L

Header Ads
Tiny Star

Hati perempuan laksana danau

kau tak akan tahu isinya kalau hanya sekadar mendayung perahu dipermukaan

Perjalanan...

Bersamamu ternyata jalan ini lebih indah, meski kadang tak mudah

Ketika kau bertanya apa warna yang kusuka

ketahuilah, bahwa aku suka sekali warna langit ketika matahari hendak bersembunyi

Indah?

...dan surga jauh lebih Indah

Menurutmu mana yang lebih kuat antara karang atau ombak?

Bagiku Ombak lebih kuat sebab meski tahu akan pecah tetapi dia tetap memenuhi janji pada pantai

Aku lelaki dengan dua cinta

Aku lelaki, yang memiliki cinta untuk dua perempuan berbeda.. yang satu adalah wanita tempat pertama kali cintaku tumbuh sedang  satu yang lain adalah wanita tempat cintaku berlabuh.

Sepenuh bakti untuk cinta pertamaku, perempuan yang berusaha mengabulkan setiap pintaku meski dengan peluh, Perempuan yang mencukupkan semua keperluanku meski  harus bersakit-sakit, perempuan yang bahkan rela mempertaruhkan nyawanya demi hidupku dan perempuan itu kupanggil ibu.

Sepenuh cinta untuk wanita terakhirku, yang terlihat kuat meski kutahu kerap menangis, wanita yang bersedia mendampingiku dan merelakan perpisahan dengan orang-orang yang jelas memiliki cinta tulus untuknya, orang-orang yang sejak kecil disebutnya keluarga. Dia memilihku, aku tahu bahwa dia punya cinta yang tak pernah berhasil diungkapkannya dengan kata-kata untukku. Wanita penyempurna agamaku.

Dan tahukah? Tak pernah kukira serumit ini. Ada satu penghubung yang belum kutemukan diantara cinta segitigaku. Ketika seorang anak diperintahkan dan diulangi hingga tiga kali untuk menghormati ibunya, kuyakin ini bukan perintah sembarangan (itu sisi pertama); ketika seorang manusia diizinkan sujud kepada manusia yang lain maka akan diperintahkan istri untuk sujud pada suaminya, (ini sisi kedua); lalu mana sisi ketiganya? Mana hubungan langsung antara kedua cintaku itu? Hubungan antara mertua dan menantu.

Aku lelaki, yang memiliki cinta untuk dua perempuan berbeda.. yang satu adalah wanita tempat pertama kali cintaku tumbuh sedang  satu yang lain adalah wanita tempat cintaku berlabuh.

Dua perempuan yang akan mengajarkanku untuk membuat sekeping mata uangku berdiri gagah dengan dua sisinya tetap tegak (meski kerap aku belum berhasil melakukannya). aku tidak mungkin membiarkan cinta terakhirku berada di bawah, itu akan menyakitinya. Dia yang telah menyerahkan baktinya untukku tidak akan kusia-siakan. Tapi lebih tidak mungkin lagi kubiarkan cinta pertamaku yang berada dibawah, padahal kutahu cintanya tanpa cela untukku: purna, selain juga ketidaksanggupanku menidakkan perintahnya.

Ah.. ini rumit, haruskah selalu kumintai pengertian dari cinta terakhirku? Dan bagaimana caranya agar cinta pertamaku bersedia membagi aku pada cinta terakhirku?

Aku lelaki, yang memiliki cinta untuk dua perempuan berbeda.. yang satu adalah wanita tempat pertama kali cintaku tumbuh sedang  satu yang lain adalah wanita tempat cintaku berlabuh.

Rokok

“Setiap kali aku melihatnya merokok, setiap kali itu pula aku merasa kalah. Dia tahu betapa bencinya aku pada kegiatan itu, dan betapa sangat seringnya aku mengeluhkan dan memintanya berhenti. Tapi tidak sekalipun dia mendengarkanku, tidak sekalipun”

Aku diam, menunggu kalimat selanjutnya.

“dan perkara rokok itu pula, untuk pertama kalinya dia mengingkari janjinya sendiri, sesuatu yang tak pernah dilakukannya sebelumnya dan setelahnya hingga saat ini”

“apa sebelum menikah, kakak tidak mengetahuinya?”

“beberapa hari sebelum menikah, dan bodohnya aku jumawa sekali, merasa yakin bahwa dia akan berubah demi ‘aku’. Merasa bahwa ‘aku’ bisa menjadi alasannya untuk meninggalkan batang haram itu. Ah, betapa bodohnya aku. Tapi dia pernah berjanji untuk berhenti, pernah”

Aku merasakan emosi dalam kalimatnya.

“kapan kak?”

“berhenti maksudmu? Entah..entah kapan. Sebenarnya bapakku perokok aktif, dan aku merasa tersiksa sekali ketika nyaris setiap malam beliau batuk-batuk, aku membayangkan betapa lelahnya beliau. karena itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencari suami yang tidak merokok, sekian lama perkenalan kami, tapi aku baru mengetahuinya beberapa hari sebelum menikah. Kau tahu betapa menyakitkannya itu dik?”

“ya, sebab pernikahan tak mungkin dibatalkan lagi” aku memberi simpulan

***

“hari ini aku merokok”

Aku tersedak kopi yang kuminum.

