L

Header Ads
Tiny Star

daurah hijab


11 april 2009
Aku membuka mata dengan malas, rasanya saat ini bukan lagi waktu yang tepat untuk menerima layanan dari salah satu satelit untuk menyampaikan sebuah sms. Tapi tak guna aku merutuk karena pesan singkat itu membuatku tersenyum geli, sebuah undangan untuk menghadiri kegiatan yang rasanya baru kali ini kudengar selama menjadi mahasisiwa di fakultas merah jambu. Daurah Hijab gumamku sembari mengingat kembali potongan-potongan cerita dari beberapa orang saudara yang terusik dengan tingkah si fulan yang mulai tebar pesona, Astaghfirullah ucapku berkali-kali, menyadari bahwa akupun sebenarnya tidak lagi terhijabi walau tetap memakai penutup –bukan pembungkus-
“fra, aku punya cerita untuk ukhti” sebuah senyum nakal tersirat dari wajah saudariku “Ghibah nggak?” “tenang, ini cerita asli tanpa rekayasa” ucapnya mencoba melakukan pembenaran “tujuannya?” terlihat ia berfikir sejenak dan kemudian kembali tersenyum, namun kali ini aku tak dapat mengartikan senyum itu.
“gini lho fra, ngomongin orang itu kan boleh-boleh aja asal bermaksud untuk membantu orang tersebut…” walau kalimatnya belum usai namun aku telah mengerti kemana arah pembicaraan, “masih tentang si fulan?” potongku cepat “yaph” kembali senyumnya mengambang, kali ini lebih sempurna.
“tadi itu aku kan lagi sibuk baca buku sistem informasi akuntansi (SIA) yang sampai sekarang masih harus dibayangkan gimana sebuah data base itu…” “kembali ketopik awal” potongku lagi “Ee iya, sedang asyik ngebayangin SIA tiba-tiba si fulan lewat dan negur aku sambil senyum-senyum. Heran nggak tuh?” aku membiarkannya meneruskan cerita “biasanya diakan ngejaga hijab banget fra..!” lanjutnya dengan intonasi protes. Aku bergeming, bukan kali ini saja aku mendengar kabar tentang si fulan. Berkali-kali sohibku bercerita tentang perubahan itu tapi siapa aku? Apa dayaku mengingatkannya padahal ia punya saudara yang lebih pantas menasehatinya? Pun bukan sesuatu yang bisa dibenarkan jika aku terlalu jauh masuk dalam urusannya. Jika harus berbicara tentang benar dan salah, pembicaraanku dengan sohib-sohibku ini mungkin telah termasuk dalam ketegori sebuah kesalahan karena kami memperbincangkan tentang aib seorang saudara seiman terlepas dari niat yang dipaksakan untuk benar.
Fhuih..aku menghembuskan nafas berat, baru saja sepotong memori terbuka dikepalaku tentang kejadian beberapa hari yang lalu. Kantuk yang tadi masih bertengger dimataku entah telah pergi kemana, kusegerakan menyibak selimut untuk menemui-Nya, adukan segala gundah tentang nasib pejuang-Nya.
12 April 2009.
Padang yang terik tidak mampu menguapkan rasa penasaranku untuk tahu seberapa jauh interaksi itu dibenarkan, juga ingin tahu bagaimana keadaan saudara yang lain menyangkut penjagaan hijab mereka, adakah aku masih beriringan atau jauh tertinggal dan tak mampu mengejar.
Berbekal rasa ingin tahu itu, tepat pukul 13:30 aku sampai tempat acara dan disambut dengan tatapan teduh para saudari.
Acara berlangsung seru, teramat seru malah karena pemateri mampu menendang dengan kuat, memukul serta mencubit kesadaranku bahwa selama ini aku tidak kenal dengan idolaku sendiri, akupun tidak tahu –lebih tepatnya, tidak ingin tahu- bagaimana harusnya bergaul dan bersikap padahal buku ‘gombal warning’ yang ditawarkan oleh pemateri untuk dibaca itu telah kulumat dan kukunyah-kunyah hingga dua kali.
Selama diskusi berlangsung, selama itu pula wajahku bersemu merah karena rasanya panitia menggelar acara ini terkhusus untukku. Terlalu berlebihan memang jika berujar seperti itu tapi rasanya asumsiku itu tidak salah, sebagian besar pembahasan pernah kukerjakan, sebagian lagi hanya sampai angan-angan. Seharusnya sohibku hadir disini agar mereka tahu betapa indahnya terhijabi itu, agar aku tak lagi harus menjelaskan bahwa kupu-kupu itu indah karena mau menjadi kepompong terlebih dahulu. Sesi diskusi kulewati dengan malu-malu, dua pertanyan sempat kulontarkan dan ditanggapi dengan jawaban yang memuaskan.
Hm…baiklah, aku harus mencoba dan semoga tidak sebatas niat tentunya.
22:25
