“Setiap
kali aku melihatnya merokok, setiap kali itu pula aku merasa kalah. Dia tahu
betapa bencinya aku pada kegiatan itu, dan betapa sangat seringnya aku
mengeluhkan dan memintanya berhenti. Tapi tidak sekalipun dia mendengarkanku,
tidak sekalipun”
Aku
diam, menunggu kalimat selanjutnya.
“dan
perkara rokok itu pula, untuk pertama kalinya dia mengingkari janjinya sendiri,
sesuatu yang tak pernah dilakukannya sebelumnya dan setelahnya hingga saat ini”
“apa
sebelum menikah, kakak tidak mengetahuinya?”
“beberapa
hari sebelum menikah, dan bodohnya aku jumawa sekali, merasa yakin bahwa dia
akan berubah demi ‘aku’. Merasa bahwa ‘aku’ bisa menjadi alasannya untuk
meninggalkan batang haram itu. Ah, betapa bodohnya aku. Tapi dia pernah
berjanji untuk berhenti, pernah”
Aku
merasakan emosi dalam kalimatnya.
“kapan
kak?”
“berhenti
maksudmu? Entah..entah kapan. Sebenarnya bapakku perokok aktif, dan aku merasa
tersiksa sekali ketika nyaris setiap malam beliau batuk-batuk, aku membayangkan
betapa lelahnya beliau. karena itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk
mencari suami yang tidak merokok, sekian lama perkenalan kami, tapi aku baru
mengetahuinya beberapa hari sebelum menikah. Kau tahu betapa menyakitkannya itu
dik?”
“ya,
sebab pernikahan tak mungkin dibatalkan lagi” aku memberi simpulan
***
“hari
ini aku merokok”
Aku
tersedak kopi yang kuminum.
“lucu
sekali candaanmu kakak”
“tidak,
aku tidak sedang bercanda dik, aku tidak main-main perkara rokok”
“bagaimana
aku bisa yakin, aku tahu betapa bencinya kakak pada rokok”

**
Sekian
lama aku tidak mendengar kabarnya lagi, pertanyaan terakhirku tentang respon suaminya tak kunjung dijawab. Mungkin kini mereka sedang kompak
batuk-batuk, atau malah kompak sakit-sakitan. Aku juga benci sekali dengan
rokok, sangat benci. Hingga sering kali aku berdoa agar sejarah rokok hilang
dari peradaban manusia. Ah, sebenarnya doaku sudah terkabul, mana ada rokok
dalam sejarah manusia beradab. Haha
aku jadi penasaran sendiri, senikmat apa rokok tersebut, sehingga para perokok seperti menutup mata, telinga dan hati terhadap kebenaran bahaya rokok, bahkan fatwa haram pun tetap membuat mereka bergeming. Untuk para gadis yang sedang menunggu belahan jiwa, pikirkan berkali-kali menjadikan para perokok tersebut menjadi tambatan hati, sebab bagaimana mereka akan menjagamu sedangkan untuk menjaga diri mereka sendiripun mereka tidak mampu. bagaimana mereka akan melindungimu dan anak-anakmu kelak, sedangkan melindungi jantung, hati dan seluruh titipan Tuhan berupa tubuh saja mereka tidak mampu.
aku jadi penasaran sendiri, senikmat apa rokok tersebut, sehingga para perokok seperti menutup mata, telinga dan hati terhadap kebenaran bahaya rokok, bahkan fatwa haram pun tetap membuat mereka bergeming. Untuk para gadis yang sedang menunggu belahan jiwa, pikirkan berkali-kali menjadikan para perokok tersebut menjadi tambatan hati, sebab bagaimana mereka akan menjagamu sedangkan untuk menjaga diri mereka sendiripun mereka tidak mampu. bagaimana mereka akan melindungimu dan anak-anakmu kelak, sedangkan melindungi jantung, hati dan seluruh titipan Tuhan berupa tubuh saja mereka tidak mampu.
Note:
untuk si kakak,, sejatinya aku ingin untuk tidak tahu kabar terakhir yang kau
kirim, menyakitkan ketika tahu bahwa kau juga merokok kak.
0 Comments:
Posting Komentar