L

Header Ads
Tiny Star

Hati perempuan laksana danau

kau tak akan tahu isinya kalau hanya sekadar mendayung perahu dipermukaan

Perjalanan...

Bersamamu ternyata jalan ini lebih indah, meski kadang tak mudah

Ketika kau bertanya apa warna yang kusuka

ketahuilah, bahwa aku suka sekali warna langit ketika matahari hendak bersembunyi

Indah?

...dan surga jauh lebih Indah

Menurutmu mana yang lebih kuat antara karang atau ombak?

Bagiku Ombak lebih kuat sebab meski tahu akan pecah tetapi dia tetap memenuhi janji pada pantai

EartH = HEart

Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar (Maryamah karpov)

Menarik? Pasti..! itu jawabanku jika ditanya mengenai geografi ketika pertama kalinya dibangku kuliah, dengan latar belakang pendidikan akuntansi dan sekolah kejuruan bisnis manajemen, kurasa bukan suatu yang mengherankan apabila jika merasa geografi ‘lebih hidup’ ketimbang ilmu yang kutekuni selam 7 tahun tersebut.

Sulit? Tentu saja..! tak ada bekal pengetahuan selain sedikit ilmu disekolah menengah pertama, sebab SMK Bisnis Manajemen tidak memiliki mata diklat geografi, fisika, kimia, biologi dan kerabat-kerabat serumpunnya.

Menyerah? Tidak akan..! tidak seorangpun pernah mengajarkan makna kata itu dalam kamus hidupku. Yang pernah kupelajari adalah mantra “always see from the bright side”, maka perlahan aku belajar menikmati sisi indah dari ilmu bumi yang kdang membuatku membisik “masyaAllah” pada-Nya, Engkau sangat sempurna duhai Tuhanku. Namun kadang juga membuatku bingung sekaligus kagum pada ahli –ahli disiplin ilmu ini..mengenai angin barat tetap dalam sirkulasi udara pada atmosfir, dalam akuntansi..yang namanya biaya tetap akan selalu ada tanpa dipengaruhi oleh jumlah produksi. Sedangkan disini, meski bernama ‘tetap’ tapi tidak akan dijumpai pada lintang 40­0 dan 600 dibelah bumi utara (jadi tetap yang tidak selalu ada) *nah lho..menarik bukan??

Ah.. terlepas dari semua asal kejadian bumi, struktur, komposisi, sejarah dan proses alamiah perkembangannya (geologi), demografi, geografi regional, hidrologi, klimatologi, meteorologi (aku sempat berfikir bahwa ilmu ini mempelajari tentang meteor >_< *memalukan) dan ‘grafi-logi’ lainnya, tetap saja harus bersyukur bahwa hari ini dengan jalan berliku milik-Nya, aku menjadi satu dari sekian makhluk-Nya yang merasa teramat kecil dialam semesta (setelah ‘menumpang’ pesawat dan ‘meminjam’ teropong NASA), bersukur bahwa teori-teori pembentukan bumi dan galaksi telah lebih dulu dijelaskan oleh Al-Qur’an (“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,.. “(QS. 41: 11), “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (QS. 21: 30),teori siklus hidrologi yang dibahas dalam surat Al-Baqarah : 22 “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”, “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. 24: 45). Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”dan masih banyak lagi yang lain, saya makin bangga dengan Islam ^^.

Nah.. sisi menarik lain dari ilmu ini adalah beberapa intermezzo yang kubuat selagi kuliah, niat awal membuat jembatan keledai (baca: jalan pintas_red) untuk memudahkan pemahaman namun jika malah ‘sedikit’ melenceng maka mohon dinikmati saja:

“ Hadir-Mu bagai ekuator hatiku, sebab ketika jarak kita merenggang maka matahariku beredar disebelah utara” (matahari yang beredar diutara ekuator akan menyebabkan kemarau didaerah katulistiwa)

“izinkan kulukis wajahmu dibidang datar hatiku, lalu kutandai informasi tentangmu dengan satu simbol merah jambu tepat dipermukaan sederhana hidupku” (hi..hi.. pengertian peta nie..! *maksa)

“kau dan aku adalah interdependensi, ketiadaan-Mu membuatku tiada” (mata kuliah geografi desa dan kota)

“aku padamu bukanlah determinasi alam, namun posibilisme” (geografi regional)

“banyak sudah meteor yang mendekat pada bumiku, namun hanya kamu satu-satunya meteorid” (membedakan meteor dan meteorid pada Geo Science *cihuy..)

