L

Header Ads
Tiny Star

Hati perempuan laksana danau

kau tak akan tahu isinya kalau hanya sekadar mendayung perahu dipermukaan

Perjalanan...

Bersamamu ternyata jalan ini lebih indah, meski kadang tak mudah

Ketika kau bertanya apa warna yang kusuka

ketahuilah, bahwa aku suka sekali warna langit ketika matahari hendak bersembunyi

Indah?

...dan surga jauh lebih Indah

Menurutmu mana yang lebih kuat antara karang atau ombak?

Bagiku Ombak lebih kuat sebab meski tahu akan pecah tetapi dia tetap memenuhi janji pada pantai

backstreet....!

Miris?
Sangat..
Sakit hati?
Mungkin,,
Pertanyaan itu yang rasanya tepat untuk menggambarkan suasana hati perempuan itu saat ini, baru saja sebuah pesan singkat masuk ke HaPenya, “jangan pernah urus urusan orang lain”..perkara sebenarnya hanya kesalahpahaman tapi karena dibumbui sediit rasa terlarang maka seolah menyangkut masalah keselamatan penduduk dunia.



Backstreet….! Kata yang dibenci perempuan itu yang membuatnya harus berurusan dengan perkara ini, bukan sebagai pelaku tapi perempuan tersebut bertindak sebagai gudang rahasia dari hubungan yang (berusaha) disembunyikan itu? Dan malam tadi, tanpa sengaja rahasia tersebut teucap olehnya maka sepasang kawannya pun menguliti perempuan itu lewat pesan singkat.



“ayolah..jika kalian tahu bahwa islam tidak mengenal pacaran sebelum pernikahan maka mengapa menghubungkan perasaan yang belum halal itu dalam sebuah ikatan yang berusaha disembunyikan? Jika kalian tahu bahwa hubungan itu lebih banyak mengandung ketakutan maka mengapa harus menikmati rasa yang belum saatnya kalian satukan? Dan jika kalian sedikit lebih menghargai orang yang kalian harap akan menjadi pasangan kalian maka mengapa memilih untuk menodai hatinya terlebih dahulu’ monolog perempuan itu ketika membaca pesan-pesan singkat berima ancaman yang diterimanya.



Hufft…tak ada yang bisa diperbuatnya setelah perkataan yang tidak ditanggapi mengenai perkara itu selain do’a untuk mereka yang berfikir bahwa mereka mampu menyembunyikan hubungan itu, jangan bodoh kawan, ada perancang hidup Maha Teliti dan Maha Mengetahui segala urusan yang kalian lupakan dalam perkara ini.. dan ketakutan yang kalian rasa sekarang adalah buah dari dosa itu (dosa adalah apa-apa yang membuat hati tidak tenang).



‘Saudariku’ ketiknya cepat ‘jika dia mencintaimu maka dia tidak akan menawarkan ikatan rapuh tanpa status itu padamu, jika dia mencintaimu maka dia akan meminta pengalihan tanggung jawab dari ayahmu, jika dia belum sanggup untuk itu maka dia akan menjaga hatimu dengan berusaha menjaga hatinya terlebih dahulu.. jika dia mencintaimu maka dia akan memohonkan penjagaan-Nya untukmu, bukan malah ‘menjagamu’ dari aturan-Nya’..segaris bening telihat diwajah perempuan itu.



‘saudaraku’ ketiknya lagi ‘jika memang engkau mencintainya maka belajarlah untuk mencintai-Nya terlebih dahulu karena dengan begitu engkau tak akan melangar bentuk cinta-Nya berupa aturan jelas tentang ‘pacaran’, jika memang engkau mencintainya maka berjanjilah dengan menggengam tangan ayahnya dihadapan saksi dunia akhirat. Jika memang engkau mencintainya, jangan buat dia menangis karena hubungan terlarang kalian diketahui orang lain. jika memang engkau mencintainya namun belum sanggup menggenapkan dien-mu maka jangan rusak dien orang yang engkau cintai. Dan terakhir saudaraku..jika engkau memang mencintainya, maka minta Dia menjaganya dengan terlebih dahulu menjaga dirimu dengan puasa’ perempuan itu menyeka air matanya, tak sanggup menahan miris dihatinya ketika menyadari cinta-Nya diduakan dengan makhluk-Nya sendiri.



‘memang tidak mudah menahan rasa itu saudariku tapi Fatimah az Zahra sudah memulainya berabad yang lalu, memang sulit untuk membungkam rasa itu saudaraku tapi perjuangan Ali mengikhlaskan perempuan yang dicintainya untuk orang-orang terpilih mengantarkannya pada makna agung sebuah pernikahan suci dengan buah hati kekasih-Nya’ ketiknya mengakhiri kisah pagi ini.

mEnunggu

Menunggu…
Kata yang akhirnya menjadi akrab bahkan lebih karib dari sahabat..
Dan itu yang sedang kulakukan sekarang..mengusir bosan dengan pensil dan sebuah buku yang nyaris penuh dengan coretan-coretan tanpa judul, ah_biar kucoba memaknai kegiatan ini dari sisi indahnya..
Baiklah.. pelajaran pertama yang kudapat selama menjadi penunggu aktif adalah ‘orang yang menjadikan ‘menunggu’ sebagai kebiasaan adalah orang yang ramah’ bukan tanpa sebab kesimpulan itu kutarik.. cobalah jika tak percaya, sapa mereka meski tidak kenal kemudian bertanyalah dengan sopan siapa yang sedang mereka tunggu dan telah berapa lama maka lima menit kemudian akan kau dapati kenalan barumu seperti sahabat lama yang baru saja dijumpai.. saran yang bisa kuberi untuk ini..siapkan telingamu mendengar curhat mereka dan juga pelajari karakteristik saran yang mereka butuh.

Pelajaran selanjutnya.. ‘kadang seseorang tidak butuh jawaban tepat kecuali penguatan’.. baru saja seorang kawan duduk disampingku, se-BP dan juga sekelas.. tiba-tiba saja dia bertanya mana yang lebih baik memilih sekolah eksperimen yang tepat untuk judul yang sedang dikerjakannya..jujur _aku tidak terlalu mengerti tentang pemilihan tersebut dan kuyakin diapun tahu bahwa aku tidak begitu mengerti maka dengan kesabaran penuh..perlahan dia mengajariku mengenai hal tersebut dan akhirnya.. sebuah kesimpulan ditariknya sendiri bahwa lebih baik dia memilih sekolah dipadang dan dikampungnya agar metode yang diterapkan tidak saling bercampur dan juga mempertimbangkan standar sekolah yang harus disamakan .. tak ada yang bisa kulakukan selain mengangguk dan memberi penguatan dengan kalimat sendiri berdasarkan penjelasan yang baru saja kudapat.. hufft…akhirnya dia berlalu dengan wajah puas.

‘kekecewaan bisa datang dalam hitungan detik tapi kesabaran penantian tidak mengenal satuan ukur’ tak perlu ada penjelasan kurasa.

‘aku yakin menunggu adalah sarana untuk saling mengenal’ he..he..aku bukan termasuk mahasiswa populer tapi aku suka berkenalan dengan banyak orang meski kadang jenuh juga ketika ingin sendiri malah tak ada tempat untuk itu. Sejak menunggu menjadi sebuah keharusan maka sejak itu pula kenalanku bertambah jadi kuyakin..bahwa menunggu adalah sarana untuk saling berkenalan.

‘media untuk melatih kesabaran dan keikhlasan’ terkesan sedikit memaksa tapi percayalah, para penunggu adalah orang-orang yang sabar luar biasa, mereka bisa mengundur jadwal makan dan beberapa jadwal lainnya..bahkan mungkin jadwal shalat (miris) demi seseorang yang kadang hanya tersenyum dan berucap “hari ini saya capek sekali, saudara kembali besok saja” atau redaksi lain “tinggalakan saja dimeja saya” dan berlalu tanpa sedikitpun senyum.

kulihat seseorang disamping yang wajahnya tidak kukenali dan sambil tersenyum aku menyapa, “nunggu siapa b’?” beliau menyebutkan salah seorang nama dengan nada datar, aku mulai tertarik ketika tahu bahwa beliau nyaris DO sebab BP 2004, alasannya? masalah pribadi dengan pembimbing yang sedkit ‘pendendam’, Sebab lainnya? Perkara penulisan karya ilmiah –skripsi- , solusinya? MENUNGGU jadi kupikir kegiatan ini adalah ‘sarana untuk belajar makna empati’.

Selanjutnya..aku juga ‘belajar untuk tertawa diatas penderitaan orang lain’ () ma’af jika pelajaran ini sedikit kontroversi,, maksudnya disini, dari sekian banyak penderitaan yang kudengar selama jadi penunggu aktif maka perlahan aku tertawa (baca: bersyukur) bahwa ternyata ujian-Nya untukku masih lebih ringan ketimbang ujian yang mereka dapat..
Sudah dulu pelajaran hari ini karena orang yang kutunggu sudah datang..meski tanpa senyum tapi kuyakin beliau ramah..
Oke_do’akan aku..
Bismillah..

