saat yang paling
seru itu adalah libur, ketika aku bisa menghabiskan seharian di dalam kamar.
Sebuah ruang kecil dengan dua jendela menghadap ke utara,, diluar anak-anak
tengah berebut memanjat jambu dihalaman rumahku.. itu kebiasaan mereka ketika
jambu tersebut berbuah. Siapa lagi yang akan memakannya kalau tidak mereka,
sebab rumahku hanya diisi oleh ayah dan ibu serta kadang-kadang ada aku.
“assalamu’alaikum”..
sapaku ketika hape yang terletak diatas kasur berbunyi dengan nada yang sangat
kukenal. “wa’alaikumussalam” jawabnya diseberang. Tanpa basa-basi aku langsung
memberondongnya dengan pertanyaan dan tawa renyahnya terdengar. “aku bingung..”
ucapnya setelah diam beberapa lama. “kenapa??” tanpa jeda aku bertanya.
“aku tidak tahu
mengapa dia memilihku”,
“kenapa tidak
bertanya??”
“sudah.. tapi
jawabannya kurang memuaskan, aku yakin ada alasan lain”
“jika seseorang
bisa menjelaskan kenapa dia mencintaimu.. berarti dia tidak mencintaimu,, dia
hanya menyukai bayangan dirinya yang ada padamu”
Kudengar dia
menghela nafas berat
“lalu ada masalah
apa?”
Dia kembali
diam beberapa lama..
“tadi dia
menelponku.. bicara panjang lebar mengenai hubungan kami, kau tahu bagaimana
aku.. ketika pembahasan sudah mengenai masalah perasaan, selalu saja aku
kehilangan kata-kata, perbendaharaanku menguap entah kemana..”
Aku mengangguk
meski sebenarnya dia tidak melihat, aku memang mengenalnya sejak dulu.. jauh
sebelum dia mengenal laki-laki itu, dia yang sepertinya ‘heboh’
sebenarnya selalu tak bisa menjelaskan apa yang dia rasa, selalu gagu untuk
berucap segala hal mengenai dirinya dan perasaannya.
“jadi masalahnya
apa?”
“dia meyakinkanku
bahwa dia serius..”
“kenapa kamu malah
bingung??” potongku cepat
“aku belum
selesai..! belajarlah untuk tidak memotong pembicaraan”
Aku terkekeh
sendiri menyadari kesalahan fatal yang kubuat,,
“maaf..”
“dia meyakinkan
bahwa dia memang serius, tapi hingga dia datang kerumah dan menemui orang
tuaku.. kami masih belum ada ikatan apa-apa, kami tidak perlu saling menunggu,
jika ada orang lain yang melamarku sebelum dia datang,, aku memiliki kebebasan
untuk mengambil keputusan apapun”
“lalu?”

“ya.. bukankah
memang perempuan lebih mengedepankan perasaaan ketimbang logika” aku setuju
“benar, itu
sebabnya aku tidak berani mengambil kesimpulan dari pembicaraan kami, aku butuh
sudut pandang lain”
“menurutku.. dia
serius, meski aku tidak terlalu mengenalnya. Sependek yang kutahu, dia cukup
hati-hati dalam berbicara, jadi tidak mungkin dia bergurau dalam hal ini, tidak
mungkin dia menjerat dirinya sendiri.. tidak, setahuku dia bukan tipe seperti
itu”
Hening sejenak
“tanpa ikatan, tak
perlu menunggu, dan apapun bahasa lain yang dipakainya,, kupikir untuk
kebaikanmu juga. Dan memang seharusnya seperti itu bukan? Satu-satunya ikatan
yang mungkin itu cuma pernikahan,, kecuali kamu ingin pacaran atau tunangan
bertahun-tahun”
“hm.. ya sih”
“bukan ya sih, tapi
memang iya,, ketika nanti ada orang yang lebih baik datang melamarmu, kamu bisa
bebas menentukan dan memilih sebab belum ada ikatan resmi dan syar’i yang
mengikatmu. Kemudian, jika rencana yang kalian buat tidak sesuai dengan
rencana-Nya maka kamu tidak akan merasa bersalah sebab berhenti menunggu, dan
diapun tidak merasa kecewa karena kamu berhenti menunggu. Tapi kudo’akan agar
semua berjalan baik”
“hm.. terimakasih”
“yakinlah.. jodoh
itu tidak akan pernah tertukar” ujarku mengulang kalimat yang sama entah sudah
berapa kali pada orang yang berbeda, “jika kamu memang tulang rusuknya, maka
kamu akan kembali padanya”
“he.. kalimatmu
mirip dengan kalimatnya tadi ketika aku bingung harus memberi tanggapan seperti
apa”
“he..he.. let it
flow” ujarku mengakhiri
hahaha..ternyata
aku cukup bijak dalam perkara ini.
ayo,, siapa lagi
yang mau curhat??
0 Comments:
Posting Komentar