“Adamu merupakan suatu ilmu yang membahas tentang keberadaan, proses, siklus kehidupan yang ada dihatiku, meliputi permukaan, lapisan dan atmosfir jiwaku. Mengurai sifat-sifat fisika dan kimia serta hubungan dengan sesama” (air= sumber ‘kehidupan’, earth=heart, sesama=makhluk hidup lain.. pengertian hidrologi)

He..itulah beberapa jalan pintas yang kubangun dalam setiap SKS mata kuliah, lumayan_untuk lucu-lucuan ^^v

Jodoh Tak Akan Pernah Tertukar, Percaya Itu.

“dia” kata temanku disela isak, “dia..tak ada alasan bagiku menolaknya” lanjutnya kemudian. “semua kriteria yang kususun ada padanya” aku mendengarkan, “tapi kenapa dia lahir dikeluarga dari daerah itu? Kenapa dia yang berhasil menyita perhatianku berasal dari bangsa terlarang itu?” dua tangannya menutup wajah.

Aku bergeming, tidak tahu harus berbuat apa. Namanya Vinda, semua orang tahu bahwa dia adalah seorang gadis ramah dan cepat akrab dengan orang lain, beri dia waktu lima menit.. maka kenalan barunya sudah seperti kawan lama baginya. Setahuku, tak pernah dia terlibat dalam masalah cinta remaja yang pelik sebab masa remajanya dihabiskan dengan aktivitas organisasi dan sekolah. “gimana dy? Nda bingung..” suaranya serak. “coba pelan-pelan nda jelaskan pada keluarga tentang kebaikannya, mana tahu bisa merubah citra beliau dimata keluarga nda” ujarku meyakinkan, “sudah.. sudah sering nda jelaskan bahwa menilai seseorang dari suku / keturunannya itu tidak adil, semua cerita yang mereka dengar tentang orang yang berasal dari daerah itu bisa jadi hanya oknum. Tapi tetap saja mereka menggeleng, mereka tidak menerima tambahan anggota keluarga dari daerah itu dy”, aku menghela nafas, berat.


Hm..vinda, aku bingung harus memberinya saran seperti apa, aku mengenal lelaki itu.. salut pada tanggung jawab dan komitmen melaksanakan amanah yang dipercayakan organisasi padanya, tidak banyak bicara; berkomunikasi seperlunya, apalagi pada lawan jenis. Dan dengan otak yang cemerlang sudah beberapa kali membawa nama kampus kami ke tingkat nasional. Tapi aku mengenalnya hanya sampai disana sebab seperti yang kukatakan, dia ‘dingin’ dan terlihat tidak peduli pada perempuan. Awalnya aku sangat terkejut ketika vinda bercerita tentangnya, tentang bentuk perhatian samar yang diberikan pada vinda, tentang pesan-pesan singkat yang tidak biasa, tentang telponnya yang cuma berisi pertanyaan ‘apa kabar?’ selebihnya diam selama 30 menit. Tidak menyangka ‘gunung es’ itu lebur oleh cuap-cuap vinda yang kadang jutek. “Mungkin itulah cinta” ujar vinda suatu kali melirikku, “ketika dia telah memilih, maka saljupun dapat menghasilkan panas” dia terkekeh sendiri kala itu. Memang tidak ada ungkapan ‘cinta’ dalam hubungan mereka, pun tak ada kata-kata ‘sayang’ yang sempat terlontar namun senyum dan sinar wajah mereka ketika bertemu menjelaskan lebih detil dari bahasa paling rinci.

“memangnya daerah itu kenapa nda?” tangis vinda sudah agak reda, “nda gak tau pasti dy, semua orang dari sana yang dikenal keluargaku tidak pernah bisa menjaga amanah dengan baik, mereka ‘penggunting dalam lipatan’, mereka sering kali menelantarkan keluarga, mereka ..” vinda terdiam, terlihat berfikir “nda pernah mendengar,, untuk tahu bagaimana Haftsah maka lihat saja Umar Ibn Khatab, untuk tahu bagaimana Aisyah maka lihat saja Abu Bakar, untuk tahu bagaimana Fatimah maka lihat saja Rasulullah..” ia menatapku lama “apa benar bahwa tabiat itu berdasarkan keturunan?” sepertinya dia tidak butuh jawaban. “mengapa teori itu tak kunjung rampung..” ujurnya melanjutkan.