NB: kita tak pernah tahu kemana nasib akan membawa namun jika esok engkau jadi dosen.. perlakukan mahasiswa sebagai mana engkau ingin diperlakukan ketika jadi mahasiswa, kawan..

fall'n luv

Aku sadar aku telah jatuh cinta..
Kini kupercaya bahwa cinta itu adalah awal dari musim semi sebab semua hal tampak bertunas, berbunga dan menawan.. aroma udara juga tercium sangat khas sehingga segurat senyum selalu mengambang dihariku. Indah..jika ada kata yang lebih baik dari itu aku ingin memakainya untuk gambarkan rasa ini..

Selama ini aku terbiasa menertawai ketololan tingkah orang yang sedang disapa cinta maka kali ini harus kutertawai juga sikap bodohku yang menghabiskan waktu hanya untuk bercengkrama dengan imajinasiku sendiri. Menikmati lirik-lirik cinta sembari membayangkan sosoknya.
Tapi…ada sesuatu yang berbeda dari hari-hari yang lalu, ada sesuatu yang tak kutemukan dari rangkaian bunga musim semi cintaku.. dan akhirnya aku sadar bahwa aku kehilangan Dia.. aku kehilangan damai-Nya.. akupun kehilangan prinsip yang selama ini kujaga..
Hei apa ini…! Kenapa sosoknya membuat Dia terlihat samar, kenapa hadirnya membuat Dia terasa tiada, kenapa cinta ini memudarkan cinta untuk-Nya?
Cukup lama aku memilih, harus berada diantara Dia yang makin samar dan dia yang mulai nyata. Antara menikmati cintanya sekarang atau menunggu cinta itu purna atas izin-Nya. Antara indah yang sedang kurasa saat ini bersamanya atau sakit yang harus kujalani jika meninggalkannya. Antara halal yang ditawarkannya ataukah halal yang memang diberikan-Nya.. dan pilihan terakhir tadi membuat semuanya tampak jelas.. aku sadar aku telah jatuh cinta tapi aku juga sadar bahwa aku harus segera membangun kembali cinta itu untuk-Nya.

Memang perih ketika pilihan itu kuambil, bunga cintaku mulai gugur perlahan dan itu sakit, musim semi dihariku tak lagi indah karena terik keputusan yang kupilih membuat tunas dan kuncup-kuncup muda mulai meranggas dan akhirnya kering tak bersisa.. tapi aku percaya..musim semi akan kembali hadir bersama ridha-Nya, bersama halal-Nya dan bersama kejutan berupa setengah dari agama..
maafkan aku cinta, bukan aku tak mau jatuh bersamamu sekarang tapi aku memilih untuk bangun bersamamu nanti.. bukan aku tak ingin kau menyapa tapi aku ingin kau menjaga. Kupilih Dia yang menciptakanmu..bukan dia yang mengundangmu.. kau tahu cinta..sungguh teramat sakit menyadari bahwa belum saatnya engkau hadir disini tapi aku senang pernah mengenalmu dalam keterbatasan yang indah. Pergilah perlahan cinta..jemput Dia agar hadir kembali. Meski aku menginginkannya tapi aku lebih membutuhkan-Nya. Jangan lupa sampaikan pada-Nya bahwa air mata ini bukan untuknya tapi untuk-Nya..

Perempuan Lili Air


Perempuan itu terdiam beberapa lama memandangi deretan angka yang menjadi nilai semesternya bulan januari esok.. segera buku itu disimpannya dalam tas dan beranjak kekamar mandi.. hal yang selalu dilakukan ketika emosinya sedang terganggu.. kecipak air terdengar beberapa kali dan wajahnya basah oleh wudhu ketika pintu itu terbuka namun jika diperhatikan..bukan hanya air wudhu yang ada diwajahnya tapi siapa peduli..tak ada yang memperhatikan tingkahnya disini.
Ia melangkah menuju tasnya sambil tersenyum getir.. “Saya pamit dulu, pak” sapanya pada pria seperuh baya yang terduduk didepan laptop 14”.. tak ada jawaban ketika dia beranjak keluar.. sempat ia berucap salam tapi tak jelas ada jawaban atau tidak..
Hal yang paling biasa ia lakukan ketika sedih, kecewa dan bentuk emosi lain yang menguaras energi positif adalah bermain air.. dulu ketika ibunya memarahi maka ia akan berlari ke bak air dan bermain air disana, ketika pindah rumah maka hal yang dilakukannya adalah mengisi baskom dengan air kran dan ia bermain dengannya.. namun kini sedikit ada perubahan.. ia hanya perlu memandangi air dan mendengar kecipaknya. Hal yang menurutku aneh tapi bukankah dia bagian dari keanehan semesta, dimana kemustahilan adalah sesuatu yang mustahil tak ada. Lihat saja nilai yang diperoleh perempuan itu..deretan digit yang tak mungkin namun menjadi mungkin. Angka-angka tanpa belas kasih bertengger diatas garis yang akan menjadi penentu target yang disusunnya.
Siang telah mulai tua sehingga pendar sinar tak lagi garang.. perempuan itu menghentikan langkah dikolam teratai yang secara tak sengaja ditemukannya dulu maka segera ia mengambil posisi ditepi kolam.. tak ada siapa-siapa disana karena sekali lagi_tak banyak orang yang mengahabiskan hari dengan memandangi lili air..pun tak ada yang menaruh perhatian pada kolam tak terawat, bukan. Disana perempuan itu menghabiskan petang, melempar air dengan tanah-tanah kecil agar terdengar kecipak. Memandangi daun teratai yang selalu membuatnya takjub pada pencipta semesta yang mempunyai seni paling indah. Meski hanya kuncup lili air yang ditemuinya sore ini tapi imajinasinya bekerja seperti biasa_menciptakan bunga itu dengan berbagai warna hingga deretan nilai yang baru saja diterimanya tersebut berubah menjadi kelopak jingga.
Mengingati perjalanannya selama 5 bulan yang lalu hingga hari ini, menikmati sakit yang akhirnya tak dirasa lagi, memangku lelah yang kian menggerogoti berat tubuh, dan sesekali menjemput semangat ditelaga bernama keluarga.. ia percaya bahwa tak ada yang sia-sia maka berbekal kalimat sederhana ‘ketika malam puas dengan gelapnya maka fajar datang dengan terang cahayanya’.. ia jalani hari meski tertatih hingga hari ini.. Hari yang menjadi puncak dari gelap malamnya jadi esok pasti fajar menjelang dengan terang cahaya.. ‘ah lotus…kau membuatku iri, diair keruh engkau tetap cantik, diair jernih engkau tambah memukau, ketika tak satupun bunga bertahan didinginnya es..kau sambut matahari beku dengan kelopakmu. Selalu kau awali subuh dengan mekar dan kau mundur teratur diwaktu dhuha. Tak pernah kudengar daunmu terbakar diterik siang..pun tak pernah kudapati akarmu terbawa arus.. Lalu imbalan apa yang kau tagih dari katak yang betengger didaunmu? Dari embun yang setia berkunjung? Dari capung yang menjadikanmu tempat melirik jenisnya?’
Petang datang menjemput, segera ia beranjak kerumah sederhana yang telah ditinggalinya dua tahun belakangan..dan lagi,,hal pertama yang dilakukannya adalah memutar kran dan bermain air dikamar mandi sempit tapi tak lama karena adzan magrib berkumandang ketika sedihnya mengalir bersama air yang mengalir dari kran..

I luv Friday

Bismillah
Aku suka jum’at, meski sebagian orang mengatakan bahwa jum’at adalah hari yang singkat tapi aku suka melihat jemaah yang melimpah hingga keluar mesjid, aku suka mendengar khutbah jum’at dan selalu kurasa bahwa jum’at adalah hari kedamaian karena melihat kebanyakan orang memakai baju muslim (:
Baru saja acara perpisahan akan dimulai ternyata gempa sudah duluan memisahkan, anak-anak berhamburan keluar kelas dan yang paling kucemaskan adalah keadaan mereka menuruni tangga sempit..jangan sampai ada yang terjatuh dan terinjak-injak. Aku berteriak-teriak agar mereka berhati-hati meski mungkin tidak terdengar tapi biarlah peringatan itu menjadi do’a agar anak-anakku baik-baik saja. Beberapa dari mereka menghampiriku dengan wajah panic maka baru kali ini kurasakan kedewasaan itu berlipat-lipat hingga posisi guru memang harus kupikul “tenang saja, jangan panic dan istighfar ya” tuturku pada siswa yang mencangkram erat lenganku.. pandanganku segera beredar mencari ruang segitiga keselamatan yang pernah kupelajari untuk siswa yang berada disekitarku dan ketika ruang imajinasi itu kutemukan, gempa sudah mereda hingga kusuruh mereka agar segera meninggalkan kelas namun malah beberapa siswa kembali kekelas untuk mengajakku keluar..ah anak-anakku_cinta ini untuk kalian..
Untuk menutup perpisahan maka kukumpulkan lagi mereka karena berdasarkan firasatku yang seadanya, gempa susulan tidak akan terjadi 15 menit kedepan.. ajaib_35 orang anakku berada dikelas pada tepat setelah gempa terjadi meski dengan wajah pucat, cemas dan sebagian yang lain masih bias tersenyum meski pias.. tapi siketua kelas kulihat bersiap melanjutkan tidurnya.. Dian_janjimu akan selalu ibu tagih setiap selasa..!

