Malam
larut dalam sunyi, kantuk yang tadi berhasil membuatku lelap kini pergi entah
kemana, pun aku tidak berniat lagi untuk tidur.
Sebuah
sakit menganga disini. Ah..apa yang bisa
kubanggakan dari kejujuran? Sebuah sumpahkah? Yang dengan nama-Nya kepercayaan
itu baru mampu meruncing? Aku bersedia dimarahi, dibentak-bentak atau apalah
yang mampu membuat rasa bersalahku sedikit berkurang, tapi aku keberatan jika
aku harus bersaksi atas nama-Nya untuk sebuah kesalahan yang jujur kuakui.
Sejak
dulu aku memang bandel, semua guruku tau betapa nakalnya gadis kecil yang tidak
pernah bisa diam ditempat duduk ini. Nyaris catatan panggilan keruang guru (sebab
dulu tidak ada ruang BK) sudah kutulis sejak kelas 1 SD,, dan terus bertambah
hingga menamatkan pendidikan berseragam. Tapi sejauh itu, selalu jujur kuakui
setiap kesalahan yang kuperbuat. Guru pertamaku pernah berkata “bahwa
kebohongan itu seperti lingkaran setan,kau tidak akan pernah menemukan ujungnya”,
meski ketika itu aku tidak begitu paham tentang gambaran lingkaran setan tapi
minimal aku takut untuk berbohong sebab dalam imajinasi kecilku, satu setan
saja sudah menakutkan,, apalagi mereka melingkar.
Hm..
dan aku baru menyadari, betapa lemahnya kepercayaan yang kudapatkan selama ini,
malangnya aku tidak tau kapan kepercayaan untukku itu akan menguat, padahal
nanti akan ada banyak celah yang mungkin membuatku tersudut sehingga membutuhkan
sebentuk kepercayaan yang bisa kugenggam tersebab kejujuran yang berusaha
kutanam dari sekarang. Terbayangkah jika suatu kali nanti aku berada diposisi Aisyah
bint Abu Bakr? dan beliau dibela oleh Rabb-nya, lalu bagaimana denganku nanti? Siapa
yang akan membelaku jika dari sekarang saja, dari masalah kecil itu saja.. aku
sudah harus bersumpah atas nama-Nya bahwa aku jujur.
Malam
kian larut dalam sunyi yang berangsur pergi, terdengar bacaan surat cinta-Nya
dari mesjid dikejauhan.. kantuk yang tadi pergi entah kemana, kini masih belum
kembali.
0 Comments:
Posting Komentar