“lucu sekali candaanmu kakak”

“tidak, aku tidak sedang bercanda dik, aku tidak main-main perkara rokok”

“bagaimana aku bisa yakin, aku tahu betapa bencinya kakak pada rokok”

“ya, tapi kenyataannya aku merokok, aku memutuskan untuk merokok. Aku lelah dik, lelah memintanya untuk berhenti, jadi kupuskan untuk mengikutinya. Terdengar bodoh memang, tapi begitulah”

**

Sekian lama aku tidak mendengar kabarnya lagi, pertanyaan terakhirku tentang respon suaminya tak kunjung dijawab. Mungkin kini mereka sedang kompak batuk-batuk, atau malah kompak sakit-sakitan. Aku juga benci sekali dengan rokok, sangat benci. Hingga sering kali aku berdoa agar sejarah rokok hilang dari peradaban manusia. Ah, sebenarnya doaku sudah terkabul, mana ada rokok dalam sejarah manusia beradab. Haha

aku jadi penasaran sendiri, senikmat apa rokok tersebut, sehingga para perokok seperti menutup mata, telinga dan hati terhadap kebenaran bahaya rokok, bahkan fatwa haram pun tetap membuat mereka bergeming. Untuk para gadis yang sedang menunggu belahan jiwa, pikirkan berkali-kali menjadikan para perokok tersebut menjadi tambatan hati, sebab bagaimana mereka akan menjagamu sedangkan untuk menjaga diri mereka sendiripun mereka tidak mampu. bagaimana mereka akan melindungimu dan anak-anakmu kelak, sedangkan melindungi jantung, hati dan seluruh titipan Tuhan berupa tubuh saja mereka tidak mampu.

Note: untuk si kakak,, sejatinya aku ingin untuk tidak tahu kabar terakhir yang kau kirim, menyakitkan ketika tahu bahwa kau juga merokok kak. 

Kejutan Hangat

Diluar hujan lebat dalam gelap, 100215.
Kali ini tentang Hauna, apa?? Belum ada nama HAUNA KANISYA di catatan pelangi? Hm..baiklah, selalu ada kali pertama untuk berkenalan: itulah Hauna (bayi montok yang kini tergolek memunggungiku),  perempuan yang lahir 25 mei tahun lalu dengan berat 4,1 lewat jendela (padahal pintu sudah terbuka setengahnya). Cukup sekian.

Petang ini aku mendengar teriakan histeris Hauna ketika di dalam kamar, segera aku berlari ke ruang depan dan mendapatinya tengah duduk dan memberi senyum manis dengan delapan gigi mungil, gantian aku yang berteriak histeris. Aku masih ingat ketika meninggalkannya dengan posisi tengkurap dan kini mendapatinya sudah bisa duduk sendiri entah bagaimana caranya.
“waaah.. anak Bundo udah pintar duduk sendiri” kupeluk dia erat dan tawanya terdengar renyah.
Petang ini pula jalan terjauh untuk Hauna, biasanya hanya berputar2 di dalam rumah tapi sore ini aku membawanya ke warung yang berjarak 100 meter.. sepanjang jalan dia berteriak girang, melangkahkan kakinya dengan langkah maksimal kemudian memperhatikan sepatu pink yang dikenakannya, sehingga waktu yang dihabiskan untuk mencapai warung menjadi berkali lipat lamanya, tapi tidak masalah: toh aku memang berniat jalan-jalan sore dengannya. Masalahnya ada di PINGGANGku..! aku membayangkan bunyi gemeretuk tulang ketika meluruskan pinggang setelah membantunya berjalan, ah.. tentu saja itu hanya bayanganku sebab kenyataannya adalah bunyi terikan hauna menolak penghentian bantuan,
“masih mau jalan, bundo” ujar matanya menatapku saat berteriak.
Baiklah anakku, mungkin yang dialami nenek lebih parah dari ini ketika bundo kecil. Dan saat ini tidak akan lama, bundo juga tidak ingin melewatkannya: melewatkan mengajarimu banyak hal dengan izin-Nya
“ayoklah” kembali kubungkukkan badan seiring semangatnya yang kurasakan menjalari tanganku.

Karena manisnya hidup, kita yang tentukan.

Mengutip pesan Tropicana,, mamang sejatinya kita yang menentukan manisnya hidup_ mungkin pernah suatu kali kita merasa hidup ini sangat pahit seperti kopi. Tapi jika kita berani sedikit saja menoleh,, ada hal yang akan membuat hidup kita terasa lebih manis, nama gula tersebut adalah orang-orang yang menyayangi kita, orang-orang yang tidak pernah menenggelamkan kita ketika terjatuh, orang-orang yang selalu punya senyum penyeka air mata kita, orang-orang yang selalu punya semangat ketika kita nyaris putus asa. Orang-orang dengan gelas penuh cinta untuk kita.

Namun dibalik itu semua, tetaplah diri kita sendiri sebagai kuncinya, diri kitalah yang menentukan apakah sang gula akan kita gunakan sebagai penawar pahit atau memilih mengabaikan manisnya gula dan tenggelam dalam pekatnya pahit. Apakah memilih untuk bangkit lagi dengan bekal bergelas-gelas cinta dari orang-orang yang menyayangi kita atau memilih berputus asa tanpa peduli bahwa pilihan tersebut menyakiti mereka,, sang gula.