“nda.. mungkin sulit bagimu menerima, mungkin saat ini perasaan itu mendominasi semuanya. Tapi coba pikirkan nda,, ridha Allah tergantung ridha orang tua. Kita tidak bisa menyalahkan persepsi mereka sebab kita tahu bahwa mereka adalah dua malaikat yang selalu berharap yang terbaik untuk hidup kita. Jika dy berada diposisimu maka satu hal yang dy lakukan adalah menuruti nasehat orang tua meski dy harus membunuh bahkan mencincang perasaan itu. dy akan memilih jalan Uwais Al-Qarni yang segera pulang sesuai perintah ibunya meski rindu pada Rasulullah belum tertunaikan” vinda tercenung cukup lama “bagaimana kalo dia adalah jodoh nda?” aku tersenyum, “vinda.. jodoh tak akan pernah tertukar, percaya itu”, mata vinda masih sembab meski tidak ada lagi lelehan air disana, “tapi dia sesuai kriteria nda” ujarnya menatapku dengan harap. “apa nda tahu kriteria yang Allah buat untuk nda? Apa nda yakin kriteria yang nda pilih lebih baik dari pada apa yang dipilihkan-Nya. Ayolah vinda_ Allah tidak pernah salah menuliskan jodoh, hanya kita yang kadang salah membacanya.” ia mengangguk, “jadi..”, “jadi lapar..” sambungku cepat sebab aku tak ingin mendengar kesimpulan yang dibuatnya, biar saja semua itu menjadi rahasia vinda dengan-Nya, menjadi sebuah catatan dalam hidupnya bahwa kadang kita harus memilih berdasarkan kepentingan bersama selagi masih dalam izin-Nya.

*untuk sahabatku..

Malam Pertama

Kontrakan..

Senja mulai menghapus jingga dilangit barat, sejenak setelah adzan maghrib.. terdengar nyanyian dari gereja yang terletak dibelakang kontrakan kami, maklum.. mereka tengah bersiap untuk menyambut natal yang tinggal seminggu lagi. Hari ini aku lelah sekali, setelah memindahkan barang-barang, berbenah kontrakan yang baru ditempati dan terakhir membeli keperluan yang dibutuhkan. Setelah isya aku mengakhiri hari ini diatas kasur dalam kamar dan dua temanku juga melakukan hal serupa. Ini malam pertama bagi kami disini.

Jam satu lewat delapan belas menit aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi, “bangun va?” tanya Engla, temanku disini “ya..ada apa?” jawabku, “coba dengar, ada yang berenang dikamar mandi” aku fokus mendengarkan kearah kamar mandi,, ya..ada kecipak air disana. “periksa donk va..” lanjutnya lagi. Aku penasaran dan berdiri membawa senter (lampu kamar mandi tidak menyala) sedang mereka menungguku bereaksi. Pelan kubuka pintu dan melihat sekeliling, tidak ada apa-apa.. kemudian cahaya senterku mengarah keair dalam bak dan kutemukan seekor tikus disana, “ada apa va?” mereka tidak sabar menungguku bersuara. “Cuma tikus”, dan mereka bernafas lega. Sejenak kupandangi tikus yang kesulitan keluar dari dalam bak sebab lantai bak yang licin.

“waaaa…” suara gaduh dari dalam kamar dan aku bergegas kesana “ada apa?” tanyaku melihat mereka berlarian, “itu..” tak ada penjelasan mengenai itu selain telunjuk mereka yang mengarah ketempat tidur, “apa..??” tanyaku tidak mengerti “ada yang lari-lari” phufft..kenyataannya malah mereka yang lari-lari. “apa yang lari-lari?” aku mendekat kearah tempat tidur dan menjumpai ‘nya’ dibawah kasur (aku tidak tahu apa bahasa latinnya, pun tidak tahu dengan pasti apa bahasa indonesia dari hewan ini, tapi kata ibuku namanya ‘giriak-giriak’,, biasa hidup dalam tanah dengan kedua tangan sebagai alat penggali lobang. Aku sering menemukannya di mudiak –tempat aku menghabiskan masa kecil-), kutangkap dan kukeluarkan dari rumah,, “tempatmu disana” ujarku meletakannya ditanah lembab.

