L

Header Ads
Tiny Star

My Enemy

kuhindari tatapan dokter muda itu meski kutahu ada sebuah lengkungan dibibirnya. “banyak pilihan sebenarnya..” ujarnya mengetahui kegugupanku “bisa dengan minum susu..” kalimatnya terhenti mendapati rona wajahku yang makin gelap “jangan bilang kamu tidak suka susu..” kupaksa untuk tersenyum sambil menggeleng, “saya bersedia puasa tiga hari berturut-turut asalkan tidak minum susu”, beliau terkekeh “kalau begitu..rajin-rajin saja makan makanan berkalsium tinggi”, “contohnya?” antusias kutanggapi kata-kata beliau “ikan laut dangkal” aku tersenyum.. solusi paling baik yang pernah beliau berikan. “tapi mengingat riwayat kesehatanmu, pilihanmu cuma dua untuk saat ini” senyumku sempurna berpindah kewajah beliau. Sungguh.. sejak aku mampu mengingat,, aku tidak suka susu..! aku lebih suka menumbuk kembali pil-pil pahit itu, mencampurkannya kedalam air disendok dan kemudian meminumnya. Aku lebih suka menikmati nyeri itu ketimbang meminum susu…!

‘susu berkalsium tinggi tanpa lemak’ kueja setiap kotak susu untuk menemukan kalimat itu dan akhirnya kutemukan. Dokter tersebut memang memberi resep obat tapi lebih menyarankan untuk rutin meminum susu dalam beberapa minggu kedepan.
***
Empat sendok untuk 200 ml air??? Gila.. ini sama saja dengan mengeluarkan semua isi perutku. Lama kudiamkan serbuk susu itu, dan akhirnya mendapat ide untuk mengurangi takaran. Yuph.. 2 sendok saja untuk 250 ml air. Yang penting itu kalsiumnya.. he..he..

huh.. jangankan meminumnya, mencium baunya saja aku sudah mual. Tapi aku harus.. aku harus meminumnya.
Phufft..ini rasa yang paling buruk bagi lidahku, ternyata susu tanpa lemak itu adalah susu tanpa gula..sebab tidak kutemukan sedikitpun rasa manis dalam cairan putih itu.
Tapi aku harus.. aku harus rutin meminumnya sebelum orang tuaku tahu tentang nyeri ini.

0 Comments:

Posting Komentar