mengisahkan pengalaman yang akan menjadi guru
dengan suara lembut, riang, sekaligus sendu
aku menerka demikian pula wajahnya
jika mereka punya kehendak”
hartanya warisan sulaiman, gagahnya serupa musa”
wanita itu berhenti, sejenak menghela nafasnya
merasa telah berjumpa dengan lelaki paling rupawan
bercakap dengan insan paling bijaksana”
jadi kutanyakan padanya tentang lelaki kedua
dan sepertinya dia tersenyum
“aku pulang dengan bahagia, merasa penuh pesona
merasa menjadi wanita paling jelita
merasa diriku perempuan paling cendikia”
dia bersukacita saat menebarkan pesona
dia bahagia ketika banyak hati memujanya”
daya pikatnya ada pada perhatiannya, yang membuatku
merasa ada, merasa bermakna, merasa berharga”
dia menjaga kesuciannya dengan pernikahan
dia menjaga pernikahannya dengan kesucian
dia berupaya untuk mempunya pesona lelaki pertama, tanpa mengumbarnya
dia belajar memiliki pesona lelaki kedua untuk mengagungkan isterinya
meski jauh dari sempurna, dia mengingatkanku pada sabda Sang Nabi;
sebaik-baik lelaki adalah yang paling memuliakan perempuan”
Rahasia dua lelaki
Dari balik tabir, kudengarkan
wanita itu bicara
“aku bertemu dua lelaki”, dia
memulai cerita
“kurasa dua-duanya mampu membuatku tak bisa menolak
“oh ya?”, kudengarkan sambil dalam hati mengucap “Rabbi..”
“lelaki pertama berparas titisan
yusuf,
aku menggigit bibir dan mendalamkan tundukku
“dan tahukah kau”, suaranya cekat
kini,
“setelah bicara padanya, aku pulang terpesona
aku tak ingin tahu lebih banyak,
“seusai berbincang dengan lelaki kedua”, katanya
“jadi di antara mereka”, tanyaku
sambil mengepalkan jemari
“siapa yang lebih tampan, siapa yang lebih mengagumkan?”
kurasa dia tersenyum lagi, menertawakanku barangkali
“laki- laki pertama lebih mencintai dirinya sendiri
“laki-laki kedua mempesona bukan
karena dirinya
“jadi”, aku menyimpulkan perlahan, “kau memilih yang kedua?”
dia tersenyum lagi, “aku telah
mendapatkan yang ketiga”
“laki-laki suci; yang memuliakanku dengan menikahiku
aku
tersenyum kini, “tunggu, apakah engkau ini isteriku?”
sepenuh
cinta,
Salim
A. Fillah
0 Comments:
Posting Komentar