Acara berakhir dengan foto-foto, arah lensa kamera menjadi tempat paling menarik untuk tersenyum maka kini kudapati lagi mereka dengan keceriaan seperti biasa.. trauma pasca gempa? Entahlah..entah kemana ia, mungkin pergi bersama bus kota yang sesak penumpang, bersama klakson kendaraan dikemacetan atau pergi bersama suara wali kota yang menenangkan warganya.

Ah..aku suka jum’at meski kali ini duduk sendiri ditaman sekolah menyaksikan kepanikan luar biasa,,buan karena gempa tapi lebih karena isu-isu miring yang sudah beradar sebelumnya dikota ini tentang gempa dan tsunami. Hm…apa yang kurasa saat ini? Damai? Mungkin..sebab tak ada detak cemas dihatiku setelah pesan untuk ortu, uda dan uni dilaporkan terkirim.
Aku suka jum’at..apapun kejadiannya namun dimataku selalu indah..

I luv Friday ^^

Bismillah..
Aku suka jum’at, meski sebagian orang mengatakan bahwa jum’at adalah hari yang singkat tapi aku suka melihat jemaah yang melimpah hingga keluar mesjid, aku suka mendengar khutbah jum’at dan selalu kurasa bahwa jum’at adalah hari kedamaian karena melihat kebanyakan orang memakai baju muslim (:
Pagi ini..seperti biasa..kusenyumi jum’at yang selalu cerah dimataku. Lalu dengan semangat kujejali bus kota dengan music yang terlalu berisik untuk telinga tapi tak apa.. hari ini aku sedang senang. Mendekati meja piket kulihat ada sebuah kotak kue disana, kusenyumi juga kotak itu..’siapa yang akan memotongmu kali ini?’ bisikku tertuju pada kue dalam kotak.
Dhuha datang dengan perlahan seiring dengan matahari yang makin meninggi, terlihat dosenku disekolah.. ‘ada apa?’ tanyaku penasaran dan kudekati beliau.. ‘pak..ada yang bisa dibantu?’ sapaku setelah dekat.. ‘oh..saya mencari buk Lili Voni, ada?’ jawab beliau ramah tapi tak lama setelah menyadari bahwa aku adalah salah satu mahasiswa bimbingan beliau.. dan selanjutnya_ceramah panjang dari dosen itupun mengalir tentang keseriusan mengerjakan tugas akhir, tentang jadwal yang harusnya tidak terusik oleh PL dan banyak lagi..ceramah itu berlangsung cukup lama hingga bel berbunyi sehingga segera kupamit untuk mengajar huff..betapa perhatiannya dosenku (:
Segera kulangkahkan kaki menuju kelas bersama lembar soal ulangan SK 3 yang kubuat kemaren.. tapi ada yang berbeda dari mereka, tak ada persiapan ujian atau apa tanyaku sendiri mendapati wajah mereka yang berbeda dari biasa. Baiklah..kuabaikan tanya itu dan segera memulai ujian_
Arrgh…ada apa dengan mereka, kenapa hari ini bandel sekali? Ujian tapi ributnya minta ampun..! enggan disuruh pindah duduk dan malah ada yang tidak mau.. meski sekarang jum’at tapi tidak ada larangan untuk marah bukan? Maka segera kupasang tampang sangar luar biasa agar mereka segera menyadari kemarahanku.. tapi apa ini??? Kenapa mereka tidak peduli sedikitpun maka kudiam..berusaha bertahan dalam ekspresi datar dan lumayan berhasil meski tidak seberhasil biasa.
Dan dari pada keadaan ini berlanjut maka kusuruh saja siswa yang sudah selesai ujian untuk pulang,,mengambil resiko berurusan dengan piket demi kelancaran ujian.. tapi mereka tetap mau tinggal dikelas.. hufft…jum’at yang menguras kesabaran_semoga tidak kering..
menunggu semua selesai ujian kubuka FB yang pada dasarnya dilarang ketika mengajar dikelas tapi biarlah kali ini,,toh dari pagi semuanya berbeda dari biasa.. HEI…apa-apaan nie teriakku sendiri dalam hati melihat laporan bahwa FB ku dibuka dengan paksa oleh seseorang di Bandung ID.. dengan pengetahuan seadanya, kucoba memperbaiki semuanya dan Alhamdulillah berhasil.
Oke_semua sudah selesai ujian dan saatnya menenangkan diri dikamarku tercinta,..bersiap-siap untuk pulang setelah mereka berucap salam.. pun tidak seperti biasa,,tidak ada yang berdiri dari tempatnya padahal biasanya mereka berlarian menyalamiku untuk kemudian hilang dibalik pintu kelas. “selamat ulang tahun……” lagu itu pecah diseantero kelas, dan perasaanku??? Entahlah_ini kali pertama aku diberi kejutan ulang tahun oleh siswaku, inipun kali pertama aku menghabiskan jum’at dengan keanehan yang tidak seperti biasa. Salah seorang siswa maju dengan membawa sebuah kue tart dihadapannya.. Subhanallah.. indahnya jum’at-Mu ya Rabb..bisikku tertahan terima kasih untuk cinta ini lanjutku lagi sebelum memotong kue dengan iringan suara anak-anak,,
Mubazir? Mungkin itu yang harus dipertanyakan ketika hiasan kue itu mendarat diwajahku.. tapi seperti alasan tadi, ini jum’at yang tidak biasa jadi harap dimaklumi dan tak ada yang terbuang percuma sepertinya jadi konsep mubair tidak terpenuhi (maksa.com)
Perlahan kuturuni jenjang menuju lantai satu, dengan wajah belepotan mentega kudekati kran air untuk cuci muka, minyak..! dan kujamin jerawat akan dengan senang hati berkunjung esok.. “nie sabunnya buk..” sekali lagi haru ini menghampiriku dan segera kuraih sabun yang ditawarkan anak-anakku..
Kulihat dikejauhan wajah protes guru-guru dan kuartikan sebagai rasa takjub meski sebenarnya kutahu beberapa menit dari sekarang akan segera mendengar ceramah panjang lebar tanpa spasi dan tanpa pendahuluan serta penutup yang berantakan karena setelah kuberlalu maka ceramah itu akan diulang lagi dengan judul berbeda.. “ada apa?” pertanyaan awal yang akhirnya menjadi bait pembuka ceramah selama shalat jum’at oleh guru-guru itu..aku tak ingat detil yang disampaikan dan akupun lupa membawa catatan sehingga hanya dua kesimpulan yang bisa kuambil “jangan terlalu dekat dengan murid-murid dan murid zaman sekarang tidak menghargai guru” dan terima kasihku bu guru semua, pesanmu akan kusimpan dulu..untuk kemudian kucerna dirumah.
“sudah mau pulang?” pamongku datang tanpa pemberitahuan tapi kuyakin beliau mendapat pemberitahuan dari guru-guru mengenai kasusku tadi.. rasanya aku tahu kemana arah pembicaraan.. dan dengan sabar kudengar petuah beliau..
sekali lagi, aku suka jum’at..! meski sebagian orang mengatakan bahwa jum’at adalah hari yang singkat.

