L

Header Ads
Tiny Star

Let It Flow..

Petang di kota bengkuang.
“sedang apa?” tanyaku padanya diseberang.
“rehat, menunggu adzan magrib sepulang kerja sambil minum teh” penjelasan cukup panjang.
“hm.. aku suka seseorang” ujarku ragu-ragu.
“bagus.. perempuan mana?” tawa tertahan miliknya kuabaikan.
“Alfa.. kau mengenalnya..” kudengar  dia tertawa dan kemudian batuk, cukup lama..
“ah.. air teh mengalir dari hidungku, sakit..” aku diam
“ini pertama kali,, setelah 25 tahun berjalan tanpa ada perkembangan” ujarnya berapi-api, “bagaimana mungkin??” lanjutnya sangsi.
“sudah.. aku hanya ingin mengabarkan itu, ayo bersiap untuk maghrib..” segera kututup telpon sebelum dia sempat berkata apa-apa.

**

“apa dia orangnya? Dia yang akan dikenalkan pada orang tuamu?” tanyanya tergesa sesaat setelah telpon kuangkat.
“jangan bodoh.. kita tidak hidup didunia dongeng, yang semua bisa diwujudkan dengan simsalabim”
“apa salahnya mencoba?”
“kenapa kau semangat sekali?” tanya itu akhirnya keluar juga, sebab setelah tiga rakaat tadi, dia langsung menghubungiku kembali.
“bagaimana tidak, ini keajaiban kawan. Kukira kau tidak akan pernah menyukai laki-laki” tawanya menyebalkan.
“bukankah orang tuamu meminta agar menantu mereka datang secepatnya, ayolah.. bawa dia saja” bujuknya lagi setelah puas tertawa. Sudah dapat kubayangkan dua tanduknya muncul ketika itu.
“tidak.. sudah kukatakan padanya bahwa kami harus menjaga jarak” aku yakin tanduknya memerah.
“kenapa? Lelucon macam apa itu..!” ujarnya setengah berteriak. Mungkin kali ini telinganya mulai berasap..
“hahaha.. bukankah itu keren kawan? Menjaga hati” giliranku tertawa.
“kapan kamu berhenti jadi orang aneh..” gerutunya.

**

Menjelang pergantian hari..
“apa lagi?” tanpa salam kuangkat telpon.
“ketus sekali..”
“ehm.. ada apa sayang? Menghubungiku selarut ini..” kudengar dia terkekeh
“he..he.. aku penasaran, kenapa kamu memutuskan untuk menjaga jarak? Menjaga hati? Waktu dalam kesibukan, akan berlalu dengan cepat kawan”
Giliranku terdiam.. dia benar, akhir tahun akan segera datang.
“ya.. dan karena itulah”
Dia tidak bersuara,menunggu kalimatku selanjutnya.
“aku tidak yakin dia bersedia, aku tahu si perfeksionis butuh banyak persiapan sebelum menyatakan sanggup untuk menikah, aku mungkin tidak punya cukup waktu untuk menunggu itu.. dan sebenarnya point penting dari keputusan itu adalah.. baginya aku hanyalah teman biasa, tidak lebih”
“bagaimana kau tahu?”
“aku tahu..!”
“kau pikir melupakan itu mudah?”
“mudah-mudahan mudah..” jawabku tertawa.
“kau masih saja keras kepala, bahkan disaat waktumu tidak banyak tersisa”
“ha..ha.. let it flow, akan kupertahankan keyakinan pada-Nya bahwa Dia sudah merancang skenario untuk bertemu dengan jodohku, dan aku tidak ingin mengacaukan jalan cerita itu hanya karena ketergesaan..”

0 Comments:

Posting Komentar