L

Header Ads
Tiny Star

Hati perempuan laksana danau

kau tak akan tahu isinya kalau hanya sekadar mendayung perahu dipermukaan

Perjalanan...

Bersamamu ternyata jalan ini lebih indah, meski kadang tak mudah

Ketika kau bertanya apa warna yang kusuka

ketahuilah, bahwa aku suka sekali warna langit ketika matahari hendak bersembunyi

Indah?

...dan surga jauh lebih Indah

Menurutmu mana yang lebih kuat antara karang atau ombak?

Bagiku Ombak lebih kuat sebab meski tahu akan pecah tetapi dia tetap memenuhi janji pada pantai

25 Tahun


Usiaku sudah beranjak dari seperlima abad, tapi masih banyak hal yang ingin kutahu, masih banyak tempat yang belum kudatangi dan masih belum beragam orang yang kutemui. Jiwaku masih senang berpetualang jauh, berkelana dari satu tempat ketempat lain untuk sekedar menyaksikan kebanyakan hal yang tak ada di desa kecilku.

ah…aku menyukai segala hal yang membuat adrenalinku terpacu, tapi tidak semua hal tersebut bisa dengan mudah kukantongi izinnya dari ibu, MAPALA..target pertamaku ketika dinyatakan lulus menjadi mahasiswa sebuah perguruan tinggi harus digeser menjadi urutan terakhir sebab kebanyakan agenda milik kegiatan mahasiswa itu tak satupun mendapat restu dari ibu. Sama halnya dengan Pramuka, sejak seragamku putih-merah hingga tak perlu lagi harus memakai seragam..kata ‘boleh’ dari ibu tak kunjung kudapatkan. Tapi biarlah, aku menikmati cinta berbentuk larangan milik beliau, menikmati setiap akhir tahun dikamar tidur padahal teman-temanku tengah bersorak di puncak gunung sambil meluncurkan kembang api ditempat tertinggi itu.

“karena kebanyakan teman-temanmu itu laki-laki, makanya keinginanmu jadi aneh-aneh. Coba kalau kamu lebih sering berteman dengan perempuan, ibu yakin keinginanmu bukan panjat dinding gak jelas ataupun mengarungi sungai arus deras” jawab ibu sambil memotong sayur di dapur kami. Aku menghela nafas panjang, mencoba meredam permintaan untuk terbang layang yang belum sempat disampaikan.

“usiamu sudah berapa nak?” retoris ibu sore itu, “ibu ingin sebelum usiamu 25 tahun, menantu terakhir ibu sudah ada dirumah ini” aku menatap ibu dan berharap kalimat itu hanya sebuah lelucon. Tapi hingga ibu berbalik menatapku, tak kutemukan tanda-tanda yang kuharapkan “ayah, uda dan uni juga sudah sepakat” aku bergeming, semua rasa bercampur menjadi satu: marah sebab mereka tak henti mendikte sibungsu, sedih sebab masaku tak panjang lagi untuk bebas sendiri, kecewa sebab harus merenovasi kembali rencana masa depan yang sudah kususun, bingung sebab aku tak punya satu orangpun calon, sedikit gembira sebab mereka semua selalu punya rencana untuk hidupku, dan rasa-rasa lain yang tak bisa kujabarkan. “bu..” aku tak punya kata-kata lagi, “carilah calon dari sekarang nak” tandas ibu mengakhiri pembicaraan

***

“jadi sudah berapa orang calon yang bisa ditawarkan?” pertanyaan uni setelah satu semester berselang, aku terkekeh “uni inginnya berapa?” jawabku sekenanya “satu saja cukup kalo sudah mewakili semua syarat” aku mengernyit “syarat apa?” buruku “ibu belum bilang?” tanyanya balik dan aku segera menggeleng “syaratnya…” ia mengerling padaku “uni lupa..he.he.he” aku melemparnya dengan bantal, kesal sebab sukses membuatku kesal.


Aku selalu menghindari pembicaraan mengenai hal itu, bukan karena aku benci dengan kata ‘pernikahan’ tapi sebab aku belum siap, benar-benar belum ada dibenakku tentang hari-hari yang akan kujalani dengan seorang lelaki yang berjanji didepan saksi sambil menggenggam tangan ayah untuk ‘serah terima’. Aku belum siap untuk berbakti pada orang yang andai diizinkan manusia sujud pada manusia maka dialah orangnya. Aku juga belum terfikir bagaimana cara taat pada orang yang tiba-tiba ada dihidupku kemudian memerintahku sesukanya. “imajinasimu boleh juga..” kata uni setelah puas menertawai kerisauanku, “tidak seburuk itu uni rasa” dia mencoba menenangkanku. “lagian..usia 25 tahun kan masih lama” lanjutnya ringan.