Tawuran

Aku bergegas naik bus kota dan tidak seperti pagi-pagi biasa yang dipenuhi oleh siswa seragam putih abu-abu, kali ini lumayan sepi untuk kapasitas pagi, aku memandang sekeliling, kebanyakan penumpang bukanlah siswa sekolah, maklumlah..jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Dilampu merah pertama bus berhenti dan semuanya baik-baik saja namun menjelang lampu merah kedua,, kira-kira 15 orang siswa laki-laki naik bus sambil mengumpat tak jelas, namun sebagian yang lain santai saja mengabsen isi kebun binatang.. hm…andai mereka muridku..!!! pasti ku ‘ajari’ mereka.
Seorang siswa dari gerombolan tersebut duduk disebelahku dan dengan rasa penasaran tingkat tinggi, lama kulihat dia “kenapa, dek?” tanyaku sopan “jatuh dari bus kota kak” jawabnya dan aku tersenyum mendapati kebohongan yang dibungkus dalam intonasi sopan, siapapun tahu,,jatuh dari bus kota itu tidak meninggalkan bekas lebam diwajah (kecuali jatuh dalam posisi menelungkup) dan kenapa yang luka itu bukan siku atau lutut? Tapi betis dan pundak..! “kita langsung ke GOR aja” seru salah seorang dari mereka “nyari perkara mereka…!!!” bentak yang lain dan sekali lagi senyumku mekar, melihat mereka..jadi ingat waktu sekolah dulu, rasanya kita yang paling benar, rasanya teman kita selalu benar sampai-sampai dibela habis-habisan, biasanya perkara sepele bisa seperti ini.. misalnya rebutan cewek, kaki terinjak waktu naik bus kota, bahkan tidak sengaja melihat dengan wajah datar saja bisa jadi perkara besar. Hm…tapi itu dulu waktu aku masih memakai pakaian putih abu-abu.
Mereka masih marah-marah dengan kata-kata ‘khas’ siswa langganan BK, dan aku masih tersenyum mendapati kekompakan salah posisi yang terlihat, belum lagi dua orang pegawai dinas pendidikan yang membalasi kata-kata mereka dengan tidak kurang sama, tapi percuma saja..mereka tidak peduli apa yang ‘si ibu’ katakan. Hm,,,aku segera mengambil posisi sebagai tenaga pendidik (sebelumnya aku memposisikan diri sebagai Ex siswa) dan senyumku berbalik arah, miris mendapati wajah pendidikan pagi ini, kemana tujuan pendidikan sebagai ‘perubahan tingkah laku’? yang ada mereka malah tawuran antar sekolah, kemana disiplin siswa yang masuk sekolah jam tujuh padahal jam 7.30 mereka masih berkeliaran dijalan, kemana…. “woe..kalian turun…!” kata-kata dalam kepalaku berhenti seiring dengan pedal rem yang diinjak tiba-tiba, beberapa satpol pp naik bus dan menyeret siswa-siswa tersebut dengan paksa, senyumku tak lagi berbalik arah tapi berhenti ditempat dengan posisi huruf O, mereka manusia pak..! kalimat itu tersekat dikerongkongan ketika keadaan makin buruk, apa karena lingkungan sekitar, mereka jadi seperti ini? Lingkungan yang memperlakukan mereka tidak seperti manusia apalagi pelajar..! dan kulirik siswa yang duduk disebelahku, tak ada kata yang keluar dari mulutnya ketika kerahbajunya ditarik paksa, diseret menuju pintu dan didorong keluar.. jika anak anda diposisinya, bagaimana perasaan anda pak polisi? sekali lagi kalimat itu tidak keluar ketika melihat teman dudukku tadi terjatuh ditrotoar..
Bus melaju cepat, menjauhkanku dari kejadian pagi ini.., sempat kudengar kata-kata umpatan ‘si ibu’ yang membuatku makin kasihan pada mereka, ayolah_mereka adalah manusia dalam tahap perkembangan dimana lingkungan merupakan cermin diri (teori behaviorisme), jadi jika kita tersenyum maka perlahan mereka akan tersenyum tapi jika kita cemberut maka segera mereka akan berlaku sama..
Terima kasih Rabb.. atas pelajaran pagi ini yang Engkau beri dalam wujud nyata..izinkan kutarik benang merah yang Engkau samarkan.

Pergi sebelum Hadir

Aku memandang harap pada calon tubuhku, kata malaikat.. tidak lama lagi aku akan berada disana, tak sabar aku punya detak jantung seperti teman lain yang sudah duluan menempati ruangnya sendiri, setiap saat kuminta Dia untuk membolehkanku mengintip perkembanganku, aku tahu, Dia menciptakan perempuan yang penuh dengan kelembutan maka aku tak cemas untuk berada bersamanya kelak, Dia ciptakan juga kasih sayang, itu sebabnya aku menunggu dengan penuh harap.

Oh hari, cepatlah berganti agar aku bisa segera bernafas dengan paru-parunya, agar aku bisa berdetak dengn jantungnya, agar aku bisa merasakan hangat elusan tangannya,,meski untuk sementara dibatasi oleh kulit perut dan cairan seperti yang pernah kulihat ketika menjenguk calon tubuhku. Tuhan..mengapa begitu lama??

Tiba-tiba..

Aku kehilangan kata, ini kekecewaan terbesar yang pernah kurasa, ini kesedihan terbesar yang pernah terjadi.. mengapa? Apa salahku, ibu? Ibu..ibu..?? mengapa harus kupanggil perempuan itu ibu?!! Tuhan…apa Dia termasuk jenis perempuan yang Engkau cipta dengan kelembutan yang selama
ini kudengar? Apa Dia adalah jenis perempuan yang Engkau cipta dengan kasih sayang-Mu? Lalu mengapa dia tak lembut sedikitpun? Mengapa dia tak punya kasih sayang? Engkau tahu bukan,,betapa harapnya aku punya detak jantung, betapa inginnya aku punya seorang ibu yang berjuang untuk melahirkanku, yang mau mengorbankan nyawa demi nyawaku (seperti yang selama ini kudengar dari pengasuhku tentang sosok seorang ibu)..

Ibu, aku masih tetap memanggilmu ibu karena aku masih berharap engkau merubah niatmu mengeluarkan calon tubuhku dengan paksa dari rahim itu, aku masih memanggilmu ibu karena Dia mengajarkanku untuk mencintaimu, aku masih memanggilmu ibu karena sampai hari ini, aku masih bertahan didinding rahimmu.
Tapi apa engkau tahu ibu, semenjak usahamu dimulai untuk menggugurkanku, semenjak itu pula aku mempertanyakan mengapa Dia memilihkan perempuan salah cipta untukku, perempuan dengan hati tanpa rasa. semenjak engkau menemui beberapa orang yang kabarnya bisa memisahkanku denganmu, semenjak itu aku terus menagis, mereka menyakitiku ibu.. Dan semenjak obat itu engkau minum..semenjak itu pula dadaku terasa terbakar ibu, tubuhku dilingkupi api yang membara, panas ibu.. sakit..apa salahku ibu hingga engkau begitu tega menganiaya tubuhku?

Meski sempat kudengar alasanmu bahwa engkau masih terlalu muda untuk punya bayi, engkau belum berani memberi tahu keberadaanku pada calon nenekku, dan calon ayahkupun tidak memperbolehkan aku hidup karena masih belum siap untuk menikah tapi boleh kah kutanya sesuatu ibu,, tidak takutkah engkau pada-Nya jika membunuhku? Tidak cukupkah dosa zina itu engkau tanggung hingga dosa besar kedua engkau lakukan padaku? Lalu mengapa engkau lebih takut ‘apa kata orang lain nanti’ dari pada kata-kata Allah? Mengapa engkau lebih cemas calon nenekku mengutukmu dari pada kutukan dari Tuhanku? Ibu..engkau telah menyakitiku, tapi tolong jangan sakiti adik-adikku.. engkau telah mengubur calon tubuhku tapi sudahkah engkau mengubur dosamu ibu?

Terakhir..kutitip do’a untukmu ibu,, do’a dari calon anak yang tidak engkau harapkan..
Semoga Dia mengampunimu, mengampuni calon ayahku dan mengampuni orang-orang yang membantu untuk membunuhku.. meski kalian semua telah melakukan sesuatu yang sangat dibenci-Nya tapi kutahu ibu.. bahwa Dia pernah berkata “jika engkau datang pada-Ku dengan semua dosa-dosamu, maka ampunan-Ku jauh lebih luas dari pada itu”.

mY dreaM

Guru..
Sejak dari kelas 1 SD aku ingin menjadi bagian dari profesi itu, keinginan awal yang sederhana dari bocah kecil “ingin menjadi orang paling pintar dikelas” ketika aku melihat pertama kali bahwa guruku punya tulisan indah dipapan tulis, bahwa guruku bias membaca dengan lancar dan bahwa guruku bisa menjawab semua pertanyaan yang kami ajukan. Tapi tak pernah terfikir bahwa jalan hidup membawaku terdampar di Akuntansi..
Usiaku berlanjut hingga samapi dikelas tiga, mulai belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tentang planet, sungguh aku sangat kagum dengan benda mengambang yang mengelilingi matahari tersebut, hingga dengan cepat kukenali mereka satu persatu beserta cirri masing-masing. Satu pertanyaan aneh muncul ketika aku bekenalan dengan Jupiter yang punya 12 satelit “pak, bumi Cuma punya satu bulan dan itu berguna untuk menerangi malam, lalu kalau dijupiter tidak ada manusia , untuk apa ada 12 bulan mengelilinginya” dan guruku tersenyum bijak “besok jika sudah naik kelas, kamu akan mengetahui jawabannya” aku diam, sangat tidak puas dengan jawaban itu “mengapa harus besok ketika aku bisa memperolehnya sekarang”protesku sendiri dan sejenak kemudian aku berjanji pada diri sendiri, esok kalau jadi guru..tak kan kugunakan kalimat itu.
Kelas 4 aku mulai belajar menganiaya tumbuhan, mengikat batangnya agar menjadi ramping setelah belajar tentang ciri-ciri makhluk hidup. Dan ketika kelas 5, kudapati batangnya berubah sesuai keinginanku..aku mulai tertarik pada IPA. Puncaknya ketika kelas 6, pertama kali kulihat amoeba lewat mikroskop, beberapa hari ku tak mau mandi dengan air mentah karena tidak mau makhluk yang berkembang biak dengan membelah diri tersebut menempel dikulitku. Selanjutnya kukagumi struktur irisan bawang dengan kristalnya hingga IPA menjadi benar-benar menarik.
Tsanawiyah yang nyaris menghabiskan semua persediaan lemak dibawah kulitku. Tapi tak apa karena sekolah ku yang baru punya peralatan labor IPA yang lengkap.. pertama kukenali kertas indicator, yang dengan cepat berubah warna sesuai kadar asam-basa. Selanjutnya kukenali lagi klorofil daun setelah diekstraksi menggunakan cairan dalam gelas ukur yang tidak kukenal. Fisika kelas satu tidak begitu menarik karena gurunya hanya mencatatkan semua materi untuk selanjutnya dihafal setiap detil kalimat padahal sajak pertama mengenal tulisan.. aku paling malas untuk menghafal..!!! biologi kelas tidak menarik lagi karena lebih banyak teori dari pada praktek, sedangkan fisika mulai menampakkan wajah manisnya, semua rumus nyaris kukuasai tanpa perlu dihafal dengan serius.. maka kubalik lagi buku kelas satu untuk dipahami. Dan fisika benar-benar jadi andalanku ketika rumus dari kelas satu hingga kelas tiga kurangkum dalam satu buku, sehingga ketika ujian akhir sekolah..hanya tiga soal yang tidak mampu kujawab dari sekian pertanyaan fisika tapi soal biologi? Hafalan? Sudahlah..kubayar nilai biologi yang anjlok dengan nilai fisika yang cemerlang.. kutanam niat dihati bahwa aku ingin jadi guru fisika.
Kubawa ijazah tsanawiah pulang dengan bibir tersenyum..berharap diberi kesempatan melanjutkan ke SMK jurusan elektonika atau minimal listrik (tak ada keinginan masuk SMA atau MAN,,entah mengapa). Tapi nasib berjalan sesuai kehendak-Nya, mendamparkanku pada pelajaran asing hingga kuharus belajar lebih keras meski tidak perlu menghafal,,dan itu salah satu nilai lebih mengapa aku mau bertahan di akuntansi..jurusanku sekarang.
Kita tak pernah tahu kemana nasib hendak membawa, maka..semai saja harap itu karena mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok. Dan biarkan Dia yang menentukan arah angin dari layar yang telah kita siapkan.. yakinlah semuanya indah jika Dia yang merancang-Nya.
Teruntuk…sahabatku yang masih Ragu dengan tujuan hidupnya, yang masih belum berani bermimpi karena takut akan terbangun. Yang membiarkan semuanya mengalir tanpa berusaha.
Dengar sobat.. mimpi orang sukses adalah mimpi ketika dia terjaga.. jadi mari ukir mimpi kita hari ini.

