Kupikir
tidak apa jika ‘menuliskanmu’ menjadi satu dari harap yang kau jabarkan untuk
seseorang yang nanti mengisi harimu, menggenapkan setengah dari agamamu,,
memang benar bahwa cinta yang tidak terkatakan jauh lebih indah dari cinta yang
berbahasa lisan dan tulisan, tapi tetap saja_ ada hal-hal yang harus
diungkapkan dan dituliskan, bukan? Seperti Fahd jibran kepada Risqa:
pada
matamu yang lebih bercahaya
dari semua puisi yang pernah kubaca
dari semua puisi yang pernah kubaca
Tidak semua dari kita tersesat. Dan engkau
tidak sendirian. Aku bersyukur bisa menemukanmu di sini, di jalan ini, meski
gelap dan sunyi: Tapi perjumpaan kita, aku dan kamu, telah membuktikan bahwa
kita tidak benar-benar terasing, bukan? Masih ada aku di sini, genggamlah tanganku, semoga
membuatmu tenang. Dan kau, perjumpaan denganmu telah membuatku yakin, untuk
kesekian kalinya, bahwa aku sedang menempuh jalan yang benar menuju
Kebahagiaan. Aku senang bisa mengatakan semua ini kepadamu. Jangan takut lagi: Ada aku di sini.
Aku membayangkan situasi yang mungkin akan
menghapus senyum dari wajahmu, aku membayangkan tangis anak kita yang menjerit
pilu di dadamu: Laki-laki macam apa aku jika saat itu benar-benar tiba dalam
hidup kita?
Aku tersenyum. Aku sudah tahu sebenarnya. Aku
masih mengingat semuanya. Tapi aku senang menanyakannya padamu, lagi dan lagi: Aku senang mengetahui bahwa aku tidak sendirian di dunia
ini.
April, jika segala tentangmu memang harus
dilupakan, aku ingin melakukannya pelan-pelan.
*dari sini
0 Comments:
Posting Komentar