**

Alhamdulillah.. siang ini satu bebanku selama empat tahun terakhir telah berkurang tapi beban berat lain masih menempati posisi sentral diotakku, tentang limit 25 tahun yang belum kukantongi masa perpanjangannya “rencana mau S2 da,, kira-kira dapat izin penangguhan gak ya?” tanyaku pada uda dengan harap “dapat..” kalimat uda menggantung “dapat dipercepat sebelum berangkat S2, he..he..” aku kenal sekali dengan tawa lepasnya diseberang sana, dan kutahu dia pasti sudah bisa membayangkan wajahku yang cemberut mendengar jawabannya. Phufft.. bolehkah pertambahan usia sekali dalam dua tahun saja? Agar angka 25 tahun itu menjauh dua kali lipat dari waktu seharusnya.

keluarga kecilku


Ketika dia baru belajar mengeja kata, ada sesuatu yang menarik matanya diatas meja, “A T L A S I N D O N E S I A” sejenak senyumnya mengembang ketika menyadari bahwa telah berhasil membaca judul buku itu. Dibalik halaman pertama, terlihat banyak gambar rumah yang tak pernah dia lihat sebelumnya, dieja lagi rangkaian huruf diatas gambar, “R U M A H A D A T I N D O N E S I A” matanya mengerjap melihat terlalu banyak gambar unik pada halaman selanjutnya. “ayah..” dia berlari menuju seorang lelaki dikursi keluarga, disodorkan buku yang sejak tadi dipegangnya. “atlas indonesia?” Tanya lelaki yang dipanggil ayah itu singkat “untuk apa yah?” dia balik bertanya, “untuk melihat daerah-daerah di Indonesia dalam ukuran kecil, mulai dari gunung, danau, sungai, hutan, juga berbagai kota dan kabupatennya” terang ayahnya.. “kita dimana yah?” dia mendekat dan duduk disamping ayahnya. “kita disini” sambil menunjuk kedaerah berwarna kemerahan digambar miring tersebut “S U M A T E R A B A R A T” diejanya kata diatas gambar. “S A M U D E R A H I N D I A” sekali lagi diejanya huruf capital digambar yang berwarna biru, persis didekat gambar seekor ikan, “ayah..kapan kita kesini?”, si Ayah tersenyum dan merangkul putrinya, “esok nak, jika engkau sudah besar.., kita kesana” dia mengangguk dan tersenyum, “selain ikan, ada apa di samudera hindia itu yah?” tanyanya polos. “ada ombak dan pantai” dia terkekeh.. “kita harus kesana yah, kalau sudah besar nanti” janjinya dikelas satu SD.

**

“mak..kapan ikut kepadang?” tanyanya didapur sore itu, “memangnya ada apa?” dia menghela nafas “orang tua teman-teman yang berasal dari daerah sekitar padang pernah mengunjungi mereka, minimal untuk melihat dimana anaknya tinggal” perempuan dengan garis usia diwajahnya itu tersenyum “nak,,mak tidak akan kepadang hingga engkau wisuda. Tidak perlu mak melihat dimana engkau tinggal sebab mak tau bahwa anak mak sudah bisa memilih tempat dan lingkungan yang baik”. “berarti harus menunggu dua tahun lagi agar mak kepadang” suaranya seperti gumaman “tidak apa.. dua tahun itu tidak akan lama, sebab rasanya baru kemaren mak melepas sibungsu berangkat sendiri ke Padang tanpa siapapun saudara disana” dia tersenyum “sekarang saudara disana sudah banyak mak, jadi sibungsu tidak akan sendiri” mak ikut tersenyum.