aku ingin Gila

Sungguh..aku ingin gila saja ketika tamu yang telah empat minggu kutunggu tak kunjung menanpakkan diri, ada apa ini? Tanyaku cemas tanpa harap. Ini memang bukan kali pertama dia terlambat datang tapi ini kali pertama kurasa ada sesuatu diperutku yang menghalanginya untuk berkunjung. Bersama cemas dan takut, kudekati penjaga apotek..dan kuminta testpack dengan nada bergetar..

Tuhan,,tolong jangan ada dua garis nanti? Bisikku ragu bahwa Dia masih mau mendengar pintaku.. sebelum alat itu kubuka, kucari seorang yang telah membuat cemas ini makin nyata tapi dia entah kemana, tanpa kabar dia menghilang dan akupun tak tahu harus menghubunginya kemana semenjak pacar barunya itu berubah jadi sosok teramat posesif. Ah..biarlah kupastikan dulu gumamku ragu menggunakan alat itu.

Tuhan..aku ingin gila saja lolongku dikamar mandi ketika mendapati garis kedua muncul dialat itu. Kenapa sekarang? Protesku. Izinkan aku gila tuhan agar malu ini tak perlu kutanggung.!

Minggu pertama berjalan sangat cepat, mungkin karena waktuku dihabiskan untuk memikirkannya serta mencari keberadaan ayahnya,,dan diakhir pekan_sempat kutemui dia dihalte bus, itupun hanya kebetulan, sehingga segera kukatakan bahwa dirahimku ada anaknya, betapa kecewanya aku melihat ekspresi datar diwajahnya, tak ada riak terkejut disana sehingga aku berfikir..apakah informasi yang kusampaikan tadi sudah pernah didengarnya sebelum ini dari gadis lain? Kalau memang begitu..sungguh aku ingin gila saja karena tak ada harapan lain, “aku belum siap untuk menikah..kuliahku memang tinggal wisuda tapi aku tak ingin ibuku kecewa mengetahui bahwa aku menghamilimu, pun anganku masih panjang untuk cita-cita yang telah kurancang sebelumnya” tak ada kalimat yang mampu kulontarkan, hanya suara isak yang kian lama kian jelas “jangan menagis disini, apa kata orang nanti” bisiknya mengamit tanganku untuk menjauh dari orang-orang yang tengah menunggu bus dihalte tersebut. Kali ini arah langkah kami tanpa tujuan, yang jelas aku akan terus berjalan hingga solusi untuk bayi ini diperoleh.. “kita keluarkan saja” usulnya pendek dan aku tertegun semudah itu dia berkata untuk mengeluarkan bayiku, “aku yakin kamupun belum siap, bukan?” sambungnya kemudian dan sedikit ragu aku mengangguk. Aku memang belum siap mendapati ibuku pingsan mendengar kabar ini, aku memang belum sanggu mndengar kata-kata orang nanti tentang anak ini, akupun belum sanggup mengakhiri kuliahku yang tinggal dua semester lagi. “tenang saja, kubantu untuk mengeluarkannya” janjinya dengan nada lembut, selembut janjinya ketika itu bahwa tak akan ada bayi dirahimku. Kembali isakku terdengar lirih “jangan menagis lagi.. aku akan berusaha agar dia segera keluar” lanjutnya meneruskan langkah.

Seperti kesepakatan awal, kutunggu dia dihalte kemaren. Hening,,sepi,,hanya ada beberapa orang mahasiswa yang berlalu-lalang kekampus sebab ini adalah pekan terakhir sebelum ujian jadi kebanyakan UKM menunda acaranya. Sebuah motor berhenti tepat didepanku “ayo..aku tahu dimana memperoleh obatnya”, segera aku beranjak mengikutinya. “kabarnya didaerah ini ada obat yang bisa untuk menggugurkan kandungan” ucapnay diatas motor, aku berharap tak seorangpun yang mendengar kata-katanya kecuali aku. Tapi aku semakin yakin bahwa aku bukanlah gadis pertama yang pergi bersamanya keapotek ilegal ini.

Pil dengan ukuran lumayan besar harus kutelan setiap hari agar dia yang ada dirahimku keluar segera tapi sampai pil itu tak bersisa, tak ada apapun yang keluar dari rahimku kecuali rasa sakit yang sangat hingga aku berfikir ada api didalam sana. “masih belum?” tanyanya tak percaya ketika kujelaskan bahwa pil itu tidak mampu berbuat apa-apa. “kita urut saja?” usulnya kemudian dan kamipun berangkat menuju rumah seorang ibu setengah baya yang kabarnya bisa membantu kesulitan orang-orang seperti kami..

Rasa sakit setelah minum obat kemaren masih terasa tapi aku harus segera mengeluarkannya sebelum 40 hari karena kudengar pada usia 40 hari, roh sudah ditiupkan pada janin ini..aku tak mau membunuhnya, aku hanya belum menginginkannya.. “ayo” desak mantan pacarku, dan dengan takut kuhampiri ibu tersebut, tangannya mulai mengurut perutku, sakit… tapi aku harus bertahan sampai semua ini selesai,,awalnya memang hanya bagian perut tapi setelah itu dia menyuruhku menelungkup..menginjak punggungku karena katanya janin itu menempel didinding rahim. Aku tak tahu lagi apa yang dilakukannya pada punggung dan perutku karena yang kurasa hanya sakit yang sangat.. setelah ibu tersebut selesai,dia menyarankanku memakan nenas putih.. entahlah_aku tak tahu jenis apa itu karena yang kutahu saat ini bagaimana agar sakit ini segera sembuh.

Selang seminggu, masih belum ada tanda-tanda.. hufh…engkau memang keras kepala..! sekeras kepala ayahmu kurasa..! bentakku menampar perut. Untuk kesekian kalinya kutemui lagi mantan pacarku, dan kali ini dia terlihat mulai muak dengan bayi kami.. “aku tahu dia sedikit keras kepala, jadi ini obat terakhir yang kuyakin bisa membuatnya patuh” dia menyerahkan satu pil asing dan terkahir kutahu dia harus menyerahkan fotocopy KTP sebaga jaminan untuk memperoleh pil ini, sebagai jaga-jaga kalau polisi mencium keberadaan obat yang mungkin sungguh sangat terlarang ini maka sipenjual juga bisa menyeret mantan pacarku bersamanya.

Dengan harap yang nyaris pupus serta keraguan yang mulai menyapa agar aku membiarkan bayi ini untuk hidup maka kutelan pil itu. Satu jam kemudian kurasa sakit diperutku, ada yang meregang disana, pun sepertinya ada yang menderita dalam rahimku melebihi deritaku saat ini.. aku menangis, lebih tepatnya meraung menyesali diri, kenapa aku begitu tega membunuh anakku sendiri? Mengapa aku menyakitinya sedangkan dia tak pernah memilih ada dirahimku? mengapa dosaku menjadi derita yang membuatnya harus berakhir seperti ini? Maafkan aku nak,,jika kali ini engkau masih belum mau keluar, biarlah kurawat engkau hingga tumbuh besar seperti bayi lain, kujaga engkau seperti nenekmu menjagaku, kulindungi engkau jika ayahmu masih ingin engkau pergi.. tenanglah.. bisikku sendiri dan sedetik kemudian aku tertawa menyadari bahwa aku bicara sendiri “tuhan..apa aku memang sudah gila seperti pintaku akhir-akhir ini?”. Seharian aku meringkuk dalam kamar, menikmati kesendirianku dengannya, bercengkrama bersama bayi yang mungkin sudah tak lagi terhubung dengan tali pusarku..