“tikus tadi? Sebesar apa va?” mereka bergidik sendiri, “lumayan besar untuk tikus rumahan..he..he.. jawabku kembali kekamar mandi, mereka tidak berniat melihat karena ngeri plus geli (ada-ada aja.. dasar perempuan..:) “biarin aja va,, biar mati..!" suara mereka dari dalam kamar “ah..coba kalian berada diposisinya” jawabku sekenanya “ha..ha,,kami tidak akan berapa diposisi tikus” tawa mereka menanggapi alasanku . kuarahkan cahaya senter kedalam bak, tikus itu sudah kelelahan menggapai gayung yang ternyata malah lebih menenggelamkannya.. Jujur aku kasihan.. maka kuambil tangkal sapu dan kujulurkan kedalam bak, entah bahasa apa yang kami pakai.. tikus itu segera meraih tangkai sapu dan berpegang erat. Kutarik tangkai sapu itu dan menurunkannya dibibir bak. Tikus tersebut segera turun dan dapat kulihat dia menggigil kedinginan. Tapi heran..mengapa dia tidak segera kabur? Mengapa berdiri dan melihatku cukup lama. “ma’af tikus.. saia tidak mengerti bahasamu” bisik batinku sendiri, “ayo pergi..” ujarku memutuskan tatapannya, dia berbalik menjauhi cahaya senter dan menoleh lagi, “hei.. cepat pergi.. hati-hati. Jangan balik lagi kesini apalagi membawa rombongan..!” tikus itu segera berlari dan kututup pintu kamar mandi “bicara sama siapa?” ujar Hany ketika aku kembali kekamar “tikus..he..he” jawabku menggaruk kepala yang tidak gatal “dasar aneh..!” Engla menyela sambil menarik selimutnya untuk meneruskan tidur.

Jam Dua lewat dua puluh menit, aku mencoba kembali tidur tapi tak bisa. Tikus tadi benar-benar menyita perhatianku,,

Cinta ini purna untukmu

Aku selalu rindu ruangan ini, dengan karpet abu-abu dan lemari kecoklatan. Sebuah tempat yang biasanya kugunakan untuk menghabiskan hari sebagai pengangguran, tempat yang selalu sejuk dengan aroma apel hijau. Baru dua minggu kamar berukuran 4x4 kutinggalkan namun rasanya sudah teramat lama. Disini setiap pagi, ibu membangunkanku shalat subuh sebelum beliau berangkat ke Mushala yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kadang aku sering pura-pura tidur ketika beliau mengetuk pintu, dan dengan cara paling manis,, sebuah kecupan mendarat diwajahku. Aku mengeliat, enggan membuka mata “bangun.. shalat subuh” bisik beliau, jika aku malah menarik selimut maka beliau akan menciumku bertubi-tubi hingga aku sesak dan bergegas beranjak kekamar mandi untuk berwudhu..

Ibu.. perempuan paling kusayang dengan kesabaran luar biasa, perempuan dengan garis usia yang selalu nampak cantik dimataku, perempuan tempatku belajar semua hal sebab beliau selalu punya sisi indah dalam melihat sesuatu. Pernah suatu ketika seseorang mengeluh pada beliau tentang betapa bising suara  anak-anak dirumah dan dengan tenang beliau menjawab “bersyukurlah..itu tandanya anak-anakmu sehat semua”, atau ketika aku berteriak melihat makhluk air kecil dengan bebasnya berenang dalam galon, cepat beliau datang dan menenangkan “tidak apa, berarti air galonnya tidak beracun”.
Ah..ibu, cinta ini purna untukmu.. untuk setiap cerita dalam langkahku yang bermuara padamu, untuk setiap sabarmu ketika aku beranjak dewasa yang mungkin kadang menentangmu), untuk setiap tatap lembutmu ketika aku melakukan kesalahan, untuk setiap senyummu ketika aku merengek manja. Ibu.. aku tak pernah mendengarmu marah dengan bahasa kasar, sebab bahasa marahmu adalah diam.. jadi ketika engkau diam..maka aku sudah sangat ketakutan dan segera mencari kesalahan yang kuperbuat. ketika aku menyadari dan memperbaikinya..maka kembali kutemukan rengkuhan hangat darimu.

Esok..jika ada yang bertanya tentang wanita yang dikaguminya maka dengan lantang akan kujawab.. “ibu”, esok jika ada yang bertanya tentang seseorang yang paling disayang maka tanpa malu akan kujawab “ibu”, esok jika ada yang bertanya tentang ibu maka akan kujawab dengan senyum paling manis yang kupunya.. sebab bahasa dan kata tidak akan mampu menjelaskan indahmu dalam kamus hidupku.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta*

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kita berjalan bersama.. melewati terowongan berujung cahaya, meliuk diantara bukit berbatu kemudian membelah danau dengan riak kecilnya, melintasi sawah, desa atau kadang jalan raya.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kita berjabat beriringan. Mengikhlaskan kereta takdir melindas tubuh kita bersamaan (tanpa jeda), kemudian saling tatap lewat balok-balok sejajar yang tersusun rapi. Tak lama kita tersenyum mendapati kerikil-kerikil kecil disekitar telah berpindah tempat sedang kita masih dalam posisi yang sama.

