Aku
memutuskan untuk menjadi perempuan, ah.. jangan kau tanyakan makhluk apa aku
sebelum ini, akupun ragu untuk mendeskripsikannya, tapi baiklah_ biar kucoba.

Deskripsi
lain tentangku adalah: aku bukan jenis manusia yang suka berteman dengan banyak
orang, meski bisa cepat akrab dengan siapa saja tapi mereka kukategorikan,
kuberi label setiap nama untuk besaran lingkaran yang kuberikan, dan sayangnya
lingkaran-lingkaran temanku kebanyakan laki-laki, perempuan? Tentu saja ada
tapi cuma sedikit sebab aku tidak mengikuti perkembangan ke’cewek’an dizamanku,
mana kukenal dengan artis korea? Dengan boyband-nya yang suka berdandan, aku
juga kurang update tentang mode, gossip, dll. Dan yang terpenting, mereka
jarang connect jika aku berceloteh tentang anime one piece, fairy tail, SAO,
dll.. (yang hari ini sudah kuhapus dan kubuang semua)
Ah,,
sudahlah_ yang jelas aku jauh dari sosok perempuan idaman, yang punya pandangan
teduh, yang keibuan, yang anggun, yang apapun yang kata teman-teman laki-lakiku
adalah kriteria terbaik untuk ibu dari anak-anak mereka, apa peduliku (ketika
itu)..!
Namun
hari ini, aku memutuskan untuk menjadi perempuan, mengurangi tawa
terbahak-bahak (meski haftsah binti ‘umar seperti itu), mengurangi volume suara
(kebiasaan berebut bicara dengan teman-teman, mana bisa menyaingi suara bass
mereka kecuali dengan teriakan), mengurangi aktivitas lari-lari gak jelas,
belajar untuk anggun dan keibuan (Aamiin…..), dan hal lain yang diperlukan.
Dan
hari ini, aku memakai pashmina ungu, kupikir cantik tapi seseorang mengatakan
bahwa hijabku seperti taplak meja (golok mana golok..) dan kuhabiskaan banyak
waktu untuk memakainya sebelum berangkat kerja tapi seseorang mengatakan aku
mirip ibu-ibu. Awalnya “benarkah? Mirip ibu-ibu arisan? Mirip ibu-ibu mau pergi
kondangan?” pelbagai kesimpulan menari tanpa nada diotakku hingga akhirnya satu
kutangkap dan kupegang kuat “ya jelas mirip ibu-ibu kan ya? Kalo bapak-bapak
mah gak pake pashmina atuh” (kenapa bahasa sunda???)
Hm..
memang ya, tidak mudah menjadi perempuan, bahkan ketika aku sudah benar-benar berniat
untuk menjadi perempuan versiku. Kembali kata-kata seseorang muncul untuk
dipertimbangkan: “Adalah konyol memaksakan diri
menjadi orang lain setelah ‘hijrah’ dengan berjilbab. Alangkah sunyi dunia jika
semuanya seragam, biarkan semuanya sesuai karunia karakter yang Allah lekatkan
pada diri kita, maka akan tetap ada akhwat jago karate seperti Nushaibah binti
ka’ab yang melindungi Rasulullah kemanapun beliau bergerak dalam perang, akan
tetap ada yang berkepribadian kuat dan pemberani seperti ummu Hani’ binti Abu
Thalib. Akan tetap ada yang suka bermanja dan ceria seperti ‘Aisyah. Ada yang
tetap bisa membentak dan tertawa terbahak seperti Hafshah. Akan tetap ada yang
lembut dan keibuan seperti Khadijah.. jilbab bukan lakon sandiwara yang membuat
kita harus jadi orang lain ketika memakainya. Sekali lagi,, jangan sirnakan
keunikan diri. Biarkan keindahan warna-warni itu hidup dan meronai dunia dengan
pelangi akhlaq.
0 Comments:
Posting Komentar