Aku pucat pasi, nyaris lupa bernafas menatap onggokan daging berdarah yang berbentuk bayi meringkuk, tangisku pecah melihat warna kehitaman didadanya, tepat disekitar tali pusar.. apa ini karena pil itu nak? Gumamku takut.. lama aku menatapnya yang tengah tertidur pulas, memang kepalanya belum terbentuk sempurna tapi dia terlihat cantik, tangan dan kaki melindungi tali pusar yang terhubung ketubuh kecilnya.. kembali aku meraung tanpa suara, andai dia kubiarkan hidup..!!

Puisi Cinta


Biarkan kudebet cinta ini pada aktiva karena Engkau telah memposisikan diri sebagai pemilik hati.
izinkan kujurnal setiap kisah kita dalam jurnal khusus yang hanya diisi dengan transaksi keindahan pada setiap lajur, meski mungkin ada retur tapi kuyakin tidak akan berdampak banyak terhadap kewajiban.
Tapi perlukah kita buat akun penyisihan? Untuk kisah kita yang kerap tersisih disepertiga malam.. yang kerap tersisih dari pikiran banyak orang.. dan yang kerap tersisih akhir-akhir ini.. tapi kurasa tidak, karena jurnal penutup pada ramadhan akan menolkan kembali beban itu dan tak lupa, jurnal pembalik satu syawal menjadikan laporan kita memenuhi syarat akuntabilitas dan keandalan.
Memang jarang kuaudit laporan itu tapi percayalah..skeptisme professional berusaha kuterapkan agar keikhlasanku masih tetap kucurigai, agar ketulusanku tak langsung kupercayai, siapa tahu ada riya disikapku, ada dendam disabarku dan mungkin saja ada sombong dihariku..
Hari ini wukuf di Arafah.. kapan kita bisa bertemu disana? Sekedar merekonsiliasi hidupku agar sama dengan rekening yang telah Engkau kirim lewat kekasih-Mu..rekening yang mengarahkan saldo arus hidupku agar sama dengan ketentuan-Mu, rekening yang selalu bisa kujadikan dasar untuk melanjutkan hidup kearah yang benar.
Hari ini..di setiap seni pencatatan transaksi kita..jenuh mulai berani berkunjung hingga pertanggungjelasan sedikit kuragui dari saldo jurnal kita, ada kecurangan kurasa..dan itu salahku, salahku yang kurang hati-hati menjaga prinsip consistency. Tapi,, memang harusnya selalu kugunakan prinsip konservatif, memperkirakan dampak terburuk dari suatu kejadian tapi perlahan prinsip itu kusisihkan karena Engkau mengajarkanku agar selalu berfikir positif tentang-Mu.. jadi semua jenuh ini, semua muak ini, dan semua ketidak beresan ini akan segera jernih, bukan? Akan segera dapat kukawal, bukan? Dan akan segera berubah indah, bukan?

DilemA

Sekolahku.. (jadi ingin tahu, siapa orang yang gak pernah nyontek atau minimal ngasih contekan???)
Aku memasuki kelas dengan membawa soal dan lembar jawaban kosong, kalau tidak ingat pada statusku hari ini sebagai pengawas..tentu aku sudah tertawa menyaksikan wajah tegnag milik mereka, santai nak, hari ini kuhabisi kalian pikiran bandel menari indah dikepalaku seiring dengan tampang sangar yang kupakai, “tas, buku dan catatan kecil lainnya dikumpul didepan” suaraku lantang setelah pembacaan do’a selesai ha..ha..begini rasanya ditakuti usik batinku lagi. “ujian apa sekarang?” pertanyaan retoris kuajukan “bahasa inggris buk..” jawaban mereka tidak serempak, tapi tak apa, mungkin beberapa orang kehilangan kata melihat wajahku pagi ini..(menyeramkan)
Kubagikan lembar soal dalam posisi terbalik dan kuawasi mereka satu persatu.
Hm…ternyata begini rasanya menjadi pengawas, DILEMA sengaja kubuat seperti itu karena memang itu yang kurasa pagi ini dan mungkin pagi-pagi berikut.. DILEMA antara kasihan dan kewajiban,, kasihan melihat lembar jawaban mereka mash kosong tapi kewajiban untuk mengawasi mereka agar tidak ada yang melanggar (baik itu nyontek apalagi lihat catatan kecil).. kasihan melihat mereka takut-takut bertanya kiri-kanan tapi kewajiban untuk menegurnya.. kasihan kalau aku berada diposisi mereka tapi kenyataannya hari ini posisiku sebagai pengawas.. DILEMA selanjutnya; sebenarnya aku tidak setuju dengan cara ujian seperti ini, lebih baik oral test kurasa karena tidak ada kesempatan untuk menyontek (posisi pengawas) tapi disisi lain aku tidak setuju dengan posisi kelas yang besar namun hanya ditempati oleh 16 siswa dengan posisi teramat renggang sehingga sangat menyulitkan untuk mencontek (posisi lain-lain).. apa salahnya sih bekerja dengan kemampuan sendiri, bukankah baru ujian semester (posisi pengawas) tapi kupikir ujian MID Semester lumayan berpengaruh pada nilai akhir (posisi lain-lain).. tidak..ujian kali ini harus berlangsung jujur sesuai tujuannya (posisi pengawas) tapi siapakah yang benar-benar jujur ujian dikelas (posisi lain-lain).. wajah pendidikan tidak akan baik jika jawaban mereka bersumber dari beberapa kepala (posisi pengawas) tapi bukankah wajah pendidikan sudah buruk, buktinya mereka disuruh membeli lembar jawaban yang telah distempel padahal sudah ada porsi dana untuk ujian (posisi lain-lain)
Ah sudahlah… aku makin bingung dengan keadaan dan posisiku sekarang maka kuizinkan mereka menyontek asalkan tidak terlihat olehku..

derita..? ini bahagia..!

Bismillah..
Siang yang terik untuk ukuran padang, lelah sangat sabar membuntutiku yang harus bolak-balik kekampus dan kesekolah dengan bus kota..tapi bukankah semuanya terasa indah kalau dinikmati maka segera kuambil posisi paling baik untuk mengamati isi bus kota disiang ini, lumayan untuk muhasabah bahwa ada orang yang lebih menderita dari pada letihku, terlihat dikursi paling belakang.. ada pemuda dengan rambut panjang yang indah sedang kepanasan (makanya mas…tu rambut digunting aja) dibangku deret selanjutnya terlihat seorang ibu sedang memangku anaknya yang terus merengek kepanasan (sabar ya nak..ibumu juga kepanasan) didepan siibu, seorang lelaki muda dengan baju rapi tengah menyeka keringat yang mengucur dari wajahnya, dan dibangku paling depan ada dua orang laki-laki berseragam loreng yang hanya mau membayar ongkos Rp 2.000,- berdua (kaya’ anak sekolah aja bang.. dikau kan sudah berpangkat, apa salahnya membayar sesuai ketentuan),
giliran ruas kiri..dibangku tengah ada aku dan seorang teman yang hampir terlelap, dibelakangku tak ada siapa-siapa sedangkan didepanku tepatnya disamping pintu.. seorang gadis resah mengurusi rambutnya yang tertiup angin, pemuda disebelahnya juga terlihat risih ketika sirambut menampar-nampar wajahnya (itu sebabnya islam nyuruh kita itu pake jilbab neng, supaya gak resah dan meresahkan..!) dan terakhir.. seorang kernek yang harusnya berada dibangku sekolah siang ini, bocah itu terlihat kebingungan..takut untuk meminta tambahan ongkos pada lelaki berbaju loreng tapi juga takut dibentak oleh sisopir.. (ah,,kasihan).
Bus kota berhenti dan music yang sejak tapi sangat mengganggu pendengaranku tak lagi mengalun, sedikit penasaran, kulongokkan kepala kearah pintu, tiga pemuda yang kira-kira berusia rata-rata 25 tahun naik dengan membawa alat seadanya, sebuah gitar, harmonica, gendang, dan satu lagi alat yang tak kukenali namanya berada ditangan salah satu dari mereka.. (hm…keren juga pikirku ketika mereka mulai memainkan alat yang mereka bawa sambil menyanyikan salah satu lagu iwan fals kegemaranku) dan benar..aku menikmati pertunjukan itu, diam-diam kuarahkan lensa kamera tapi ternyata salah seorang dari mereka menyadarinya dan sambil tersenyum, aku mengangguk,, kusimpan gambar yang baru saja kuambil..sekedar kenangan bahwa terkadang kita bisa menikmati semua hal meski dalam situasi yang membuat kebanyakan orang dilalui dengan keluhan..
Hidup ini lucu kawan.. terkadang tangis kita hari ini akan menjadi bahan tertawaan kita suatu hari nanti, bisa jadi keluhan panas cuaca padang siang ini akan menjadi tak berarti ketika menyadari bahwa ternyata neraka lebih panas, dan tidak menutup kemungkinan bahwa esok.. ketika hujan mengguyur jalanan padang sehingga kita tak bisa pergi kemana-mana, kita akan berharap cuaca siang ini terjadi saat itu..
Biarkan semuanya mengalir kawan,,sembari mengambil keindahan yang ditawarkan dari masing-masing kisah yang mungkin bernama derita (bagi sebagian orang)..