Aku masih berkutat dengan angka-angka yang harus kususun untuk mengetahui berapa rasio yang dimiliki oleh suatu perusahaan terkait dengan kinerjanya selama satu periode ketika sebuah pesan mendarat dihp-ku, isinya kurang lebih sama dengan pesan yang hampir tiap malam kuterima, sebuah tausiyah dengan niat bercabang. Aku tersenyum puas karena Dia langsung memberiku kesempatan untuk membuktikan Azzam yang kuukir siang tadi. Balasan singkat yang telak langsung kukirim bahwa aku tak ingin lagi semua seperti biasa, ada batasan yang harus kujaga dan tentunya harus dihormatinya. Senyumku mengambang ketika pesan itu dilaporkan terkirim, aku tak butuh perhatian bercabang karena kutahu Dia maha perhatian, aku tak ingin ada virus sewarna dengan fakultasku menyebar lewat suaraku –walau aku tak yakin suaraku mampu-. Kututup hari ini dengan niat semoga niat tadi siang tidak tertutuup.
13 april 2009
Berucap basmalah dan syukur, kumulai hari ini dengan semangat. Sohibku telah menanti kisah yang harus mereka tahu. “fra, hari ini ada yang harus ukhti tahu” baru saja aku bermaksud untuk bercerita ternyata mereka telah duluan menyiapkan kisah entah dengan judul apa untukku “ada perubahan besar pagi ini” “Presiden kita diganti?” tebakku sekenanya hingga wajah riangnya berganti rupa “lebih dari itu..” sebuah suara mendramatisir terdengar jelas dibelakangku, entah sejak kapan dia berada disana “ujian tengah semester SIA diundur hingga tahun depan?” dua wajah riang telah berhasil kutaklukan “serius Fra..!” koor panjang mereka menyita perhatian warga kelas, “ini tentang si fulan lagi” bisiknya yang lebih tepat disebut teriakan karena aku yakin bahwa semua telinga dikelas ini mampu mendengarnya. “tadi itu dia kehilangan uang fra..” si sohib menggantung ucapannya, “tau kenapa aku berasumsi seperti itu?” terlihat jelas ia ingin melihat rasa penasaran mengambang diwajahku. Mungkin aku tau kemana arah pembicaraan, “ukhti, dia itu bukan lagi nyari receh apalagi mandangin ujung sepatu barunya” mereka terlihat penasaran dan kurasa ini saat yang tepat “kemarin ada daurah hijab, rugi kalau nggak datang karena pembicaranya orang-orang hebat” terpaksa kujual nama salah seorang pemateri agar mereka tetap bertahan mendengar ceritaku “tentang menjaga pandangan, bagaimana pergaulan syar’I dan poin penting yang harus benar-benar dijaga adalah hati” kuperhatikan mimik wajah mereka dan kutelan sedikit rasa pahit ketika tahu ekspresi mereka datar-datar saja. “mungkin saja si fulan kemarin datang daurah” pancingku kemudian. “hm..bisa jadi karena pagi ini dia langsung berubah ukht, memangnya harus seperti itu ya?” aku tak mampu menyembunyikan senyum yang ambigu, disatu sisi aku bahagia mereka mulai tertarik namun disisi lain aku kecewa, mengapa harus dengan penyertaan si fulan kisah ini mereka terima.
Setiap kisah memang memerlukan seorang tokoh sebagai pemain tapi aku tak berharap si fulan yang jadi aktornya karena tentu saja itu akan mencemari nilai sebuah batasan yang ingin kusampaikan. Ketika aku hendak menyampaikan batasan gerak mata dan hati, haruskah sifulan juga yang jadi pemainnya? Ketika aku berkisah tentang suara dan virus merah jambu, masihkah si fulan yang jadi pemainnya?
Fhuih…kembali malam ini aku menghembuskan nafas berat. Memang tak mudah berbagi nasihat, selalu saja setan itu mampu mencari celah dari setiap potong kisah yang kubagi. Tapi dengarlah setan, aku tak akan pernah menyerah karena tuhanku telah bersumpah dengan massa. Aku tak boleh jadi manusia merugi karena aku tak ingin bersamamu dalam penjagaan malaikat malik.
22:30
Tekadku memang telah bulat untuk jadi barang dengan permintaan yang tinggi dipasar karena semakin langka suatu komoditi maka harga jual dari komoditi tersebut sudah pasti lebih mahal selama bermutu bagus tentunya. Atau dalam kalimat lain, jika makhluk tersebut bermutu bagus dan terasing (ghuraba) maka tingkat permintaan syurga terhadap makhluk tersebut akan meningkat.
Senyumku mengambang seiring dengan teori ekonomi yang kupaksakan untuk menjelaskan keberadaan makhluk-makhluk ghuraba yang dicemburui para sahabat. Namun senyum itu tak lama karena pada jam yang sama seperti malam-malam yang lalu, sebuah pesan singkat berlabuh dihp-ku
Aslm.
Selamati istirahat saudariku ini dengan kemuliaan-Mu
Hapuskan segala kesusahan dihatinya
Bangunkan ia kala tahajud-Mu tiba
Rahmati ia kala subuh-Mu datang menyapa
Agar tiap langkahnya selalu dalam cahaya.
Wahai Dzat yang maha bijaksana, aku tak ingin mengeluh tapi kumohon selamatkan hatiku darinya, juga lindungi hatinya dariku. Izinkan ini jadi pesan terakhirnya dengan banyak cabang warna untukku. Sungguh aku hanya ingin cinta-Mu dan cinta karena-Mu.

0 Comments:

Posting Komentar