Kau dan aku.. seperti halnya dua sisi rel kereta, kadang mungkin kita merenda mimpi yang tak sama, ingin menjadi sehelai titian, menjadi seutas tali, menjadi apapun yang memungkinkan perbedaan antara kita itu nyata.. tapi tetap saja itu hanya mimpi sebab kita seperti halnya dua sisi rel kereta, yang tak perlu berharap untuk bertemu disatu titik selagi masih ada lokomotif-Nya.

*kuharap kau tidak membacanya

Biarlah Bulan Jadi Mentariku (Part III)

Kamar 2 C, Ruang Bedah.
“hai” sapanya ramah, aku bergeming. Tidak berniat menjawab bahkan memberi seulas senyumpun aku enggan. “selamat datang” tuturnya lagi, dan aku menoleh pada ibu. Ibu tersenyum kearahnya, “apa kabar?” ibu bersuara. “baik buk. Baru habis operasi ya buk?” jawabnya cepat dan ibu mengangguk.

Itulah awal perkenalan kami diruangan yang cuma ada dua pasien. Dia unik,, seolah dunianya tidak mengenal sakit apalagi derita, walaupun kenyataanya tidak seperti itu. Tubuhnya kurus dengan wajah tirus, sering kali memakai penutup kepala untuk menyembunyikan berkas jahitan operasi, ditangannya ada beberapa bekas luka suntikan.. (mungkin bekas infus).

“tidurmu nyenyak?” sapanya suatu pagi, “lumayan” jawabku sambil tersenyum tapi tidak balik bertanya sebab aku jarang melihatnya tidur, setiap kali aku terjaga.. dia pasti sedang khusu' dengan mushaf kecilnya berwarna coklat. “hujan” gumamku sendiri menatap jendela “ya..aku suka hujan”, aku tak bersuara..menunggu dia melanjutkan kalimat “kau tahu, kenapa aku suka hujan?” bergegas aku menggelang “sebab itulah salah satu waktu do'a terbaik untuk berdoa" dia memandang keluar jendela, "wa nahnu akrabu ilaihi min hablil warid" gumamnya pelan, "artinya...?" sambungku dengan intonasi anak" TPA ketika membaca do'a, ia menoleh kearahku sambil tersenyum "dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, surat Qaaf ayat 16" jawabnya, "kau tahu zee.. aku tak pernah menyangka akan hidup  hingga hari ini, sudah bermacam obat kuminum, beragam pengobatan kucoba dan hasilnya tetap sama. ketika dokter memvonis usiaku tak akan lama, aku sempat terpuruk dan bertanya tentang keberadaan-Nya" dia terkekeh "ternyata Dia menjawab tanyaku disurat Al-Baqarah ayat 186 zee, Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..."  aku menyimak "maka ketika aku merasa sendiri, ketika aku merasa bahwa tak seorangpun mengerti bagaimana rasa sakit dalam kepalaku, saat itu kusentuh leher sambil berkata Duhai Maha penyayang,,Engkau tahu apa yang kurasa bukan?“ dia memperhatikanku "jadi zee.. ada Dzat Maha Hidup yang selalu ada untukmu, yang selalu mendengar meski kau berbicara dengan bahasa hati, yang selalu menunggumu mendekat dan menyampaikan semua hal" aku meraba urat leher dan sekali lagi dia tersenyum "kurasa cukup tausiyah pagi ini..he..he. kau sudah lebih sehat sekarang..” senyumku mengembang “sebab ketika pertama disini.. kupikir aku tak akan sempat melihatmu tersenyum” aku tertawa.. “umurku masih panjang” jawabku sekenanya “ha..ha.. semoga saja” dia ikut tertawa.