segenggam Garam

Tak mampu kurangkai kata betapa siang ini sungguh membuatku merasakan garam digenangan hati, baru kusadari bahwa ternyata hatiku belumlah lagi seluas telaga,, dan asinnya garam itu tak tahu harus kubagi dengan siapa, memang banyak orang yang kukenal, banyak juga orang yang berbagi kisahnya denganku tapi tak satupun kutemui orang yang tepat untuk setiap lembar hariku, maka seperti biasa, kutawar rasa itu dengan air mata.. tanpa kata.. tanpa seorangpun boleh tahu bahwa aku baru saja menghapus sakit itu dengan bulir bening yang mengarisi wajah.

Tanpa isak, kuseka air mata dan kubasuh wajah dengan wudhu’ sebelum dzuhur, biar saja Dia yang jadi saksi bahwa aku terluka, terluka atas tingkah mereka dan sikapnya yang memposisikanku seperti sidungu yang tak tahu apa-apa, ah…biar saja, biar waktu yang jadi bukti bahwa aku tak akan menyerah karena kebanyakan orang yang gagal adalah mereka yang tidak menyadari betapa dekatnya dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

Bismillah, dengan senyum kuawali langkah keluar dari tempat wudhu dan segera beranjak ke aula sekolah untuk shalat jemaah, kutemui Dia dengan gemuruh didada tapi tak ada tangis yang keluar karena sesak ini kualirkan lewat do’a panjang diakhir salam..

Angkot yang membawaku pulang tidak begitu sesak dengan penumpang, hanya ada aku dengan seorang ibu yang duduk berhadapan, berusaha kunikmati perjalanan pulang sambil mendengarkan lagu yang terakhir kuketahui dinyanyikan oleh ST12,, berkesan…! Itu kata yang kuberi untuk lirik yang dengan sengaja diberi-Nya untukku siang ini “jadikan cobaan itu anugrah yang bisa merubah ruang yang gelap menjadi indah” segera kubalasi dengan Dia senyum terindah yang kupunya,,terima kasih Rabb..

***

Berlari ku menjauh dari teman-teman yang sedang berkumpul dikos, ketika mendapati sebuah pesan singkat dari seorang saudara yang mengatakan bahwa aku telah mengecewakannya, dengan memakai kata tunjuk anda dan saya yang berusaha kupahami bermaksud baik, Rabb..masih panjangkah hari ini? Tanyaku disela-sela isak, izinkan kubertanya duhai Latief…kenapa hatiku tak selembut nama-Mu hingga aku tak sadar telah menyakiti dia yang selama ini baik padaku? Izinkan kumengadu duhai Maulana, kenapa kusakiti dia yang telah banyak menolongku? Izinkan kumenangis duhai ghafur..untuk dosa yang tak kusadari telah melukainya..dan mohon, sayangi dia duhai Rahim. Kubalas tergesa pesan itu untuk kemudian menunggu jawaban yang ternyata hanya dua kata “sudahlah.. cukup” Rabb… rengekku lagi.

***

Petang ini..mata yang sembab kusapu dengan bedak yang agak tebal agar merah disekitarnya tak begitu kentara, kusenyumi cermin didepan wajah untuk meyakinkan bahwa senyum itu tak terlihat seperti seringaian, kucoba juga untuk tertawa didepan bayangku sendiri agar nanti tawaku tak terdengar seperti isak tangis.. sempurna..! aku berhasil memoles semua mimic wajah jadi kubisa mengumpulkan amalan kecil yang dianjurkan nabi…berwajah cerah ketika bertemu dengan saudara/I dihalal bihalal pasar modal syariah nanti.

Bismillah…aku tahu akan bertemu dia disana tapi aku tak yakin bisa bersikap biasa padanya setelah apa yang kuperbuat. namun ternyata semua berjalan baik, teramat baik malah, sebab dia tak menyapaku bahkan menolehpun tidak.

sepulang acara, hujan turun dengan lebatnya sehingga aku dan beberapa teman lain tidak bisa langsung pulang.. beruntung dia punya inisiatif mencarikan angkot agar kami segera pulang, aku tahu dia masih marah, aku juga tahu bahwa dia kecewa tapi aku juga tahu dia masih menganggapku saudaranya sebab kuyup ditengah hujan menjelaskan lebih dari kata-kata.

IUMM (part 1)


Saudaraku telah lama waktu memisahkan, menyeleksi kita untuk menjadi makhluk yang berbeda,, tidak seperti masa-masa itu, kini tak lagi kutemui binarku di matamu, namun tidak mustahil jika kucoba mengumpul rasa yang tersisa, sekedar menjawab tanya yang sempat mengambang meski segera kutapik..Masih kah engkau mengingatiku? Jujurku, semenjak pertama mengenalmu.. ada rasa lain yang segera kubangun, rasa yang mengantarkanku pada asa yang selalu kupupuk, sebuah karya indah tentang gambaran kita dua, tiga tahun mendatang, tapi itu dulu…ketika aku masih selau hadir di setiap minggumu, kini..masihkah boleh aku mengharapkanmu? Saudaraku, aku masih ingat ketika pertama kali aku hadir di D98, engkau sambut aku dengan senyum dan takbir.. aku suka itu, aku suka semua tentang kita, tentang buku ta’arufan yang tak seharusnya ada, tentang rencana foto bersama, dan beberapa rencana lain yang sampai kini masih belum sempat kita laksanakan. Lalu.. masihkah ada kesempatanku itu?
Aku tahu, amanah pertama ketika sampai di kota Bengkuang adalah kuliah, tapi betapa senangnya hatiku ketika menyadari engkau ada untukku, berlebihankah? Kurasa tidak…karena memang, aku bisa merasakan hatimu sebenarnya ada dan selalu ada untukku, percayalah..amanah pertama yang engkau emban tak akan kuganggu karena kuhargai itu..tapi, bolehkah kuragukan perhatianmu untukku?
Direntang waktu yang tidak sebentar itu tiba-tiba kudapati semua tak lagi seperti biasa, tak ada lagi ikatan indah yang dulu membentuk dan menyambutku ketika pertama mahasiswa FE 2007 menginjakkan kakinya di Universitas, tak kudapati lagi semangat kita yang meletup ketika menyusun sebuah nama yang membuat asa baru di Fakultas lain menjadi bertunas, IUMM adalah namaku yang sempat membuat kita menjadi pelopor sebuah ikatan ukhuwah yang indah.., tidakkah engkau rindukanku?

IUMM (part 2)


“…dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah…”

Karena kumpulan kata itu yang selalu kupegang maka sampai hari ini aku masih berharap, meski telah beberapa bulan berlalu tanpa ada kepastian darimu. Maka hari ini tolong sempatkan untuk menjawab.., jika harap ini kuhentikan terhadapmu, boleh?

Saudaraku, tahukah engkau.., ternyata 24 jam setelah bercerita tentang kisahku, asa ini langsung bertunas karena kulihat ada seorang saudari yang menyetujuinya, seminggu kemudian beberapa saudara juga ikut menanggapi keluhku dan asa itu mulai berbunga, tapi hanya sampai disana.., hari berlalu tanpa ada ‘air’ yang mengalir untuk akarku, dan ‘awan’ yang kutunggu untuk mengotorisasi ‘hujan’ juga tak ada kabar, maka hari ini tolong sempatkan untuk menjawab.., jika harap ini kuhentikan terhadapmu, boleh?

Saudaraku, kita tak pernah tahu, kapan ‘awan’ yang sama akan kembali lagi.., kita tak pernah tahu, masihkah ia butuh ‘tiupan lemah’ untuk mengenalkannya pada luas angkasa seperti dulu. Kita tak pernah tahu, masihkah ada sedikit memori tentangku padanya. Dan bahkan, kita belum tahu, cara seperti apa yang bisa membuatnya peduli lagi.., jadi masihkah aku harus menunggu otorisasi ‘hujan’ darinya? Maka hari ini tolong sempatkan untuk menjawab.., jika harap ini kuhentikan terhadapmu, boleh?

Saudaraku, Mengapa menunggu ‘awan’ yang entah telah berkelana kemana dulu untuk mengairiku? Bukankah kita masih punya seorang ‘asap’ dan seorang ‘uap’ untuk mencipta hujan kecil? Ayolah, kita memang butuh dia tapi kita juga harus belajar berdiri dengan atau tanpa dia.., bukankah kita tahu betapa tingginya mobilitas ‘awan’ tersebut, betapa kencang angin membawanya untuk mengairi tempat lain, betapa terkadang sedikit petir membayang dari bongkahnya. Maka hari ini tolong sempatkan untuk menjawab.., jika harap ini kuhentikan terhadapmu, boleh?