**

“Ayah, Mak.. ujian skripsi kamis depan jam 10, insya Allah. Mohon Do’a ya,, Moga dimudahkan” kedua orang tuanya tersenyum dan serentak mengucap hamdalah “oke” singkat jawaban ayahnya tapi disalah satu titik dikota yang berjarak dua jam perjalanan, tiga huruf itu sudah merupakan jawaban panjang dengan makna dalam bagi putrinya sebab dia tau bahwa ayahnya perlu kaca mata dan mengeja huruf demi membalas pesan singkatnya. “he…he.. nanti dikabari lagi ya yah, sekarang masih dikampus” dan tidak lama kembali diterima pesan dari ayahnya “oke..” dia tersenyum sebab tadi mungkin ayahnya harus menunggu beberapa saat untuk membuat titik kedua sebelum memencet tombol ‘send’.
“ Uda, Uni.. kamis depan insyaAllah kompre,, do’akan ya,, ^^ moga segera berakhir” pesan singkat itu terkirim ke dua nomor di kota berbeda “siip..alhamdulillah, moga semuanya lancar” balasan pertama dari uda. “Alhamdulillah.. :D, tapi ‘moga segera berakhir’? mulai aja belum…! Ga sabaran banget.. hayyo…ada apakah setelah kompre berakhir?” goda uninya, “ma’af..pertanyaan retoris tidak dilayani disini” balasnya cepat.

**

Jam ditangannya menunjukkan jam 13.15, diraihnya HaPe yang sejak tadi non aktif didalam tas. “Alhamdulillah..” satu kata dikirim ke tiga tempat berbeda dan setelah itu HaPe tersebut dinonaktifkan kembali. “Ayah..kita akan segera ke samudera hindia yang sekarang berganti nama menjadi samudera Indonesia. Dan tiga bulan lagi Mak sudah bisa kepadang.. insyaAllah” gumamnya meninggalkan ruangan.

catatan tentang kalian -saudaraku


Menjelang dini hari, dan perpisahan adalah keniscayaan.
Mengingatimu dalam malam yang ganjil,, mengenalimu adalah keindahan kawan, meski kalimat-kalimat sederhana tanpa estetika ini tak mampu wakili semua yang ingin kusampaikan tapi biarlah.. aku telah sangat bersyukur pernah mengenalmu disini, di kota yang awalnya sangat asing namun akhirnya pasti kurindukan.

Ah..tak perlu bermukadimah kurasa,,biar saja mukadimah itu dimiliki purna oleh salah seorang saudara kita yang kalo sudah mulai bicara maka jangan harap hanya mendengar 3 kalimat saja, minimal dia akan berceloteh tiga paragraph, itupun sudah sangat singkat dia rasa. (kalau mood’y lagi baik dan kalau pendengarnya juga orang baik).. entahlah_selalu kupunya senyum untuknya, untuk setiap kekesalannya padaku (kapan kita berhenti ‘bertengkar’?), untuk setiap kecemasannya yang melebihi siapapun yang kukenal (bahkan ayahku tidak secerewet itu) untuk setiap kekeraskepalaannya, pun untuk ‘buang muka’ yang akhir-akhir ini jadi keharusan baginya setiap kali bertemu tanpa sengaja. He..he..saudaraku yang lucu ^^.. senang dapat mengenalmu.

Pun begitu dengan ‘kapalo suku’, sudah lama aku tak memakai kata tunjuk itu untuk saudara aneh yang pernah menjabat sebagai ketua organisasi tingkat prodi (itu sebabnya ‘kapalo suku’ sangat cocok untuk disandangkan padanya), kebersamaan satu-setengah periode yang ‘gemilang’.. terima kasih sudah melibatkan saya dalam situasi yang sangat mendebarkan (sungguh banyak pengalaman yang saya dapat disana.. pengalaman yang mengajarkan saya untuk melihat segala sesuatu dari sudut berbeda dari kebanyakan orang sehingga senyum simpul itu tak pernah beranjak dari tempatnya, pengalaman yang memposisikan saya pada ‘eagle’ yang selalu tepat untuk mengabadikan tingkah polah setiap mereka pada lensa kehidupan). ma’af kalau saya masih sering tersenyum sendiri mengingat ‘kepribadian ganda’ milik saudara (catat: saya menyenyumkan bukan menertawakan).

Ada juga yang cuma lewat komunikasi tulisan, membaca penjabarannya sudah seperti menemukan potongan cerber, sehingga tak perlu waktu lama untuk mengerti dan memahami bahwa penjabaran kali ini adalah kelanjutan dari topic beberapa waktu silam atau malah topic baru dengan beberapa tambahan pengetahuan. Banyak hal yang bisa dipelajari dari saudara seperti ini karena kebanyakan pengetahuannya luas, mereka sudah seperti referensi berjalan jadi tak perlu bertanya ke‘mesin pencari’. Pun mereka adalah jenis yang mudah dimintai tolong (dengan tulisan tentu saja sebab jangan terlalu berharap mereka akan beramah tamah jika berjumpa dijalan atau dimanapun, ada banyak alasan mungkin.. bisa karena ‘menjaga hijab’, ‘batasan pergaulan’ atau malah memang ga terbiasa ngomong dengan makhluk jenis perempuan seperti saya.. he..he.., apapun itu,,biarlah)