“zee.. sudah bangun nak?” Ibu masuk keruangan, “sudah bu.. ibu dari rumah?” kulirik barang bawaan ibu. “pasti nyari rubbik’s?” ibu menebak dan aku mengangguk. Sebuah rubbik renta diulurkan ibu padaku, ah..aku sungguh rindu padanya sehingga dengan cepat kuacak warna-warna itu. “rubbik..” aku nyaris lupa bahwa masih ada yang terbaring tidak jauh dariku. “boleh kucoba?” suaranya bersemangat. Aku diam sambil terus mengacak “zee jelek.. boleh kucoba?”. Aku berbalik kearahnya “oya…tentu saja tuan keren, tapi hati-hati..kau hanya boleh menyusun, bukan merangkai” dan rubbik itu berpindah ketangannya. Tak lama rubbik rentaku berserakan dilantai dan selimut bergarisnya. “tak apa.. memang sudah longgar” ujarku ketika menemukan penyesalan dimatanya. “ma’af zee..”, “he..he.. sudah biasa, rubbik itu memang sudah renta, sini kurangkai” jawabku ringan.

***

“kau tahu dimana ICU?” tuturnya pelan siang itu sambil melirik ibuku dan ibunya yang berbincang tak jauh dari kami “aku pernah kesana tapi tidak tahu tempatnya dimana”, “ICU itu disayap kiri rumah sakit ini, didekat pos satpam” dia menghela nafas “tepat disamping ruang operasi dan fisioterapi”. “jadi jika kau tak sadar nanti setelah operasi, kau akan langsung dikirim keruang disebelahnya” ujarku dan dia tersenyum, “atau ruang dibelakangnya..” aku mengernyit “ruang apa dibelakang ICU?” dia menatapku agak lama “ruang jenazah..ha..ha..” tawa khasnya terdengar asing.

“hati-hati” mataku berkaca ketika mengucapkannya, “tenang, aku akan baik-baik saja” senyumnya tegar sehingga tak mampu kutahan bendungan air mata “hei..jangan menangis, setidaknya tolong jangan tangisi aku”, “nanti jangan pergi keruangan dibelakang ICU..!” suaraku putus-putus, “nanti jika aku pergi kesana..ambil sesuatu dalam laci mejaku” pandanganku makin kabur tertutup air mata “zee..”pelan suara ibu menenangkan.

“baiklah.. aku pergi dulu.. do’akan ya” perawat mulai mendorongnya “oya.. terima kasih untuk minggu yang indah, ma’af tentang rubbik itu” ujarnya sebelum hilang dibalik pintu ruangan.

Waktu berjalan pelan, aku pura-pura tidur agar ibu bisa istirahat. Sesekali kulirik jam dinding untuk memastikan berapa lama lagi aku harus menunggu. “Rabb.. jika kesembuhan adalah lebih baik baginya maka mohon engkau mudahkan dan segerakan” gumamku. Pintu kamarku terkuak dan seorang wanita muda masuk keruangan sambil tersenyum kearah ibu, matanya merah dan sedikit sembab. “mau ambil barang-barang bu” tuturnya setelah mengucap salam.  “barang-barang ardi?” ibu bertanya singkat, “iya..dia sudah bisa dibawa pulang”. Tanpa suara tangisku pecah, ibu mendekat dan menenangkanku, perempuan itu mendekat “zee ya? Tadi ardi titip barang dalam kotak untuk diberikan sama zee” beliau tersenyum “cepat sembuh ya, tante pergi dulu, banyak yang harus di urus. Assalamu’alaikum” ujarnya meninggalkanku dengan sebuah kotak bening berisi rubbik baru dan sebuah gulungan kertas.

“hari itu aku sangat senang ketika mengetahui akan mendapat teman baru, aku berharap teman baruku laki-laki tapi ternyata perempuan jutek nan manis. Tak apalah sapaan pertamaku diabaikan, tak apa juga senyum pertamaku diacuhkan.. namun semua ceritaku ditanggapi dengan baik,, sangat baik :D.Zee..aku benar-benar menyesal mengenai rubbik itu, aku baru tahu bahwa itu rubbik pertama yang kau punya sehingga pantas saja kau begitu menyayanginya. Hari ini kuberi kau satu rubbik, anggap saja sebagai rubbik pengganti pertama yang kau punya jadi kuharap kau juga menyayanginya (sama-sama yang pertama jadi harus sama-sama disayangi..ya kan zee?)
Baiklah..aku harus istirahat untuk operasi besok, terima kasih sudah menjadi teman yang baik seminggu ini.. kau tahu,, kau teman kamar terbaik yang kupunya,, tahu kenapa? Sebab kau tak punya seorangpun saingan..he..he.. cepat sembuh zee “.