Saudaraku, sebenarnya harap yang kugantung pada dinding langit amatlah sederhana, aku hanya ingin kita kembali ada, kita kembali bersama dalam rindang perdu di Fakultas, kita kembali berbaris dengan rapi sebelum benar-benar pergi keladang lain. Kita bisa berbagi banyak hal sesuai dengan lahan kita masing-masing, kita bisa bercerita tentang ‘ilmu’, tentang ‘seruan’, tentang ‘diplomasi’ dan tak lupa tentang ‘kita’ tentu saja. Maka hari ini tolong sempatkan untuk menjawab.., jika harap ini kuhentikan terhadapmu, boleh?

lembar fiksi

Zlappp…. Aku tiba-tiba telah berada di sebuah ruangan asing, lembab, dan dingin.
“Dimana?” Tanya batinku, dan tentu saja tak ada jawaban yang terlontar. Belum hilang rasa terkejutku, seseorang tiba-tiba hadir dengan gaun biru dan wajah pucat, tepat ketika aku mulai melangkah, mencoba untuk mengenali ruangan yang rasanya pernah ada dalam memoriku.
“Siapa?” gugupku bertanya.
“Kamu tidak mengenaliku lagi?”
Keningku berkerut, mencoba membuka kembali file-file yang tersimpan di otakku, namun tak kutemukan wajahnya di antara file-file yang berhasil terbuka.
“Tidak,” jawabku menunduk.
“Begitu cepat kau melupakan aku? Padahal karena aku kau berhasil membeli sebuah jam tangan” jawabnya berjalan mendekatiku.
“Bagaimana bisa?” gumamku,
“Bagaimana bisa?” ulangnya meledek
“Kenapa tidak?” bentaknya kemudian.
“Tolong jangan menambah kebingunganku karena aku telah sangat bingung, kenapa bisa tiba-tiba berada di ruangan yang nyaris tidak kukenal” jawabku datar.
“Kenapa bingung Keisya?” dahiku kembali mengernyit.
“Itu nama penaku” bisikku ragu.
“Kenapa? Aku berhak memanggilmu Keisya karena kita berkenalan dengan nama itu”
“Tidak, aku benar-benar tidak mengenalimu”
“Namaku Mitri, ingat?” aku langsung menggeleng karena memang aku tak ingat
“Ayolah Keisya, kenapa secepat itu melupakanku? padahal ‘rumah hantu’ itu masih tersimpan di komputermu” aku terperanjat.
“Dimitri?” gumamku tak percaya, pantas saja ruangan yang berukuran 4x6 yang cuma diterangi lampu lima watt ini rasanya pernah kukenal. Ah, tapi tidak mungkin, aku masih cukup waras untuk bisa terseret dalam lembar fiksiku sendiri. Aku mengerjap, mencoba untuk sadar bahwa ini semua cuma mimpi.
“Apa yang kau lakukan Keisya? mencoba menghindariku?” ejeknya di sela-sela tawa yang kini mampu membuat bulu romaku berdiri.
“Apa maumu?”gagapku bertanya.
“Aku mau jadi orang baik,” senyumnya licik.
“Tidak, tidak mungkin, dalam setiap kisah selalu ada peran sepertimu,” bentakku mencoba rasional.
“Tidak selalu, tapi kalaupun ada jangan aku.”
“Dengar Mitri, aku tak berniat menjadikanmu seperti ini tapi alur ceritalah yang menggambarkanmu sebagai tokoh kejam dan licik.”
Ia kembali tertawa.
“Mungkin kau sedikit lupa Keisya, aku mengenalmu sejak tanganmu membentukku, jadi sia-sia saja mengkambinghitamkan alur cerita karena kaulah yang merancang itu semua, bukan?” aku menggeleng.
“Aku tidak bisa merubahmu”
“Kamu menentangku Keisya?” ia mendekat, persis seperti gambaran dalam cerpenku yang berjudul rumah hantu itu. Taring tajam muncul dalam seringaiannya.
“Aku adalah tokohmu yang bisa lakukan apa saja kan Keisya?” ia makin mendekat.
“Jangan” perintahku terdengar seperti permohonan, tapi sia-sia saja karena apa yang kutulis benar-benar terjadi. Aku tak menyangka kejadian sebenarnya bisa lebih mengerikan ketimbang khayalanku sendiri, daging diototnya mulai meleleh, bau anyir darah menyergap hidungku, ia mencekikku.
“Aku cuma mau kau merubah karakterku Keisya” bentaknya di telingaku, paru-paruku seakan mau meledak karena kurangnya pasokan oksigen kesana. Malangnya, aku tak menjelaskan bagaimana cara menghentikan hantu ini sehingga aku tak bisa berbuat apa-apa sekarang.
“Aku minta maaf.”
“Yang kuminta bukan maafmu tapi karakterku,” jawabnya sengit.
“Kenapa?” suaraku makin lirih.
“Pertanyaan bagus, Keisya!” ia menarik tangannya dari leherku.
“Karena aku ingin seperti orang yang jarang kulihat namun sulit kulupa” ia mulai bercerita.
“Seorang wanita yang setiap gerakannya berirama dzikir, dengan jilbab lebar yang sesekali berkibar, ia terbebas dari santapan mata-mata pemerhati tubuh wanita, ia dihormati karena memang ia menghormati dirinya”
“Apa yang kau tahu tentang dzikir? Sedangkan kau cuma….”
“Cukup keisya, kau memang keras kepala. Bukankah aku berhak untuk insyaf, untuk sadar bahwa keadaan tidak akan lebih baik jika aku tidak berubah,” potongnya.
“Tapi kau bukan ciptaan-Nya.”
“Khayalanmu terlalu besar, kau pikir aku ini ciptaanmu?” potongnya lagi, dan kembali mencekikku dengan kuat, sangat kuat.
“Dek..” suara itu mengejutkanku, aku meraba leher dan tak ada tangan Mitri disana.
“Kenapa?” Tanya kak Syifa memperhatikanku yang basah oleh keringat.
“Mimpi buruk kak,” jawabku lemah karena rasanya paru-paruku telah lama tak dijamah oleh oksigen.
“Makanya, selesai subuh jangan tidur lagi,” ujarnya sambil tersenyum.
* * *
Krk..krk..krk…, aku meremas kertas kesekian yang akhirnya mendarat di tempat sampah di sudut kamar. Aku benar-benar pusing untuk memulai sebuah cerita islami, khayalanku tak sampai untuk menggambarkan kehidupan berirama dzikir seperti yang diinginkan Mitri. Hantu yang mendatangiku berkali-kali itu sangat nekat sehingga memaksaku menulis sesuatu yang asing bagiku, dunia akhwat!
Sebenarnya kak Syifa itu lumayan mirip dengan sosok yang diinginkan Mitri, tapi angkuh menahanku untuk bertanya tentang baju longgar dan kaos kaki yang selalu dipakainya. Malas kumelangkah menuju lemari yang disesaki buku-buku milik kak Syifa, tak ada cara lain yang bisa kutempuh untuk mengerti dunia para penjaga pandangan itu selain membaca buku-buku tentang mereka. Mataku mencari judul yang mungkin cocok untuk referensi cerita yang hendak kukarang.
“Apa” mataku membelalak ketika membaca judul buku Agar Bidadari Cemburu Padamu karangan Salim A Fillah.
“Kok bisa?” tanyaku heran. Pelangi Akhwat dan Ukhty, Hatimu jendela Dunia karya Yoli Hemdi menyita perhatianku selanjutnya. Matahari mulai renta ketika ketiga buku itu berhasil kuselesaikan dengan baik. Namun hausku belum hilang sampai disana, Bidadari Senja milik Sakti Wibowo jadi pelampiasan rasa penasaranku yang makin detik kian bertambah. Matahari telah renta ketika cerpen Panggil Aku mujahid selesai kubaca, bulir-bulir bening dari mataku menjelajahi kulit wajah dan bermuara di buku itu, mataku mengerjap.
“Kenapa baru sekarang aku membacanya?” keluhku. Aku berpindah ke depan monitor komputer, kali ini aku terpaksa menggunakan kesepuluh jariku untuk menulis karena kertas yang biasa kupakai itu telah bertumpuk di sudut ruangan berbentuk bola tak beraturan.
“Mitri,” kata pertamaku di monitor.
“Maafkan aku karena belum mampu merubahmu jadi sosok yang kau inginkan, dunia itu begitu indah untuk cepat kumengerti, izinkan saja aku melangkah duluan menjejaki setiap jengkal keagungan-Nya agar esok aku mampu mewujudkan inginmu. Paling tidak untuk hari ini, aku tak lagi menciptakan Mitri-Mitri lain dalam khayalan yang menyesatkan. Sekali lagi maafkan aku, dan terima kasih kau telah menyadarkanku bahwa keindahan dzikir melebihi sebuah khayalan, ya..sebuah khayalan.