Miris?
Sangat..
Sakit hati?
Mungkin,,
Pertanyaan itu yang rasanya tepat untuk menggambarkan suasana hati perempuan itu saat ini, baru saja sebuah pesan singkat masuk ke HaPenya, “jangan pernah urus urusan orang lain”..perkara sebenarnya hanya kesalahpahaman tapi karena dibumbui sediit rasa terlarang maka seolah menyangkut masalah keselamatan penduduk dunia.
Backstreet….! Kata yang dibenci perempuan itu yang membuatnya harus berurusan dengan perkara ini, bukan sebagai pelaku tapi perempuan tersebut bertindak sebagai gudang rahasia dari hubungan yang (berusaha) disembunyikan itu? Dan malam tadi, tanpa sengaja rahasia tersebut teucap olehnya maka sepasang kawannya pun menguliti perempuan itu lewat pesan singkat.
“ayolah..jika kalian tahu bahwa islam tidak mengenal pacaran sebelum pernikahan maka mengapa menghubungkan perasaan yang belum halal itu dalam sebuah ikatan yang berusaha disembunyikan? Jika kalian tahu bahwa hubungan itu lebih banyak mengandung ketakutan maka mengapa harus menikmati rasa yang belum saatnya kalian satukan? Dan jika kalian sedikit lebih menghargai orang yang kalian harap akan menjadi pasangan kalian maka mengapa memilih untuk menodai hatinya terlebih dahulu’ monolog perempuan itu ketika membaca pesan-pesan singkat berima ancaman yang diterimanya.
Hufft…tak ada yang bisa diperbuatnya setelah perkataan yang tidak ditanggapi mengenai perkara itu selain do’a untuk mereka yang berfikir bahwa mereka mampu menyembunyikan hubungan itu, jangan bodoh kawan, ada perancang hidup Maha Teliti dan Maha Mengetahui segala urusan yang kalian lupakan dalam perkara ini.. dan ketakutan yang kalian rasa sekarang adalah buah dari dosa itu (dosa adalah apa-apa yang membuat hati tidak tenang).
‘Saudariku’ ketiknya cepat ‘jika dia mencintaimu maka dia tidak akan menawarkan ikatan rapuh tanpa status itu padamu, jika dia mencintaimu maka dia akan meminta pengalihan tanggung jawab dari ayahmu, jika dia belum sanggup untuk itu maka dia akan menjaga hatimu dengan berusaha menjaga hatinya terlebih dahulu.. jika dia mencintaimu maka dia akan memohonkan penjagaan-Nya untukmu, bukan malah ‘menjagamu’ dari aturan-Nya’..segaris bening telihat diwajah perempuan itu.
‘saudaraku’ ketiknya lagi ‘jika memang engkau mencintainya maka belajarlah untuk mencintai-Nya terlebih dahulu karena dengan begitu engkau tak akan melangar bentuk cinta-Nya berupa aturan jelas tentang ‘pacaran’, jika memang engkau mencintainya maka berjanjilah dengan menggengam tangan ayahnya dihadapan saksi dunia akhirat. Jika memang engkau mencintainya, jangan buat dia menangis karena hubungan terlarang kalian diketahui orang lain. jika memang engkau mencintainya namun belum sanggup menggenapkan dien-mu maka jangan rusak dien orang yang engkau cintai. Dan terakhir saudaraku..jika engkau memang mencintainya, maka minta Dia menjaganya dengan terlebih dahulu menjaga dirimu dengan puasa’ perempuan itu menyeka air matanya, tak sanggup menahan miris dihatinya ketika menyadari cinta-Nya diduakan dengan makhluk-Nya sendiri.
‘memang tidak mudah menahan rasa itu saudariku tapi Fatimah az Zahra sudah memulainya berabad yang lalu, memang sulit untuk membungkam rasa itu saudaraku tapi perjuangan Ali mengikhlaskan perempuan yang dicintainya untuk orang-orang terpilih mengantarkannya pada makna agung sebuah pernikahan suci dengan buah hati kekasih-Nya’ ketiknya mengakhiri kisah pagi ini.







ah_biar kucoba memaknai kegiatan ini dari sisi indahnya..
saran yang bisa kuberi untuk ini..siapkan telingamu mendengar curhat mereka dan juga pelajari karakteristik saran yang mereka butuh.
mereka bisa mengundur jadwal makan dan beberapa jadwal lainnya..bahkan mungkin jadwal shalat (miris) demi seseorang yang kadang hanya tersenyum dan berucap “hari ini saya capek sekali, saudara kembali besok saja” atau redaksi lain “tinggalakan saja dimeja saya” dan berlalu tanpa sedikitpun senyum.
MENUNGGU jadi kupikir kegiatan ini adalah ‘sarana untuk belajar makna empati’.
) ma’af jika pelajaran ini sedikit kontroversi,, maksudnya disini, dari sekian banyak penderitaan yang kudengar selama jadi penunggu aktif maka perlahan aku tertawa (baca: bersyukur) bahwa ternyata ujian-Nya untukku masih lebih ringan ketimbang ujian yang mereka dapat..
