“tolong kirimi saya tausiyah” atau kalimat berbeda dengan maksud yang sama. Entah keberapa nomor pesan singkat itu mereka kirimkan tapi yang pasti aku selalu mendapat jatah tausiyah setiap kali mereka ‘jatuh’, dan Rasulullah tidak pernah berkata tidak ketika dimintai tolong maka tanpa bisa beralasan bahwa akupun sedang jatuh dan mungkin lebih dalam.. segera saja kubongkar-bongkar kalimat motivasi atau hadist atau sejenisnya untuk menunaikan permintaan itu. Mereka adalah saudara terunik yang pernah kukenal, mereka terlihat seperti karang kokoh yang kuat, mereka benar-benar mampu bersembunyi dalam diamnya sehingga tak banyak yang tahu apa yang sesungguhnya mereka rasa. Bersyukur mengenalmu dalam keterbatasan ini.. ada saudara yang lebih berhak mendengar dan membantumu berdiri setiap kali jatuh tapi akan lebih baik menggenggam tangan sendiri untuk meyakinkan bahwa kita masih kuat untuk bangkit.

Phufft…masih banyak lagi yang tersimpan rapi dalam folder khusus dalam kepalaku tentangmu tapi sebaiknya tidak kujabarkan sebab aku khawatir tidak punya rahasia apa-apa yang bisa kukenang nanti, disuatu hari dimana engkau tak mengenaliku lagi. ^^

“saya mengidolakan aisyah bint abu bakr” seperti biasa, dengan tenang dia berkata, “saya suka Khadijah, saya punya buku tentang beliau” seorang saudari menimpali dengan antusias.. tinggal aku yang belum bersuara diruangan itu “aisyah itu cerdas” sambungnya masih dengan intonasi yang sama “khadijah itu yang mendampingi diawal risalah” terdengar kekaguman dalam kalimat saudari yang lain “saya suka haftsah..he..he” aku nyegir sambil garuk kepala yang tidak gatal, mereka berpandangan sejenak mendengar kalimatku dan kemudian melontarkan bahasa diplomatis “setiap kita mengidolakan siapa yang memiliki kemiripan karakter dengan kita sehingga kita bisa menggali potensi untuk mencontoh mereka”. Ha..ha.. terdengarnya sih memang menenangkan (atau malah memenangkan?). whatever…! Yang penting aku belajar satu hal siang itu, bahwa ketika kita mengidolakan seseorang maka semesta akan mendengar sekaligus menyimpannya untuk suatu masa pembuktian (dan si pengidola Aisyah sudah menepati inginnya, mendahului kami menggenapkan separuh agama di usia yang bagi sebagian orang dianggap masih belia) berhati-hatilah kawan, ‘pikiranmu menetukan siapa kamu’,,(lagi_bijak.com). maka mulai saaat itu ku idolakan semua perempuan yang bersama rasulullah dalam perjuangan beliau,,siapa tahu aku mendapat semua yang terbaik dari masing-masing mereka.. (he..he..ngarep).

Saudariku,, lebih banyak hal yang ingin kusampaikan disini tapi kutakut bila nantinya tidak berkenan dihatimu. Itulah perempuan, mudah sekali tersinggung, mudah juga untuk mendiamkan tanpa sempat memberi alasan yang jelas, tapi sangat sulit untuk mengingatkan kesalahan (sepertinya ada yang baru saja curhat..). walau kita tidak sering bersama, walau kusering menjauh tanpa sebab yang bisa kusampaikan, walau ‘lingkaran’ kita sering merenggang, walau mungkin engkau merasa terganggu dengan sikapku yang terlalu ‘cair’, walau pilihan ‘mewarnai atau terwarnai’ itu sering terlupakan olehku tapi percayalah.. aku menghargai semua tausiyah dan semua bentuk perhatianmu dalam do’a yang tak sempat kudengar. Mengenalmu seperti mengenal bagian-bagian terbaik yang mengharuskanku belajar lebih banyak tentang islam dan perempuan.

Esok.. ketika perpisahan adalah sebuah keharusan maka tolong do’akan aku, jika aku berkesempatan menjadi yang pertama dipanggil-Nya maka tolong shalat ghaibkan aku.. ketahuilah saudariku.. aku bersyukur dapat mengenalmu dengan semua keutamaanmu. Ma’af jika aku bukan teman perjalanan yang baik..