dengan (sangat) cepat”  do’aku mengawali hari. pagi ini juga tidak seperti pagi biasa sebab kebanyakan teman-teman datang dengan wajah riang dan rupa yang nyaris tak kukenal..  bersyukur aku tidak ‘ikut’ sebab aku tak bisa membayangkan akan seperti apa wajahku setelah di’permak’.
Ruangan penuh sesak oleh lebih dari 2000 orang pagi ini, mereka adalah mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya disini dan kembali pikiran itu melintas diotakku, akan kemana semua wisudawan/ti ini sehari, seminggu atau sebulan setelah hari ini? Adakah tawa renyah mereka adalah bentuk kebebasan atau malah sebentuk topeng untuk menyembunyikan kegelisahan seperti yang kugunakan? Adakah wajah riang mereka adalah bentuk kepuasan sebab telah lulus atau malah hanya sebentuk kebaikan agar gundah itu tidak terbaca dan menular? adakah saat ini pikiran yang ada dikepalaku juga singgah dibenak mereka? Tentang lusa yang dalam kabut abadi, tentang tangung jawab yang sebenarnya telah ada dipundak ketika pembimbing menyalami dimeja hijau dengan wajah puas? Tentang harapan dari orang tua yang kini mulai bertunas? Tentang masyarakat yang meminta partisipasi lebih pada sarjana, tentang banyak hal lagi yang tak bisa kujabarkan,,“hei..foto yuk” sebuah suara terdengar dengan tepukan pelan dipundakku, tapi aku malas untuk mengabadikan senyum tidak tulusku hari ini jadi kuputuskan untuk menjadi fotografer dengan beberapa kamera ditangan.



aku tidak tahu ini rahmat atau musibah, tapi aku hanya ingin berprasangka baik pada-Mu Allah gumamku meyakinkan hati agar otak tak galau lagi.